Rabu, 22 Juli 2015

PERAN KAUM AWAM DALAM GEREJA (Tinjauan Teologis Kritis)

I. Pendahuluan

Pada umumnya dipahami bahwa warga gereja terdiri dari dua golongan, yakni mereka yang dipanggil penuh waktu untuk melayani atau pelayan yang ditahbiskan, dan anggota gereja biasa yang disebut “kaum awam”. Sebagai warga gereja biasa, mereka merasa sudah melakukan kewajibannya dengan setiap hari Minggu datang ke kebaktian dan memberi persembahan. Mereka merasa tidak berkewajiban melakukan pelayanan gereja, karena sudah ada orang yang lebih baik dan dikhususkan untuk itu. Sementara itu kehidupan keseharian mereka di tengah masyarakat, sama sekali tidak ada bedanya dengan orang lain, baik dalam cara mencapai tujuan maupun nilai-nilai yang dianut. Kaum awam cenderung larut dalam cara dan pola duniawi. Mereka seolah-olah hidup dalam dua dunia yang sama sekali berbeda, terpisah, yakni kehidupan gereja yang bersifat rohani dan kehidupan sehari-hari yang bersifat jasmani. Dua dunia dijalaninya secara terpisah dengan norma-norma yang terpisah dan dengan norma-norma yang berbeda.
Sebaliknya gereja juga cenderung memandang warganya sebagai objek pelayanan semata. Dari tahun ke tahun terlihat keragu-raguan gereja untuk menempatkan posisi yang jelas bagi kaum awam. Sementara itu gereja dalam pertumbuhan dan perkembangannya di dalam pembangunannya cenderung lebih mengutamakan sarana fisik dan besaran kuantitas jemaat dibanding kualitas jemaat. Pemberdayaan jemaat (kaum awam) sebagai warga gereja agak terabaikan dalam hal ini.

II. Pembahasan
Istilah “awam” dalam keseharian diartikan orang biasa atau bukan ahli. Misalnya, ketika ada perbincangan tentang arsitektur, kita yang bukan arsitek akan berkata, “Maaf saya hanya seorang awam,” artinya sebagai orang biasa atau bukan seorang ahli. Dengan demikian tidak cukup pantas berbicara tentang dunia arsitekur. Sehingga dalam pergaulan sehari-hari, ketika seseorang menyebut dirinya sebagai awam, terasa benar adanya perasaan lebih rendah dari mereka yang bukan awam, seolah-olah non-awam lebih berewenang untuk berbicara atau pun mengatur. Kaum awam tampak lebih rendah kedudukannya bila dibandingkan dengan mereka yang bukan awam.

2.1. Defenisi Kaum Awam
Dalam Alkitab istilah awam merupakan padanan dari kata laity yang merupakan terjemahan dari kata Laos (Yunani), yang berarti kumpulan orang (people). Istilah ini ditemukan dalam Septuaginta untuk menyebut umat Allah. Misalnya dalam Ul. 7:6 ditulis: Laos hagios en Kurio to Theo sou (LAI: “Engkaulah umat yang kudus bagi Tuhan Allahmu”). Dengan demikian awam atau lay person atau Laos berarti umat Allah yang kudus! Bahkan dalam Kel. 19:5-6, istilah ini menggambarkan Israel sebagai umat pilihan Allah dan umat perjanjian, dimana Israel akan dijadikan bangsa yang kudus dan kerajaan imam. 
Dalam Perjanjian Baru, laos dipahami sebagai mereka yang dipersatukan dalam tubuh Kristus lewat baptisan. Suatu makna yang amat jauh berbeda; yang satu pengertian umum mengandung nuansa merendahkan tapi yang satunya lagi bermakna amat luhur, yakni sebuah pengakuan menjadi umat pilihan Allah. Selain itu kata laos juga sering digunakan sebagai lawan kata ethne yaitu orang atau bangsa yang tidak mengenal Allah. Persoalan muncul ketika laos diartikan “anti kleros” atau anti pejabat gereja bahkan anti agama akibat konflik yang terjadi antara gereja Katolik dengan masyarakat modern pada waktu itu. Kata kleros yang berarti “penguasa” kekaisaran yang mengetahui peraturan pemerintah, sehingga mereka mempunyai kekuasaan. Sebagai lawan kata, di sini kata laos berarti “rakyat jelata”, yang tidak mengetahui peraturan pemerintah dan tidak mempunyai kuasa. Laos seolah-olah rakyat jelata yang harus tunduk dan bisa diperdaya oleh kleros. Sedangkan kleros adalah “penguasa yang bertindak sewenang-wenang”. Jadi dalam budaya Yunani-Romawi kata laos jelas berkonotasi merendahkan.
Dalam hal ini adalah relevan untuk menekankan kepada jemaat bahwa anggota jemaat adalah terutama laikos. Maksudnya bukan untuk memberi kepada kaum awam itu suatu status tinggi dan mulia, tapi untuk memeulai dari dasar yang sama bagi seluruh tubuh gereja ; dengan kata lain menjadi “laos” Allah. 

2.1.1. Pemahaman Gereja Tentang Kaum Awam
Pada akhir abad pertama dalam gereja terjadi penggunaan kata laos bukan dalam arti Alkitabiah, yaitu umat Allah, melainkan dalam arti seperti dalam pengertian budaya Yunani-Romawi, yaitu orang atau warga gereja yang tidak mengetahui ajaran gereja. Dengan demikian pengertian kaum awam telah lebih bias akibat pengaruh budaya Yunani-Romawi. Awam bukan lagi umat Allah yang kudus, suatu predikat yang membanggakan tetapi memberi makna “kaum yang lebih rendah” dan karenanya harus tunduk kepada kaum yang bukan awam. Padahal seharusnya awam diartikan sebagai umat Allah, apapun profesi keseharian mereka, laos adalah umat Allah yang kudus. Tetapi laos, umat pilihan Allah itu ada yang memberikan waktu sepenuhnya untuk hidup dan bekerja dalam lingkungan gereja, termasuk pelayan yang ditahbiskan, rohaniawan atau pendeta.

2.2. Kebangkitan Kaum Awam
Jika tanda penting dari gereja yang bertumbuh adalah seorang gembala sidang yang memanfaatkan karunia-karunia pemberian Allah untuk memimpin gereja menuju pertumbuhan, tanda yang kedua adalah kaum awam yang dikerahkan dengan baik. Yang satu tidak dapat berfungsi terpisah dari yang lain sama seperti peredaran darah dan pernafasan tak dapat berfungsi terpisah satu sama lain dalam tubuh manusia. 
Pembebasan kaum awam dimulai pada akhir 1960-an bersamaan dengan kesadaran umum di seluruh gereja-gereja di Amerika Latin dari hampir semua aliran terhadap pengajaran Alkitabiah tentang karunia-karunia rohani. Jika kita memandang ke belakang dari tempat kita sekarang yang menguntungkan, banyak diantara kita heran bagaimana mungkin selama sekian tahun dan bahkan abad, umat Allah mempunyai tingkat pengertian dan tingkat pengalaman yang begitu rendah dalam hal karunia-karunia rohani. Hal ini pasti mendukacitakan Allah, seperti juga mendukakan rasul Paulus pada waktu ia menulis kepada jemaat di Korintus, “sekarang tentang karunia-karunia roh, aku mau saudara-saudara, supaya kamu mengetahui kebenarannya” (1 Korintus 12:1).
Gereja secara konstan terus berubah. Dimana pun sebelumnya tidak nampak perubahan yang lebih nyata dari pada yang lebih nampak di dalam sikap gereja-gereja masa sekarang terhadap kaum awam. Di setiap komisi atau bagian dari gereja Kristen orang-orang awam mulai mendapatkan mereka yang selayaknya.
Sebelumnya memang sudah tercatat adanyanya gerakan kaum awam, misalnya di abad pertengahan dan selama zaman reformasi; serta inisiatif kaum awam yang mengarahkan timbulnya gerakan yang luar biasa di kaum muda dan misionaris secara internasional di abad ke-19 meskipun belum memancarkan kekuatannya. Tetapi semuanya terjadi secara spontan, peningkatan tenaga kaum awam dimulai dari bawah, dan mereka tidak mempunyai pilihan lain. Namun sekarang sikap acuh tak acuh sudah diganti dengan dorongan, keengganan diganti dengan rasa antusias. Sekarang ini kaum awam dipertimbangkan secara serius. Hal ini disebabkan oleh timbulnya kesadaran akan posisi mereka yang sebenarnya di dalam gereja.

2.3. Peranan Kaum Awam Dalam Alkitab
Sebenarnya bila digali lebih jauh maka di dalam Alkitab tampak peranan kaum awam yang sangat luar biasa. Namun ketika kaum awam “dikleroskan”, maka makna kaum awam itu menjadi bias. Berikut ini adalah beberapa peranan kaum awam di dalam Alkitab.

2.3.1. Peranan Kaum Awam Dalam Perjanjian Lama
Dalam keluaran 15:20 dikatakan, “lalu Meryam, nabiah itu, saudara perempuan Harun, mengambil rebana di tangannya, dan tampillah semua perempuan mengikutinya memukul rebana serta menari-nari”. Dalam hal ini tampak Meryam yang adalah seorang awam berperan sebagai pemimpin pujian atas kemenangan bangsa Israel dari pengejaran prajurit bangsa Mesir. Dalam hal ini jelas kita lihat bagaiman seorang awam juga bisa berperan di dalam peribadatan.
Selain dari pada itu kita juga melihat bagaimana peran kaum awam dalam zaman Nehemia, dimana kita ketahui pada zaman Nehemia keadaan kaum Israel sangat parah, baik secara mental, ekonomi, maupun kehidupan keagamaan. Sepertinya kaum Yahudi adalah kaum yang telah kehilangan identitasnya dan tidak bisa diharapkan lagi keberadaannya. Namun demikian Nehemia berhasil dalam memberdayakan kaumnya karena ia mampu menanamkan visi kepada seluruh kaum Yahudi yang akan dilibatkan dalam pekerjaan besar itu. Visi yang disampaikan bukanlah sekedar impian kosong, tetapi visi yang berorientasi pada perubahan situasi pada saat itu menuju pada hal yang lebih baik.
Dalam hal ini visi yang disampaikan Nehemia melibatkan seluruh kaum. Dengan demikian ia tidak sekedar berorientasi pada program kerja tetapi dia memberi penekanan pada pemberdayaan sumber manusia secara utuh. Nehemia tidak hanya tertarik pada selesainya proyek tembok Yerusalem, tapi juga memberdayakan kaum Yehuda yang tadinya dalam keadaan nista, menjadi sebuah bangsa yang bermartabat sekaligus menjadi umat perjanjian Allah. Pembaharun di bidang agama pun dilakukan dengan menertibkan fungsi Bait Allah kembali dari penyalahgunaan wewenang oleh Elyasib (Neh 13:4), dan pemberdayaan kembali para imam dan orang Lewi.
Dengan kata lain, Nehemia tidak hanya membangun kembali (rebuilding) tembok Yerusalem tapi ia juga memperbaharui (reform) Yehuda sebagai bangsa, seluruh tatanan kehidupan sosial pun mengalami perubahan termasuk kehidupan ekonomi yang lebih berkeadilan, mereka dibangkitkan kesadarannya sebagai bangsa yang bermartabat dan yang terpenting pelayanan Nehemia membangkitkan kembali (revival) kehidupan beragama ditandai dengan adanya kebangkitan dan pembaruan batin orang Israel, mereka pun bertekad untuk menaati hukum-hukum Allah, dan melihat sejarah bangsanya dalam lingkup perjanjian dengan Allah. Suatu tindakan pemberdayaan yang utuh atas kaum Yehuda. 

2.3.2. Peranan Kaum Awam Dalam Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru peranan kaum awam tampak dalam pelayanan Paulus. Dimana setelah Saulus bertobat di dalam pelayanannya dia bertemu dengan orang-orang (kaum awam) yang menolong dia dalam melaksanakan misinya. Adapun orang-orang tersebut antara lain :
1. Rekan sepelayanan Paulus seperti Silas. Dari Kis 15:40, kita tahu bahwa Silas dipilih Paulus menjadi teman seperjalannya ke Cyprus, yakni ketika mereka berpisah dengan Barnabas dan Markus. Jadi, Silas ikut dalam perjalanan Paulus, dan barang kali ikut mendirikan jemaat Korintus (1 Kor 1:9).
2. Pembantu Paulus di dalam pelayanannya antara lain, Timotius (yang juga disebut Paulus anakku yang kekasih dalam 1 Kor 16 dan juga dihargai sebagai pembantu), Titus (berasal dari seorang kafir yang dibaptis Paulus, Tit 1:4), Eratus (bersama dengan Titus diutus ke Makedonia, Kis 19:22), Tikhikus (bersama Timotius sebagai teman Paulus ke Anthiokia, Kis 20:4. Dalam Kol 4:20 dia disebut saudara kekasih, hamba Tuhan yang setia dan kawan pelayanan dalam Tuhan.), Onesimus (adalah budak Filemon yang disuruh pulang oleh Paulus dan diantar pulang oleh Tikhikus, Fil 8:20), Epafras (yang disebut sebagai pelayan Kristus yang setia, Kol 1:7), dan Epafroditus (yang disebut sebagai saudara dan teman seperjuangan Paulus, Flp 2:25).
3. Selain itu ada juga yang disebut Paulus sebagai teman seperjuangannya di dalam pelayannya antara lain: Aristakhus (teman seperjuangan Paulus dari Makedonia), Lukas (seorang tabib yang bukan Yahudi yang menemani Paulus dalam perjalanan kedua, Kol 4:14-16), Markus (adalah kemenakan Barnabas yang ikut perjalanan Paulus yang pertama juga pernah bersama Paulus di penjara, Kol 4:10), Trofimus (seorang Yunani yang bersama Paulus kembali ke Yerusem, Kis 20:4 ; 21:29). Dan yang terakhir adalah Priskila dan Akwila yang adalah para sahabat Paulus yang menemani dan membantu Paulus secara spiritual maupun material dalam menunaikan tugas kerasulannya. 

2.4. Tinjauan Teologis Kritis Terhadap Peranan Kaum Awam
Beberapa teolog berbicara mengenai “awam” tersebut. Kreamer mengatakan bahwa “laos adalah umat pilihan Allah dan dalam pemahaman ini maka semua anggota-anggota gereja adalah laos atau awam”. W. Robinson dalam bukunya Completing Reformation: The Doctrine of the Priesthood of all Belivers, mengatakan “kedua istilah kleros dan laos terdapat dalam PB tetapi walaupun kedengarannya aneh, kedua kata itu mengartikan orang-orang yang sama bukan orang yang berlainan. Sementara itu pemahaman gereja Roma menekankan bahwa kaum pejabat gereja, termasuk orang yang memilih hidup dalam biara, secara tegas terpisah dari kaum awam. Garis pemisahnya penahbisan, penekanan kedua kelas ini semakin membedakan kelas supra (tertinggi) dan kelas infra (terendah). Walaupun Paus Pius XII tanpa ragu-ragu, nampaknya ganjil bagi satu gereja yang begitu klerikal mengatakan : “kaum awam adalah gereja, dan gereja terdiri dari kaum awam”. Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa kaum awam adalah umat pilihan Allah yang berada dalam gereja bersama kaum rohaniawan yang ditahbiskan. Sedangkan Luther, dalam manifestasinya kepada kaum bangsawan Kristen mengumumkan “semua orang-orang Kristen adalah benar-benar imam, tidak ada perbedaan diantara mereka kecuali dalam hal jabatan. Setiap orang yang sudah dibaptis dapat berkata ia sudah ditahbiskan menjadi imam, uskup atau paus. 
Menurut penelitian, kedua belas rasul mempunyai waktu dan kedudukan yang khas dalam gereja. Sesudah Yesus disalibkan beberapa diantara mereka kembali ke dalam pekerjaan sekuler, namun dalam Kis 4:13; banyak orang heran atas pelayanan dan kesaksian Petrus dan Yohanes sebab mereka bukan terpelajar (agrammatoi) dan orang biasa (idiotai). Gereja memulai pekerjaannya dengan orang-orang “biasa”. Dalam 1 Kor 12 diakonia dan pelayanan, dapat diambil kesimpulan bahwa rasul-rasul, nabi-nabi, guru-guru, para penginjil dan lainnya (Ef 4:11) adalah kaum awam. Oleh karena itu peranan kaum awam sangat penting dalam gereja.
Dengan kata lain. Kaum awam tidak bisa dipisahkan dari gereja karena sebagai institusi terdiri dari dua golongan yaitu kaum awam dan pelayan yang ditahbiskan. Dari dalam Alkitab baik PL maupun PB tampak bahwa peranan kaum awam sangatlah penting dalam pelayanan. Kaum awam bukanlah sebuah satatus yang lebih rendah. Oleh karena itu kaum awam janganlah merasa inferior sambil berkata “maaf saya hanya seorang awam”. Kalimat ini sama saja seperti berkata, “maaf saya cuma umat Allah”. Padahal umat Allah adalah umat kepunyaan Allah sendiri. Seharusnya status ini diterima dengan penuh syukur dan kebanggaan. Dan bersyukur dan berbangga ketika kita termasuk laos, kaum awam itu.

2.5. Peranan Kaum Awam Dalam Gereja Masa Kini
Untuk dapat mamahami keberadaan kaum awan di dalam jemaat, perlu kajian penggolongan gereja berdasarkan system pemerintahannya, lalu kategori awam dan perannya dalam gereja.

2.5.1. Peranan Kaum Awam Dalam Pemerintahan Gereja
Secara umum sistem pemerintahan gereja digolongkan dalam tiga tipe, yaitu: klerikal, presbiterial dan laikal. Karakteristik klerikal peranan kaum awam yang sangat sedikit. Dengan kata lain pendeta juah berada di atas kaum awam. Segala sesuatu masih ditangani oleh pejabat gereja. Gereja yang termasuk tipe ini misalnya : Anglikan, Katolik Roma dan Ortodoks.
Tipe kedua adalah laikal dimana, peran kaum awam sangat menonjol. Tradisi, hirarki dan organisasi kurang dianggap penting. Gereja bergaya spontan, impulsife, dan improvisasi. Dalam ibadah Minggu misalnya tidak ada liturgi yang baku, sehingga kaum awam bisa lebih terlibat dan partisipatif. Yang termasuk golongan ini adalah gereja-gereja Pentakosta dan aliran sejenisnya.
Tipe ketiga adalah presbiterial, dimana kepemimpinan dipegang oleh sebuah majelis yang terdiri dari seorang pendeta dan sejumlah presbiter yang dipilih jemaat. Peran jemaat dalam gereja ini tampak dalam rapat rutin majelis, maupun rapat anggota. Hampir semua gereja protestan tergolong tipe presbiterial.

2.5.2. Kategori Dan Peranan Kaum Awam
Berdasarkan jenis keterlibatan mereka dalam jemaat, mereka digolongkan dalam tiga kategori, yaitu (i) pekerja gereja professional, yakni mereka yang berkarya di bidang administrasi, keuangan, maupun bidang kerja lainnya demi kelancaran kegiatan gereja dan mereka bekerja penuh waktu, serta mendapat imbalan sesuai standar peraturan gereja. (ii) Aktivitas melayani sebagai guru Sekolah Minggu, anggota paduan suara, komisi gereja, maupun pelayanan bidang laiannya dan mereka melayani secara sukarela dari waktu luangnya serta mereka tidak mendapat imbalan dari pihak gereja. (iii) Golongan terbanyak adalah jemaat yang hadir pada ibadah Minggu, namun mereka tiadak terlibat dalam dinamika kehidupan bergereja, mereka sekedar datang pada ibadah Minggu, mendengarkan firman, memberi persembahan, menikmati pujian lalu kembali ke dunia masing-masing.

2.5.3. Peranan Kaum Awam Di Tengah Masyarakat Masa Kini
Menurut Oldham (Joseph H. Oldham, seorang awam Anglikan Skotlandia, mantan missionaris India, serta pelopor gerakan okumenis abad ke-21) hakikat kehidupan bergereja bukanlah hanya pada pemberitaan firman Tuhan dan penyelenggaraan liturgis dalam prilaku sehari-hari. Gereja adalah suatu persekutuan dari orang-orang yang telah ditebus namun kemudian ditransplantasikan ke dalam dunia untuk menjadi terang. Dengan demikian ia langsung mengaitkan antara ibadah dan kerja. Keduanya bukanlah merupakan “departemen yang terpisah”, namun merupakan satu keutuhan. 
Jadi, awam bekerja dan berprofesi sebagai apappun juga, itu harus dilakukan dengan serius, penuh disiplin diri, dan penuh tanggung jawab, karena semua itu adalah tanggung jawab ibadah kepada Tuhan. Dengan demikian kerja dan profesi bukanlah hal yang terpisah dengan kehidupan ibadah setiap hari Minggu. Tapi apa yang dilakukan setiap hari sebagai awam dalam kerja kesehariannya seyogianya merupakan penegakan iman kepada Allah. Hal ini akan menghasilkan etos kerja yang berbeda dengan orang lain, yakni kerja keras, kasih dan kejujuran, dan sikap yang benar atas kedudukan dan materi.

III. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari pembangunan jemaat adalah pemberdayaan kaum awam. Hal ini harus dimulai dengan memberikan pemahaman yang benar, apa makna awam secara Alkitabiah, warga gereja sebagai umat pilihan Allah sendiri. Dengan demikian sebenarnya baik awam maupun pelayan yang ditahbiskan dihadapan Tuhan adalah sama, tidak ada yang lebih tinggi atau rendah. Warga gereja haruslah menyadari pangilannya sebagai awam. Apapun pekerjaan dan profesinya haruslah dipahami dan dijalani sebagai pannggilan Tuhan atas dirinya. Oleh sebab itu ia seyogianya menjalani keseharian dengan etos yang berbeda, ia melakukan pekerjaan sekulernya sebagai penghayatan imannya kepada Allah. Dengan demikian ia haruslah mewujudkan kebenaran Tuhan dalam profesinya, tidak hanya berorientasi pada keuntungan materi semata. Selain itu, awam juga harus mewujudkan etos yang berorientasi pada prestasi, kerja keras, dan sikap yang benar terhadap materi. Karena itu semua merupakan ibadah kepada Tuhan, dengan demikian awam bisa menyampaikan kesaksian hidup dan imannya bahkan menjadi garam dan terang dunia. Bagi awam tidak ada pemisahan kegiatan dalam dunia sekuler maupun ibadah Minggu di gereja, karena semuanya itu harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhan yang dipersembahkan kepada Tuhan. 

IV. Daftar Pustaka
The Catholic Encyclopedia, Vol. III. Online edition
The Ministry of Laity, www.presbiterian.cal/mcv/resource/laity/pdf
Bucy Ealph D., The New Laity Between Church and World, Waco: Wordsbooks, 1978
Dozier Verna, The Calling of the Laity, New York: An Alban Intitute Publication, tt 
Ismail Andar, Awam dan Pendeta Mitra Membina Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2000
Kraemer H., Teologia kaum Awam, Jakarta: BPK-GM, 2001
Sid Buzzel, The Leadership Bible
Stott John, Satu Umat, Malang: SAAT, 1997
Stuemple Herman G., Theological and Biblical Perspective, www. elca.org
Weber Hans Rudi, On Being Christian in the World : Reflectioan on the Ecumenical Discussion abouth the Loyality, www.wcc.coc.org
Wagner C. Peter, Gereja Saudara Dapat Bertumbuh, Malang: Gandum Mas, 1990
 David Baroes   http://img1.blogblog.com/img/icon18_email.gif


Tidak ada komentar:

Posting Komentar