Rabu, 22 Juli 2015

Pandangan Kristen Tentang Uang

Pandangan Kristen tentang uang sangat berlainan sekali dengan pandangan dunia. Pandangan dunia mengatakan bahwa uang merupakan sesuatu yang kita peroleh karena usaha kita sendiri, karena nasib baik, atau karena kemujuran. Uang adalah untuk kita pakai dan demi kepuasan kita, dan sangat sering menjadi tujuan akhir. Banyak orang menikmati tantangan dalam mencari uang dan dengan gairah yang sama saat mereka menghabiskannya.


Dunia melihat uang sebagai hasil dari usaha sendiri. Itu milik saya. Beberapa ahli teori ekonomi bahkan mengatakan bahwa pajak adalah perampokan sebab uang itu benar-benar milik individu.
Pandangan orang Kristen tentang uang yaitu bahwa uang kita miliki agar kita bisa menggunakannya dengan cara-cara yang mendatangkan kemuliaan bagi Allah. Uang bukan sesuatu yang atasnya kita mempunyai kekuasaan penuh; kita hanyalah penatalayan kekayaan Allah. Ilustrasi yang baik tentang prinsip ini terdapat dalam perumpamaan tentang talenta, yang menunjukkan bahwa uang yang kita peroleh karena kerja sekalipun bukan merupakan milik kita sebab Allahlah yang sebenarnya memberikan kita kesempatan untuk memperolehnya.

Sebagai orang percaya, kita selalu dianggap bertanggung jawab atas cara kita menggunakan uang. Kisah tentang Ananias dan Safira dalam Kisah Para Rasul 5 merupakan pelajaran yang baik. Petrus berkata kepada Ananias, "Selama tanah itu tidak dijual, bukankah itu tetap kepunyaanmu, dan setelah dijual, bukankah hasilnya itu tetap dalam kuasamu?" Dengan kata lain, Ananias bertanggung jawab atas penggunaan uangnya. Ia dihukum karena ia mengemukakan hal yang tidak benar dan menyalahgunakan kekayaannya.
Kita bisa menikmati pemberian yang baik dari Tuhan jika kita menggunakannya dengan penuh tanggung jawab dan tidak berpendapat bahwa kalau pemberian itu diambil dari kita, kita akan susah. Saya tidak setuju dengan orang-orang yang percaya bahwa memiliki harta benda itu salah. Saya merasa bahwa Allah memberi kita pemberian yang baik secara melimpah untuk kita nikmati dan orang-orang kaya dalam Alkitab merupakan gambaran yang baik tentang prinsip tersebut. Tetapi saya juga mempunyai perasaan yang teguh bahwa orang-orang yang mempunyai kekayaan perlu memandang dengan jelas tuntutan dan kebutuhan dunia, dengan berusaha menanggapi tuntutan dan kebutuhan tersebut.
Kita perlu waspada terhadap pendapat Thorstein Veblen yang disebut konsumsi yang mencolok -- memiliki terlalu banyak barang sehingga kita tidak mungkin dapat menggunakannya dengan baik. Misalnya, yang seharusnya cukup dengan alat transportasi yang ada, kita menjadi ingin beberapa kendaraan yang mewah; atau sebaliknya daripada rumah yang nyaman, kita ingin istana yang megah. Konsumsi yang mencolok menunjukkan bahwa kita belum memperhatikan kebutuhan dunia yang menjadi tanggung jawab kita sebagai orang Kristen.

Dalam Efesus 4:28 Paulus menulis:
"Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan."

Kenikmatan dari pemberian yang indah dari Tuhan harus kita imbangi dengan memenuhi kebutuhan mereka yang kekurangan, terutama mereka yang seiman dengan kita.
Pasal 12, 16, dan 18 dalam Injil Lukas semuanya memberikan peringatan tentang uang. Pada pasal 12, dalam cerita mengenai orang kaya yang bodoh, kita melihat bahwa uang jangan sampai menjadi tempat berlindung orang Kristen. Pada pasal 16, dalam kisah mengenai orang kaya dan Lazarus, kita melihat bahwa umat Tuhan sekalipun bisa begitu dikuasai oleh uang sehingga mereka mengabaikan Alkitab. Pada pasal 18, dalam cerita mengenai percakapan Yesus dengan seorang pemimpin muda yang kaya, kita melihat bagaimana uang dapat memperlemah dedikasi kita kepada Tuhan.
Orang Kristen perlu bertanya pada diri sendiri: Seandainya Tuhan mengambil semua sumber kekayaan saya, apakah saya akan tetap mengasihi-Nya dan tetap percaya kepada-Nya, atau apakah saya akan mengutuk-Nya karena mengambil berkat-berkat saya? Apakah sumber keuangan saya begitu penting sehingga bila Tuhan mengambilnya, saya tidak akan lagi percaya pada-Nya atau mau melayani Dia?

Kisah Ayub merupakan ilustrasi yang sangat baik tentang seorang percaya yang tidak membiarkan uang -- atau kekurangan uang -- menghalangi kasih-Nya kepada Allah. Istrinya berkata,
"Kutukilah Allahmu dan matilah!" Tetapi Ayub menjawab, "Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" (Ayub 2:9-10)
"Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" (Ayub 1:21)

Orang Kristen hendaknya mengetahui bahwa beberapa orang yang penting dan saleh saat ini menyimpulkan bahwa jika kita taat dan mempunyai iman yang kuat, Allah akan membuat kita semua menjadi orang kaya. Hal ini tidak diajarkan atau diberikan di dalam Alkitab.

Misalnya, orang-orang Kristen yang setia yang disebut dalam Ibrani 11 dengan jelas kehilangan semua harta milik mereka, tetapi orang tidak pernah dapat membuktikan bahwa mereka kurang iman ataupun tidak penting dalam pandangan Tuhan. Sudah tentu menggelikan kalau orang berpikir bahwa mereka tidak layak menerima kebaikan Tuhan karena mereka kehilangan segala sesuatu dan dianiaya. Jika saudara mengingat orang-orang saleh yang hidup di negara totaliter saat ini, atau orang-orang pada masa lalu yang kehilangan segalanya untuk Tuhan, -- tidak selayaknya kita berpendapat bahwa mereka bukan orang -orang beriman atau bahwa mereka kurang mempercayai Allah untuk dapat menerima berkat-Nya.

Saya tidak bisa menerima pendapat bahwa Allah akan membuat kita kaya dan sehat jika kita mempunyai cukup iman dan percaya kepada-Nya, melainkan Dia akan melengkapi beberapa orang di antara kita dengan sumber harta benda waktu kita melakukan penatalayanan yang sepatutnya dan bersedia menggunakan apa yang kita miliki sesuai dengan Alkitab.

Sering kali para pengkhotbah mendorong orang untuk memberi, dengan menegaskan bahwa Allah akan memberi kembali kepada mereka sepuluh kali lipat. Mereka mendasarkan pendapat ini pada Maleakhi 3:10,

"Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan."

Saya sungguh yakin bahwa Allah akan menyediakan kebutuhan kita jika kita setia dalam penatalayanan. Kadang-kadang kami mengalami hal berikut ini. Kami menyumbangkan uang, kemudian pada hari berikutnya tanpa disangka-sangka uang itu kembali dari sumber yang berbeda. Tetapi, ada kalanya juga ketika kami menyumbang, uang itu tidak kembali. Allah dalam pemeliharaan-Nya dapat melakukan hal-hal yang berbeda atau mewujudkan berkat dalam dimensi yang berlainan. Sebaliknya daripada uang, Ia dapat memberi kita suatu perasaan diberkati secara rohani.

Orang Kristen di Makedonia memberi meskipun "mereka sangat miskin" (2 Korintus 8:2). Tidak pernah dikatakan bahwa mereka memperoleh kembali apa yang mereka berikan secara materi, tetapi Allah toh memberkati mereka karena kesetiaan mereka. Uang bisa merupakan berkat, tetapi bagi orang Kristen uang sama sekali bukan berkat terbesar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar