Kamis, 22 Agustus 2013

Jesaya 58:9b-14

IBADAH YANG SEJATI: Memuliakan Allah dan Hidup yang Benar dengan Sesma




Kesalahan fatal manusia di hadapan Allah adalah merasa diri benar, lalu mengukur benar-tidaknya orang lain dengan standarnya sendiri. Kesalahan yang lain adalah mengira bahwa dengan melakukan ritual agamanya di hadapan Allah, maka ia boleh tidak perduli dengan sesama. Padahal mengasihi Allah harus mewujud nyata pada tindakan mengasihi sesama manusia.

 Bangsa Israel terjebak dalam kondisi seperti itu. Mereka menyangka bahwa ritual yang mereka lakukan adalah sesuatu yang berkenan di hadapan Allah. Sepertinya mereka hidup saleh (ayat 2*). Puasa mereka pun bukan main seriusnya( Ay 3,5*). Bagi kebanyakan orang beragama, perilaku itu dianggap agung dan terpuji, dan sepatutnya mendapat pujian serta pahala. Tidak heran mereka protes kepada Allah yang seolah-olah tidak memedulikan mereka (ayat 3*). Maka dengan tegas, Tuhan menyatakan mereka bersalah dan berdosa! Mengapa demikian? Karena mereka munafik dan tidak memahami kehendak Tuhan. Segala tindakan mereka hanya untuk kepentingan diri sendiri, bukan untuk orang lain (ayat 6-7*). Bangsa Israel lupa, Allah memanggil mereka sebagai umat-Nya untuk menjadi berkat bagi banyak orang. Bukti lain bahwa mereka tidak mengerti kehendak Allah adalah mereka melanggar hukum Sabat (ayat 13*). Sabat diberikan Tuhan kepada umat agar mereka menghormati Tuhan dengan beristirahat dan beribadah, serta me-ngasihi sesama dengan memberi kesempatan beristirahat.

 Jangan menjadi orang Kristen yang munafik. Jangan me-nyangka bahwa rajin ke gereja, memberi persepuluhan dan persembahan, ikut satu dua bidang pelayanan merupakan tanda kesalehan yang diperkenan Tuhan. Kalau perbuatan pelayanan dan ibadah yang kita lakukan hanya dibuat-buat dan bukan keluar dari hati yang tulus mengasihi Tuhan, serta tidak diimbangi dengan kepedulian kepada sesama yang membutuhkan, maka itulah ibadah palsu yang Tuhan benci. Hindarilah semua itu! Jadilah Kristen sejati, pengikut Kristus yang setia.

 Ibadah yang berkenan kepada Tuhan adalah sikap hati yang benar dalam tindakan yang saleh. Sebaliknya, perilaku rohani yang terlihat saleh, namun tidak keluar dari hati yang tulus adalah kemunafikan.

 Umat Israel mementingkan aturan agamawi dalam menunaikan puasa, tetapi melalaikan hakikat berpuasa yang diinginkan Allah yaitu, menegakkan keadilan dan membagikan berkat kepada orang lain (ayat 7,10*) serta mematuhi hukum hari Sabat (ayat 513*). Perilaku munafik itu membatalkan tercurahnya berkat Allah bagi mereka dan menghalangi kuasa Allah menjawab doa mereka (ayat 8-9,12,14*). Jadi, berbuat baik bagi orang lain dan menaati peraturan Allah adalah perwu-judan puasa yang sejati. Inilah perbuatan yang ingin Allah temukan hadir dalam diri umat-Nya.
 Pernahkah Anda merasakan keadaan serupa seperti yang dialami Israel? Selidiki dulu, sungguhkah Anda telah mempraktikkan hakikat berpuasa atau sekadar melakukan syarat lahiriah berpuasa? Jangan ulangi kesalahan yang sama seperti yang dilakukan Israel!

 Renungkan: Beribadah kepada Allah harus mewujud dalam sikap kita melayani sesama dengan kasih dan adil.