BAHASA ROH (GLOSOLALIA)
I. Pendahuluan
Bahasa
 Roh merupakan sebuah istilah teologis yang perlu dipahami apa dasar 
biblisnya? Bagaimana latar belakangnya dan bagaimana maknanya dalam 
kehidupan jemaat Kristen? Di kalangan orang Kristen   sering kali 
bahasa  roh menjadi isu yang kontroversial. Sebagian pro dan sebagian 
kontra. Ada kelompok yang mementingkan bahasa roh dan mempraktekkannya, 
ada kelompok yang anti pati  dan menolak praktek bahasa roh. Untuk 
memahami apa makna istilah bahasa roh secara biblis, maka dalam hal ini 
akan dibahas dari tinjauan biblis. 
II. Terminologi
Istilah bahasa Roh atau bahasa lidah,  (glôssolalia, Yunani), secara eksplisit ungkapan ini tidak ada dalam Perjanjian Baru. Bahasa roh merupakan gabungan dari kata glôssa yang berarti lidah, organ tubuh yang digunakan untuk berbicara, dan kata kerja laleô, berbicara, berkata, mengeluarkan suara dari mulut.[1]
 Istilah ‘bahasa lidah’, ‘bahasa asing’, ‘bahasa roh’, dalam Perjanjian 
Baru menggunakan kata yang sama yaitu 'γλωσσα - glôssa', "lidah". Markus
 16:17 menulis 'γλωσσαις λαλησουσιν καιναις; glôssais lalêsousin 
kainais', "berbicara dengan lidah yang 'baru'"; Kisah Para Rasul 2:4 menulis 'lalein heterais glôssais', "berbicara dengan lidah yang 'lain'"
 Mulai Kisah Para Rasul 10:45 dan seterusnya tidak ada lagi kata 
'heterôs' (yang lain) maupun 'kainos' (yang baru), melainkan kata kerja 
λαλεω - laleô, "berbicara" dan 'γλωσσα - glôssa', "lidah".  Jadi,
 baik dalam Kisah Para Rasul maupun surat Korintus menggunakan kata dan 
ungkapan yang sama yang dewasa ini dikenal dengan 'γλωσσολαλια - 
glôssolalia'[2].
Jadi Ada dua jenis bahasa lidah, yaitu bahasa lidah yang dimengerti oleh orang lain (Kisah 2:4)[3] dan bahasa lidah yang harus ditafsirkan karena tidak dimengerti oleh orang lain (1 Korintus 14:2) [4]
Baik bahasa "lidah" atau karunia "lidah" dengan bahasa "roh" itu sama saja. Kedua-duanya diterjemahkan dari kata Yunani ‘glôssa’. Istilah bahasa lidah atau karunia lidah akrab bagi kalangan tempo dulu  yang
 akrab dengan Alkitab Terjemahan Lama, yaitu sebelum tahun 1974. Karunia
 roh dalam Kisah Para Rasul (dimengerti oleh orang lain) dan surat 
kiriman Paulus (tidak dimengerti oleh orang lain) menggunakan kata yang 
sama yaitu ‘glôssa’.[5] 
Bahasa
 lidah pertama kali dalam Kisah Para Rasul pasal 2 merupakan 
"bahasa-bahasa" (bentuk jamak), tidak berbeda dengan bahasa lidah dalam 
jemaat Korintus. Kedua-duanya tidak dimengerti oleh pembicara, dalam 
Kisah Para Rasul hanya dimengerti oleh orang lain, sedangkan dalam 
Korintus tidak dimengerti orang lain, oleh karena itu memerlukan 
penafsiran dan/atau penerjemahan. Kata Yunani 'hermêneia' di samping 
bermakna menafsirkan juga bermakna menterjemahkan (lihat, Yohanes 1:38; 
1:42; 9:7; Ibrani 7:2. [6]
Jadi glossolalia
 secara harafiah berarti “berbicara dengan lidah” atau “berkata-kata 
dengan bahasa”. Dalam kitab Perjanjjian Baru fenomena “glossoalalia” 
biasanya diungkapkan dengan menggunakan kata kerja “lalein” dengan kata 
benda “glossa” baik tunggal maupun jamak dalam kasus datif. Oleh sebab 
itu sering ditemukan ungkapan “lalein (en) glosse” yang berarti berbicara (berkata-kata) dengan (dalam) lidah (bahasa), atau “lalein (en) glossais“
 yang berarti “berbicara (berkata-kata) dengan (dalam) lidah-lidah 
(bahasa-bahasa)” (bnd. Kis 10:46; 19:6; 1 Kor 12:10.30; 13:1; 
14:2.4-6.9.13.23.27.39). Bila dilihat konteks penggunaan kata benda 
“glossa” menunjukkan tiga arti yang berbeda yaitu:[7]
1.      Arti fisiologis, yakni “lidah” sebagai “alat berbicara” manusia (bnd. Mzm 39; 52:4; Ams 6:17; 10:31; 17:4; Luk 1:64; 16:24). 
2.      Arti filologis, yakni “bahasa” sebagai “sarana” komunikasi” antar manusia (bnd. Yes 66:18; Dan 3:7). Dalam bahasa Ibrani bahasa adalah “leshonah”
 yang paling sering diterjemahkan “lidah”, yang ditujukan pada salah 
satu anggota tubuh yang menghasilkan perkataan (Hakim-hakim 7:5; 2 
Samuel 23:2) atau juga “bahasa” (Ester 1:22; 3:12; Yeremia 5:15; 
Yehezkiel 3:5,6). Kata Ibrani, leshonah ini diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani, “glossa”
 (bdg. Yesaya 28:11 dan 1 Korintus 14:21). Glossa juga berarti “lidah”, 
salah satu anggota tubuh (Markus 7:33,35), “lidah-lidah seperti nyala 
api” (Kisah Rasul 2:3), atau “bahasa” (Kisah Rasul 2:4,11; 10:46; 19:6. 
Kalau kita lihat dalam Kisah Rasul 2:4-11, para rasul berbicara dalam 
berbagai-berbagai bahasa secara ajaib. Di dalam ayat 6, orang-orang yang
 hadir pada hari Pentakosta itu masing-masing mendengar para rasul 
berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri. Bahasa yang terdapat dalam 
Kisah Rasul 2:4, 11, jelas adalah bahasa pribumi para penganut agama 
Yahudi yang datang untuk merayakan hari raya Pentakosta di Yerusalem[8].
3.      Arti pneumatologis,
 yakni “bahasa roh” (bnd. 1 kor 14:19.22.26) dalam hal ini berfungsi 
sebagai “wahana doa” manusia kepada Allah (bnd. 1 Kor 14:2.13; 2 Kor 
12:2-4)
Sehubungan dengan ketiga arti di atas, Paulus membedakan arti filologis dengan arti pneumatologis dengan menggunakan istilah “glossa ton anthropon” (bahasa manusia) dan “glossa ton angelon”
 (bahasa malaikat). Istilah “glossa’ dalam artian “bahasa roh” atau 
bahasa malaikat” merupakan “bahasa gaib” nampaknya sulit untuk dipahami 
(bnd. 1 Kor 12:2.916.19.23), maka perlu penafsiran atau penjelasan 
khusus untuk memahaminya (bnd. 1 Kor 12:10.30; 14:5.13.27-28). Keunikan 
bahasa gaib ini umumnya diungkapkan dengan menambahkan kata tertentu 
pada rumusan “lalein glossais”, contohnya: “lalein glossais kainais” yang berati “berbicara dalam bahasa-bahasa baru” (bnd. Mrk 16:17) atau “lalein heterais glossais” yang
 berarti “berbicara dalam bahasa-bahasa lain” (bnd. Kis 2:4). Dalam 
tulisan Injil Markus, untuk menunujukkan sifat keistimewaan dari bahsa 
gaib, Markus menambahkan kata sifat “kainos” yang berarti “baru”, sedangkan Lukas menambahkan kata sifat “heteros” yang berarti “lain”.[9]
Dalam
 pandangan Paulus “bahasa gaib” ini merupakan suatu “karunia Roh” (bnd. 1
 Kor 12:1; 14:1.12) atau “manipestasi Roh” (bnd. 1 Kor 12:7) yakni suatu
 “kharisma” yang dianugerahkan kepada oranag tertentu (bnd. 1 Kor 
12:4.28.30), demi kepentingan”pemberitaan Injil” (bnd. Mrk 16:15-18; Luk
 24:46-49; Kis 1:4-8; 2:1-13) dan pembanguan jemaat (bnd. 1 Kor 12:7; 
14:12.26). Karena “bahasa gaib” ini berasal dari Roh Kudus, maka lazim 
disebut “bahasa roh”, meskipun dalam teks aslinya hanya tertulis 
“glossa” yang secara harafiah berarti “lidah” atau “bahasa” atau bahasa 
roh (bnd. Kis 2:4;10:46; 19:6)[10]
 Pemahaman istilah “bahasa roh” menurut Lukas dalam Kisah Para rasul 
2:2-4, tidak lain tidak bukan adalah “bahasa yang dikaruniakan oleh Roh 
Kudus” sebagaimana yang dijanjikan oleh Yesus kepada para muridNya. 
Kehadiran Roh Kudus ditegaskan oleh Lukas dengan menonjolkan kedasyatan 
kedatangannya dalam wujud “bunyi seperti tiupan angin keras” dan 
“lidah-lidah seperti nyala api” (Kis 2:2-3), seperti ketika Allah 
menampakkan diri di gunung Sinai (bnd. Kel 19:16-20; Ul 4:11-12). 
Pengutusan Roh Kudus tersebut adalah supaya para murid-murid Yesus 
sanggup menjadi saksi-saksiNya (bnd Luk 24:46-49; Kis 1:4-8). Pemenuhan 
janji mengenai pengutusan Roh Kudu juga ditegaskan oleh Petrus (bnd Kis 
2:14-21), dengan mengutip nubuat nabi Yoel tentang “pencurahan Roh 
Allah” ke atas semua manusia, sehinggga mereka akan “bernubuat” seperti 
nabi (Yl 2:28-32). Pengutusan Roh Kudus juga ditegaskan oleh Yohanes di 
dalam Injilnya, dimana Yesus menjanjikan seorang “penghibur” 
(parakletos), yakni “Roh Kebenaran” (to Pneuma tes aletheias), 
yakni tidak lain adalah “Roh Kudus” ,Menurut Yesus Roh Kudus inilah yang
 akan selalu menyertai, mengajarkan, mengingatkan, bersaksi, mengisafkan
 dunia, memimpin para murid ke dalam kebenaran dan penghakiman, dan akan
 “memebritakan” kepada mereka hal-hal yang akan datang (bnd. Yoh 
14:15-17.25-26; 15:26-27; 16:7-15). Jadi menurut Lukas, dan Petrus 
maupun Yohanes, “bahasa Roh” adalah “karunia istimewa dari Roh Kudus 
untuk kepentingan pemberitaan Injil” tentang Yesus[11]. 
III. Latar  belakang fenomena Bahasa Roh
3.1.Perjanjian Lama
Dalam
 Perjanjian Lama fenomena bahasa roh menunjukkan “karunia Roh kenabian” 
yang memungkinkan orang untuk “bernubuat”. Misalnya dalam kitab Samuel, 
diceritakan “Roh Allah berkuasa atas Saul turut kepenuhan seperti nabi 
di tengah-tengah mereka (1 Sam 10:10). Selama Roh Allah memenuhi tubuh 
Saul, ia berubah menjadi manusia yang lain (bnd. 1 Sam 10:6). Kisah 
berikutnya, rombongan nabi yang dipimpin oleh Elisa sering “kepenuhan 
roh” dan “berbicara aneh”, sehinga dianggap orang-orang gila ( bnd 2 Raj
 9:11). Jadi dapat disimpulkan bahwa fenomena “kepenuhan roh” atau 
“kerasukan roh” yang membuat orang mampu untuk “bernubuat” atau 
“berkata-kata dengan bahsa roh”, suadah terjadi sejak zaman dahulu kala[12].
3.2.Perjanjian Baru
3.2.1.      Kisah Para Rasul
Pencurahan
 roh berkaitan erat dengan “tugas kenabian’ kepada orang banyak. 
Korelasi “pencurahan roh” dengan “tugas kenabian” ini jelas ditegaskan 
oleh Petrus dalam khotbahnya pada hari  Pentakosta di Yerusalem (bnd. Kis 2:14-21). Paulus dalam suratnya menegaskan  hubungan
 langsung antara “tugas kenabian” dan “karunia bahasa roh” ditegaskan 
dalam suratnya secara khusus kepada jemaat di Korintus (bnd. 1 Kor 
14:21-22), dengan mengutip nubuat Yesaya kepada bangsa Israel ( bnd. Yes
 28:11-12)[13]
Menurut Kisah para Rasul fenomena bahasa roh pertama kali muncul dalam jemaat Kristen pada “perayaan pentakosta di Yerusalem
 (Kis 2:1-4). Peristiwa itu dilukiskan oleh Lukas sangat monumental 
(bnd. Kis 2:4). Banyak orang yang tercengangra mendegar “bahasa roh”. 
Lukas juga mengisahkan kejadian serupa  tentang kisah Kornelius di Kaisarea sekeluarga (bnd. Kis 10:1-48), dan kisah tentang murid-murid di Efesus
 (bnd. Kis 19-1-12). Melalui ketiga kisah ini, Lukas hendak menekankan 
karya Roh Kudus bagi orang-orang beriman, baik yang dibabtis maupun yang
 belm dibabtis. Pada peristiwa Pentakosta di Yerusalem, Roh Kudus 
membrikan karunia khusus kepada para rasul untuk “berkata-kata dalam 
bahasa lain’ (Kis 2:4) “tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan
 Allah” (Kis 2:11) kepada orang-orang Yahudi yang berasal dari seluruh 
penjuru dunia. Karunia bahsa roh yang diberikan kepada para rasul, 
supaya mereka dimampukan untuk memberitakan Injil kepada Yahudi yang 
seang berkumpul di Yerusalem (bnd. Kis 2:5). Berkat karunia bahsa roh 
yang diterima oleh para rasul, banyak orang Yahudi yang bertobat pada 
waktu itu.[14]
3.2.2.      Konteks pemahaman “bahasa roh” dalam jemaat Korintus (1 Kor 12-14)
Berbicara
 dalam bahasa roh ialah suatu karunia Roh yang disebutkan dalam Mrk 
16:17; Kis 10:44-46; 19:6, lalu dibicarakan dalam Kis 2:1-13 dan I Kor 
12-14. Tatkala murid-murid yang telah berkumpul dan dipenuhi dengan Roh 
Kudus pada hari Pentakosta, mulailah mereka ‘berkata-kata dalam 
bahasa-bahasa (glossai) lain seperti yang diberitakan oleh Roh 
itu kepada mereka untuk dikatakannya’(Kis 2:4), sehingga banyak orang 
Yahudi dari luar Palestina tercengang mendengar puji-pujian bagi Allah 
dalam bahasa-bahasa (glossa. Ayat 11) dan dialek-dialek yang dipakai di negeri mereka sendiri.[15] 
Peristiwa
 bahasa lidahdalam  Kisah Para Rasul hanya terjadi tiga kali dan hanya 
dialami oleh sekelompok orang saja.  Yaitu 120  murid Tuhan yang berdoa 
bersama di Yerusalem, Kornelius dan rekan-rekannya  serta  murid- murid 
di Efesus. Jadi bukan setiap orang Kristen dikaruniai atau dapat 
berbahasa lidah dan tidak terjadi berulang-ulang atau setiap kali dalam 
Kebaktian bersama! Sehingga dapat disimpulkan bahwa Bahasa Lidah yang 
terjadi dalam Kisah Rasul berbeda dengan Bahasa Lidah yang dipraktekkan 
dalam Jemaat Korintus[16]
Bahasa roh dalam Kisah Para Rasul berbeda dengan bahasa roh yang terdapat pada 1 Kor 13-14 dari beberapa segi:[17]
a.       Di
 Yerusalem, Kaisarea dan Efesus, bahasa roh itu dipakai untuk semua 
orang sebagai tanda bahwa mereka orang percaya, sementara di Korintus 
dipakai oleh pribadi yang memiiki karunia tersebut.
b.      Bahasa
 Roh dalam Kisah rasul tidak perlu diterjemahkan sementara di Korintus 
harus diterjemahkan, yang bertujuan untuk penginjilan dan pembangunan 
jemaat.
c.       Bahasa
 roh di Yerusalem, Kaisarea, dan Efesus adalah bahasa manusia sedangkan 
dalam Korintus bukan bahasa manusia dan membutuhkan karunia khusus dari 
Roh untuk menterjemahkan
Dalam
 surat pertama Paulus kepada jemaat Korintus, mengisyaratkan bahwa 
fenomena bahasa roh tidak hanya terjadi di Yerusalem, Kaisarea, dan 
Efesus, tetapi juga di Korintus. Glôssolalia yang timbul di Korintus 
dalam beberapa segi berbeda dari yang diterangkan dalam Kitab Kisah Para
 Rasul di Yerusalem, seperti yang di Kaisarea dan Efesus, seluruh 
kumpulan menerima karunia yang diinginkan itu (1 Korintus 12:10,30). 
Nampaknya dalam Kitab Kisah glôssolalia merupakan pengalaman mula-mula 
yang bersifat sementara dan yang tak dapat ditolak, tetapi di Korintus 
terletak dibawah kuasa si pembicara dalam bahasa roh itu (1 Korintus 
14:27-28 ). 
Saat
 Pentakosta ‘kata-kata Roh’ itu segera dimengerti oleh pendengar, tapi 
di Korintus karunia tambahan untuk menafsirkannya harus ada untuk 
membuatnya dapat dimengerti (Ayat 5,13,27). Hanya pada peristiwa 
Pentakosta berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain disebut secara khusus. 
Tapi dimana-mana glôssolalia dilukiskan sebagai terdiri dari ucapan yang jelas dan bermakna, yang diilhamkan Roh Kudus dan digunakan terutama dalam ibadah (Kisah 2:11; Kisah 10:46; 1 Korintus 14:2, 14-17, 28 ).
Bahasa-bahasa
 roh, bermacam-macam sifatnya (1 Korintus 12:10). Di Korintus agaknya 
bahasa roh itu bukan bahasa asing, yang dinamai Paulus dengan kata lain 
(phone , 1 Korintus 14:10-11), sebab yang harus ada untuk memahaminya 
bukanlah kepandaian ilmu bahasa, tetapi suatu karunia khusus (bnd. 1 Kor
 14:10-19).
Bahasa
 roh itu bukan hanya suara-suara yang tak berarti yang bersifat 
kesurupan, walaupun nalar budi si pembicara tidak berkenan (ayat 13-14) 
dan ucapan-ucapannya tetap tidak dapat dimengerti bahkan olehnya 
sendiripun, jika tiada yang menafsirkan, sebab kata-kata (ayat 19) dan 
maknanya (ayat 14-17) tetap diakui, dan bahasa roh yang sudah 
ditafsirkan sama nilainya dengan nubuat (ayat 5). Suatu bentuk bahasa 
tertentu diisyaratkan oleh kata Yunani untuk ‘menafsirkan’, yang 
dimanapun dalam PB terkecuali Lukas 24:27, selalu berarti 
‘menterjemahkan’. (bnd. 1 Kor 12:10)
Ada hal menarik jika ingin mengkaji kata "yang lain" menurut 1 Korintus 12:10. Bahasa Yunani menggunakan dua kata yang bermakna "yang lain"
 yaitu 'allôs' dan 'eterôs'. Ilustrasinya demikian : Jika seseorang 
menawarkan buah mangga kepada saya dan saya minta 'allôs', berarti saya 
minta "mangga" yang lain, namun jika saya minta 'eterôs', berarti saya 
minta "buah" yang lain (yang bukan mangga), barangkali jambu. Nah, baik 
mujizat, nubuat, dan penafsiran bahasa lidah menggunakan kata 'allôs', "yang lain" dari jenis yang sama, tetapi khusus untuk bahasa lidah itu sendiri menggunakan kata 'eterôs', "yang lain"
 dari jenis yang berbeda. Yang tidak kalah menarik adalah bentuk tunggal
 dan jamak, hanya dua saja yang ditulis dalam bentuk tunggal yaitu 'prophêteia', "nubuat", dan 'hermêneia', "penafsiran";
 yang lain ditulis dalam bentuk jamak. Jadi, seseorang dapat mengadakan 
banyak mujizat, yang lain dapat berkata dalam banyak bahasa lidah, 
tetapi hanya satu nubuat dan satu penafsiran saja bagi yang lain pula. 
Rupanya
 ada jabatan penafsir dalam jemaat mula-mula, yang bertugas secara resmi
 menafsirkan ucapan-ucapan dalam bahasa lidah yanag terjadi pada waktu 
pertemuan jemaat (1 Kor 12:30; 14:28).  Nampaknya di 
Korintus banyak anggotaa jemaat berbasaha lidah ( 1 Kor 14:23), namun 
hanya beberapa orang yang mendapat karunia penaafsiran ( 1 Kor 14:28).  Namun
 dalam Alkitab tidak ada disebutkan secara langsung bagaimana teknis 
terjadinya penfsiran bahasa lidah. Namun dapaat disebutkan penafsiran 
bahasa lidah adalaha karunia, yaitu suatu ilham dan tidak merupakan 
pengertian intelektual.  Sebagaimana Roh mendorong manusia  berbahasa
 lidah demikian juga Roh mendrong seseorang untuk menafsirkan bahasa 
lidah tersebut. Penafsiran itu bukanlah terjemahan bahasa-bahasa manusia
 yang biasa ke dalam bahsa lain, melinkan suatu penjelasan atau 
penguraian yang mengungkapkan inti ucapan bahasa lidah tersebut.[18]
Dengan
 demikian dapat dipahami bahwa karunia berbahasa roh dan penafsiran 
bahasa roh itu harus berjalan sejalan. Karena apa gunanya suatu 
perkataan yang tidak jelas artinya diucapkan? Tentulah hal ini tidak 
berguna, kecuali ada orang yang dapat menafsirkannya atau ia sendiri 
juga dapat menafsirkannya. Untuk itulah Allah memberi karunia yang 
disebut ‘penafsiran bahasa-lidah’ (I Kor 12:10)  
Karunia
 penafsiran bahasa roh itu merupakan ucapan ilahi melalui Roh yang 
memberikan arti terhadap suatu ucapan dalam bahasa lain. Ia bukan 
merupakan terjemahan bahasa roh, melainkan ia merupakan tafsiran dari 
bahasa roh, yang juga merupakan suatu ilham tersendiri, dan tidak 
merupakan pengertian intelektual akan bahasa-lidah, sebagaimana Roh 
mendorong seseorang berdoa dalam bahasa lidah maka Roh yang sama akan 
mendorong seseorang memberi pengertian bahasa lidah tersebut.[19]
  Karunia
 tentang penafsiran bahasa roh ini merupakan karunia yang paling rendah 
tingkatannya dari deretan karunia-karunia yang lainnya, sebab ia tidak 
dapat bekerja tanpa adanya kegiatan bahasa roh. Tujuan daripada karunia 
ini ialah untuk memberikan kepada karunia bahasa roh itu pengertian yang
 dapat dipahami bagi para pendengarnya agar supaya sidang jemaat maupun 
pemilik dari karunia itu dapat mengetahui apa yang telah dikatakan oleh 
dirinya, sehingga dengan demikian iman mereka dapat dibangunkan. [20]
 Oleh karena itu karunia-karunia Roh harus diusahakan untuk dipergunakan
 membangun jemaat. Jadi siapa yang berkata-kata dalam bahasa roh, 
haruslah berdoa agar diberikan juga karunia untuk menafsirkannya.[21]
Karunia berbicara dalam
 bahasa roh sebenarnya mirip dengan karunia nubuat karena karunia ini 
menyampaikan pesan Tuhan. Hanya pesan Tuhan itu disampaikan itu dalam 
rupa bahasa roh, sehingga baru bisa dimengerti jika disertai karunia 
tafsirannya. Ini berbeda dengan karunia berdoa dalam bahasa roh yang 
merupakan suatu karunia untuk berdoa secara adikodrati. Dengan karunia 
berdoa dalam bahasa roh ini, roh kitalah yang—dengan dibantu oleh Roh 
Kudus-berdoa kepada Allah, sedang akal budi kita tidak ikut berdoa. Maka
 karunia berdoa dalam bahasa roh ini memang tidak dapat dimengerti oleh 
akal budi (bdk. 1Kor 14:2.14; Rm 8:26). Roh berdoa untuk kita, artinya 
kata-kata yang tidak mampu diucapkan manusia, namun Roh menyambut 
keluhan kita dan menyalinnya ke dalama bentuk yang sesuai dengan 
kehendak Allah, sehingga layak didengarkan oleh Tuhan.[22]
 Walaupun doa bahasa roh pertama-tama adalah doa pujian, namun doa 
bahasa roh ini juga merupakan doa permohonan yang sangat efektif. Letak 
“ke-efektifan-nya” ada pada Roh Kudus yang membantu roh kita untuk 
berdoa (bdk. Rm 8:26). Seringkali, dengan akal budi kita, kita tidak 
mengerti apa yang menjadi inti permasalahan seseorang ataupun inti 
permasalahan kita sendiri sehingga kita tidak tahu bagaimana atau apa 
yang harus didoakan. Dengan karunia doa yang adikodrati (melampaui 
kodrat) ini, Roh Kudus membantu kita melampaui/mengatasi hambatan dalam 
akal budi ini dan langsung mengajar roh kita bagaimana harus berdoa. 
Manfaat doa bahasa roh sebagai doa permohonan pun bisa kita alami dalam 
acara doa bersama. Dalam acara doa bersama, bisa terjadi seseorang 
didorong untuk mengajak mendoakan sesuatu/seseorang secara bersama-sama,
 maka ia bisa mengajak, “Marilah kita berdoa bagi ….”dan jemaat kemudian
 mengikuti ajakan itu dengan berdoa dalam bahasa roh bersama-sama[23]
Sehubungan dengan pengunaan karunia bahasa roh, Paulus mengajukan tiga prinsip umum yang harus dipegang oleh Jemaat[24]:
a.       Penggunaan
 karunia bahasa roh harus bermanfaat dalam pembangunan jemaat dalam 
kasih (bnd. 1 Kor 13:1-13; 14:4-5.17-19.26; Ef 4:16; Kol 3:14). Apabila 
karunia bahsa roh hanya bermanfaat bagi individu, maka hal itu 
bermanfaat dalam pembangunan jemaat.
b.      Penggunaan karunia roh hendaknya memelihara dan menjaga ketertiban dalam ibadah bersama (bnd. 1 Kor 14:13-19.23-33.40)
c.       Penggunaan karunia roh harus disertai dengan penggunaan karunia penfsiran bahasa roh (bnd. 1 Kor 14:27)
IV. Pemahaman Gereja Kharismatik tentang Bahasa Roh
Berbicara
 mengenai Bahasa Roh, maka arah pikiran dan tujuan seseorang langsung 
mengarah kepada Gereja yang beraliran Kharismatik, karena inilah yang 
menjadi ciri khas dari gereja kharismatik.
 Menurut keyakinan mereka, berkata-kata dalam Bahasa Roh ialah 
berkata-kata dengan roh manusia (yang berbicara kepada Allah ialah roh 
manusia). Dalam gereja kharismatik konsep-konsep glossolalia/bahasa roh 
sebagai “bahasa-yang-diilhami-Allah” maupun bahasa Roh sebagai “Praktek 
Kristiani yang relevan/sah” belum  dapat diterima secara umum.[25] Umumnya Bahasa Roh/Bahasa-Lidah  sangat jarang disebutkan dalam Alkitab, namun hal itu tidak berarti bahwa bahasa-lidah kurang penting. Secara temporer bahasa-lidah telah muncul sepanjang sejarah gereja, tetapi boleh dikatakan bahwa sampai dengan abad ke-19
 bahasa-lidah hampir tidak dikenal oleh sebagian besar orang Kristen. 
Sedangkan sejak tahun 1901 karunia bahasa-lidah telah menjadi ciri khas 
jemaat-jemaat Pentakosta dan Kharismatik, sehingga jutaan manusia telah 
mengalaminya pada abad ke-20[26]
Menurut
 aliran ini, gereja adalah suatu persekutuan kharismata, persekutuan 
orang-orang percaya yang menerima berbagai karunia dari Yesus Kristus. 
Maksud dan tujuan gerakan ini adalah memberikan kepada anggota-anggota 
jemaat suatu penghayatan iman yang lebih intensif. Penghayatan ini 
disertai dengan rupa-rupa karunia yang tidak lazim lagi dalam banyak 
Gereja pada waktu itu, seperti :bahasa Roh, nubuat, penyembuhan orang sakit, dan lain-lain. Secara khusus Gereja  kharismatik
 telah memberikan dampak yang besar dalam kehidupan semua gereja, 
gerakan ini juga telah menimbulkan inspirasi dan kebangkitan kembali 
hidup kerohanian yang banyak dibutuhkan di antara gereja-gereja dan para
 individu. Gerakan kharismatik adalah suatu aliran gereja yang selalu 
mengandalkan kharismata, yang merupakan pemberian Allah melalui Roh 
Kudus. [27]
a)      Menyanyikan lagu pujian dengan penuh semangat secara berulang-ulang. 
b)      Berdoa panjang dan mengutarakan isi hati dengan penuh perasaan dan penghayatan.
c)      Memiliki semangat yang tinggi untuk melayani dan bersaksi, 
d)      Memberi perhatian penuh tentang masalah-masalah eskatologi
e)       Keterbukaan hati dapat menerima kuasa Roh Kudus saat menyanyikan lagu pujian
f)        serta yang menjadi salah satu ciri utama dari gereja kharismatik adalah berkata-kata dalam Bahasa Roh 
Bahasa Roh
 merupakan suatu ucapan atau ungkapan, yang pengertiannya tergantung 
pada si pendengar dan konteksnya, bisa sebagai bahasa asing (xenoglossia),
 bisa sebagai suku-suku kata yang tampak tidak berarti, atau sebagai 
bahasa mistis yang tidak dikenal; di mana ucapan atau ungkapan ini 
biasanya muncul sebagai bagian dari penyembahan religius (glossolalia religius). Dalam pemahaman jemaat tentang bahasa Roh, gereja kharismatik membuat 4 tipe atau tingkatan dalam berbahasa lidah, yakni :[29]
- Berbahasa lidah yang sulit di pahami, suara tidak jelas, ungkapan kata, vokal, bunyi tidak jelas (Inarticulate sound or littering)
 - Suatu ungkapan kata di mana setiap awal suku kata sama bunyinya (Articulate sound or pseudo language)
 - Kata yang diungkapkan yang kedengarannya sudah seperti bahasa, walaupun arti dan maknanya tidak dimengerti (Articulate and combained language – like sound, or a fantasy language)
 - Bahasa yang diungkapkan, yang memang benar-benar bahasa dari suatu suku bangsa tertentu, yang merupakan bahasa asing dan yang tidak dimengerti oleh yang berbahasa lidah itu (Automatic speech in a real language)
 
Dengan
 pemahaman ini maka menurut pemimpin-pemimpin gerakan kharismatik 
berkata-kata dengan bahasa roh itu tidak ada sangkut pautnya dengan 
luapan emosi seperti yang lebih banyak dilaksanakan pada saat sekarang 
ini. Kesalahan separuh pengikut gerakan kharismatik itu ialah : dalam 
doa mereka-khususnya di kumpulan-kumpulan doa-mereka terlampau banyak memberi diri mereka dikuasai dan dipimpin oleh emosi mereka.
 Apa yang mereka lakukan itu, menurut ajaran dari gerakan kharismatik 
adalah suatu penyalahgunaan dari karunia berbahasa roh. Akan tetapi yang
 penting diperhatikan dalam hal ini yaitu : Arahkanlah pikiranmu kepada Allah, kalau engkau mau berkata-kata dengan bahasa roh
 karena apabila suasana hati telah dikuasai perasaan emosi yang 
berlebihan maka hal ini dapat menjadi halangan besar untuk menerima Roh 
Kudus. [30] Ajaran kharismatik membedakan dua macam karunia bahasa roh, yaitu karunia bahasa roh
 untuk membangun diri sendiri dan oleh karena itu tidak perlu 
ditafsirkan karena karunia ini dapat diberikan dimana saja. Yang kedua 
yaitu untuk membangun jemaat dan karena itu harus ditafsirkan. 
Karunia bahasa roh ini biasanya diberikan dalam ibadah-ibadah jemaat 
atau dalam pertemuan-pertemuan Kristen lain yang diperuntukkan bagi 
orang-orang yang belum percaya. [31]
Dalam
 pandangan gereja Kharismatik orang-orang yang berpegang pada firman 
Tuhan akan mengalami kesempurnaan kekal apabila seseorang telah 
mengalami kehadiran roh kudus, telah dipenuhi oleh Roh Kudus untuk 
melakukan bahasa roh dan penyembuhan ilahi. Gerekan kkarismatik yang 
funmental membangun ajarannya dari Rom 12 dan 1Ko 12:4[32] Menurut kharismatik penerimaan Roh Kudus adalah bukti penerimaan baptisan roh yang disertai dengan karunia berbahasa lidah. Namun menurut salah seorang tokoh kharismatik bernama Dennis Bennet mengatakan bahwa “berkata-kata dengan bahasa roh itu bukan syarat untuk mendapat keselamatan”.
 Dan juga bukan syarat untuk menerima Roh Kudus. Menurut ajaran gerakan 
ini juga bahwa tiap-tiap orang yang telah dibabtis dengan Roh Kudus 
dapat berkata-kata dengan bahasa roh[33] Lebih dalam menurut Dennis Binnet ‘yang berkata-kata dengan bahasa roh bukan Roh Kudus tetapi roh kita”.
 Roh Kudus hanya menginspirasi roh kita dan kita sendiri yang harus 
mengawasi roh kita itu. sekali lagi diingatkan bahwa Tuhan tidak memaksa
 siapapun. Ia hanya memberikan karunia bahasa roh kepada kita, kalau 
kita menghendakinya[34]            
V. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, penulis menyimpulkan beberapa hal:
Pertama,
 natur bahasa roh yang dikaruniakan Roh Kudus kepada orang percaya 
adalah kemampuan seseorang untuk mengucapkan bahasa asing tanpa terlebih
 dahulu mempelajarinya. Bahasa asing yang dimaksud adalah bahasa manusia
 yang dapat dimengerti oleh pemakai aslinya. 
Kedua,
 Roh Kudus memberikan karunia ini dengan dua tujuan: sebagai alat untuk 
mengabarkan injil dan sebagai alat untuk membangun jemaat. Oleh sebab 
itu, setiap aplikasi dari karunia ini harus diterapkan dalam koridor dua
 tujuan pemberian di atas jika tidak maka akan menimbukan skandalon 
dalam jemaat. Bahasa roh bukan menjadi penentu untuk membuktikan bahwa jemaat  beriman kepada Allah.
Ketiga,
 karunia bahasa roh dapat disalahgunakan, baik untuk tujuan 
menyombongkan diri dengan menjadikan karunia berbahasa roh sebagai bahan
 pertunjukan maupun dalam bentuk “kebodohan,” yakni mengucapkan 
kata-kata yang tidak dimengerti baik oleh pembicara maupun pendengar, 
sehingga apa yang dilakukan tidak mencapai tujuan apa pun juga serta 
tidak membawa manfaat kepada siapa pun juga. 
Keempat,
 karunia bahasa roh tidak dapat dijadikan baik sebagai tolok ukur 
tingkat kerohanian—apalagi sebagai prasyarat keselamatan—seseorang, 
maupun alat untuk mencapai kebangunan rohani sebuah Gereja, karena 
karunia ini diberikan bukan untuk tujuan tersebut.
 Karunia bahasa roh tidakberfungsi sebagai penentu tingkat spiritualitas
 seseorang. Zaman ini,terdapat kelompok-kelompok tertentu yang 
mengajarkan bahwa kemampuan berbahasa roh merupakan tanda tingginya 
tingkat kerohanian seseorang, bahkan tidak sedikit yang menjadikannya sebagai prasyarat untuk menerima keselamatan.