BAB I
1. 1. Latar belakang
masalah dan alasan memilih judul
Akhir zaman (eskaton) merupakan
salah satu pokok penting dalam teologi sistematika. Dalam urgenitasnya topik “akhir
zaman” sering menjadi perdebatan di tengah-tengah kehidupan jemaat Kristen, dan
perbedaan paradigma akhirnya menimbulkan masalah dalam sikap. Secara etika,
implikasi terhadap makna pengharapan iman akan akhir zaman merupakan sesuatu
kebutuhan yang sangat bernilai dalam kehidupan manusia, khususnya umat Kristen.
Dalam hal inilah ajaran agama memiliki korelasi dengan sikap dan tindakan
manusia, dengan demikian nilai spritualitas[1]
orang Kristen pada hakikatnya dibangun berdasarkan konsep dan pemahaman ajaran
keagamaannya. Tidak dapat dipungkiri rumusan sebuah kebenaran iman yang menjadi
doktrin dalam kekristenan nampaknya selalu ada perbedaan dan bahkan ada pertentangan satu dengan yang lain. Maka indikasi
dari perbedaan itu melahirkan implikasi sikap yang berbeda pula dalam komunitas
orang Kristen. Akan tetapi, sikap etis umat Kristen merupakan konsekwensi dari
pertanggung jawaban imannya dari apa yang ia terima dan ia pahami.
Dalam
komunitas orang Kristen, khususnya kaum awam pemahaman mereka akan sebuah
kebenaran ajaran agama dan pengharapan imanya tentunya dibangun berdasarkan apa
yang mereka terima, baik secara lisan dan tulisan. Oleh sebab itu bagaimanakah sikap
orang Kristen menghadapi akhir zaman? Banyak para ahli teologi memberi
perhatian untuk membahas topik akhir zaman. Namun pendekatan yang berbeda untuk
memahami iman Kristen tentang akhir zaman
pada akhirnya menimbulkan berbagai pandangan muncul di kalangan para
teolog.
Pada dasarnya manusia memang tidak
mengetahui kapan datangnya akhir zaman. Bahkan masa depan hidup manusiapun, secara
pasti tidak dapat dibuktikan secara faktual. Dengan demikian setiap pengetahuan
dan masalah yang muncul tentang keberadaan manusia di masa depan, dalam arti
tertentu akan menyita perhatian manusia. Tidak dapat dipungkiri di
tengah-tengah kehidupan umat Kristen pengharapan akan akhir zaman menjadi pusat
perhatian dewasa ini.
Dalam tulisan ini berbicara pengharapan iman
Kristen, sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa fokus utamanya adalah
menyoroti tentang akhir zaman (eskatologi). Dalam teologi sistematika: secara dogmatis,
kajian terhadap eskatologi pada hakikatnya menggumuli masalah bagaimana makna
Firman Tuhan dalam konteks masa kini, dan secara etis melihat bagaimana implikasinya
dalam kehidupan orang percaya. [2]
Oleh sebab itu secara sistematis perlu merumuskan pokok-pokok ajaran iman Kristen dan
etisnya bagaimana hal tersebut menjadi pedoman serta sikap dalam perilaku orang
Kristen.
Sikap etis
sangat dibutuhkan, untuk menyikapi diskusi tentang akhir zaman yang selalu
merupakan bahan spekulasi yang ramai dibicarakan oleh kalangan akademisi,
teolog, serta orang percaya. Ironisnya banyak orang terjebak dan mengatakan,
“Akhir zaman akan terjadi disini atau disana, pada hari, jam, menit, dan detik
ini dan itu”. Asumsi atau interpretasi seperti ini secara iman kristiani perlu
dihindarkan, dan bahkan dapat dikatakan sangat keliru sebab waktu akhir zaman,
kedatangan Tuhan tidak dapat ditentukan oleh manusia (bnd. 1 Tes 5:1-2).
Meskipun demikian ternyata tidak dapat
dihempang munculnya penekanan tertentu dalam ajaran kekristenan. Klaim tentang
akhir zaman menjadi fenomena sosial yang terjadi dewasa ini, di mana adanya
keyakinan-keyakinan tentang akhir zaman dikalangan Kristen Protestan sangat berbeda-beda,
khususnya aliran Kharismatik. Adanya kepercayaan orang-orang Kristen yang
memahami bahwa pada akhir zaman nanti akan terjadi suatu peristiwa secara
adikodrati, dimana orang-orang percaya akan dikumpulkan ke surga oleh Yesus dalam suatu peristiwa yang
disebut pengangkatan. Artinya
tanda-tanda akhir zaman akan didahului suatu peristiwa-peristiwa besar.
Pemahaman ini bertolak dari penafsiran dan pemahaman terhadap ajaran Alkitab,
dasar yang sering dipergunakan adalah Matius 24-25; Markus 13 dan Lukas 21,
serta Kitab Wahyu.[3] Selain
itu, fenomena sosial yang perlu
dicermati adalah masalah Gereja kharismatik yang sangat menekankan ajaran akhir
zaman, kedatangan Yesus keduakalinya. Iman dan pengharapan jemaat diarahkan
kepada suatu penantian bahwa waktu akhir zaman sudah dekat.[4]
Misalnya
pada awal abad ke 19 dikalangan kaum Injili (yakni yang bersemangat dalam
kebangunan rohani) terdapat penekanan yang kuat atas penelahaan bagian-bagian
khusus Alkitab yang berbicara mengenai Advent
Kedua (parousia), yakni kedatangan Tuhan Yesus kedua kali, dan eskaton
(akhir zaman). Banyak dari antara mereka
yang ambil bagian dalam penelahaan ini menjadi yakin bahwa kedatangan kembali
Kristus dan Hari Penghakiman akan segera tiba, dan millenium pun akan mulai.[5]
Salah satu aliran gereja yang sangat menekankan tentang akhir zaman (eskaton)
adalah aliran gereja Adventis. Namun penulis tidak akan memperdalam kajian
historis dan dogmatis aliran gereja Adventis, namun hanya menjadi bahan untuk
mengkaji topik “akhir zaman” dari sudut etika dan bagaimana sikap etis kristiani.
Masalah-masalah selanjutnya yang timbul dan perlu disikapi secara etis adalah munculnya
gerakan-gerakan keagamaan. Gerakan keagamaan ini pada dasarnya merupakan gerakan-gerakan
keagamaan yang mengharapkan bahwa kedatangan
Kristus yang kedua kalinya, akan terjadi dalam bentuk suatu
peristiwa bencana hebat, yang umumnya disebut adventisme, telah muncul
sepanjang era kekristenan; khususnya pada masa Reformasi Protestan dan
sesudahnya. Emanuel
Swedenborg menganggap kedatangan Kristus yang kedua kali secara
simbolik, sudah terjadi pada tahun 1757.
Pada abad ke 19 melalui sejumlah gerakan dan paham millenium (kerajaan seribu
tahun), eskatologi, parousia, dan apokaliptik (mengenai penglihatan khusus yang bersifat supra
alamiah), tokoh Adventis William Miller dan para pengikutnya
menetapkan waktu kedatangan kembali Kristus dengan perhitungan-perhitungan kalender yang didasarkan
pada tulisan-tulisan apokaliptik di Alkitab. William Miller pada waktu itu menyimpulkan kedatangan Kristus pada
tahun 1843 atau selambat-lambat 1844. Ada juga yang memprediksi kedatangan
Yesus dengan melihat bencana moral,
gejala alam, peperangan dan dengan demikian mereka percaya bahwa penghakiman
Allah terhadap dunia yang dilanda konflik dan korup ini sudah makin dekat.[6]
Dalam memberikan pemahan akhir zaman yang
benar maka dibutuhkan pengajaran yang benar oleh gereja. Hal ini untuk menjawab
sehubungan dengan isu tentang “akhir zaman” dewasa ini yang membuat
interpretasi tentang datangnya akhir zaman yang menimbulkan munculnya
ajaran-ajaran fundamental yang bersikap eksklusif dan mengklaim suatu hipotesa
kronologi tentang akhir zaman.
Wacana tentang akhir zaman telah banyak
menghebohkan kehidupan umat manusia, khususnya dalam kalangan orang Kristen. Salah
satu wacana yang muncul lebih dari
dasawarsa yang lalu adalah interpretasi spekulatif yang mengatakan bahwa pada
tangggal 28 Oktober 1992, tepatnya jam 01.00 dini hari diyakini oleh sebagian
orang bahwa Yesus akan datang, dan dunia akan berakhir (kiamat). Berita tentang
hari kiamat tersebut sempat membuat sebagian orang Kristen menjadi resah,
bingung, gelisah dan bertanya-tanya: “Apakah betul dunia ini akan kiamat pada
tanggal 28 Oktober ?”[7]
Wacana dan fenomena sosial tersebut nampaknya menjadi salah satu masalah yang
perlu disikapi dalam kajian etis. Jika persoalan tentang akhir zaman tidak
disikapi secara etis dikawatirkan lambat laun akan melahirkan dan menyuburkan
berkembangnya sikap eksklusif dan fundamentalis dalam kalangan orang Kristen
dan tentunya akan memberikan dampak dalam relasi sosial umat manusia.
Dalam kekristenan (gereja) penganut
paham fundamentalisme adalah orang-orang yang memahami Alkitab secara harfiah.
Dalam hal ini James Barr mencirikan fundamentalisme
sebagai berikut[8]:
Pertama, penekanan yang amat kuat
pada ketiadasalahan (inerrancy) Alkitab. Bahwa Alkitab tidak mengandung
kesalahan dalam bentuk apapun; kedua,
kebencian yang mendalam terhadap teologi modern serta terhadap metode, hasil
dan akibat-akibat studi kritik modern terhadap Alkitab; ketiga, jaminan kepastian bahwa mereka yang tidak ikut menganut
pandangan keagamaan mereka adalah sama sekali bukanlah ‘Kristen sejati’.
Penganut
paham fundamentalisme jarang mau terlibat dalam diskusi-diskusi teologi ilmiah,
dan mereka melihat bahwa Alkitab adalah sumber penghiburan, petunjuk hidup
dalam krisis menghadapi kemelut. Jika Luther menganjurkan kembali kepada
Alkitab atau hanya Alkitab, maka kaum fundamentalis menganjurkan kembali kepada
huruf-huruf Alkitab.[9]
Dalam konteks
keberbagaian pandangan dan perbedaan ajaran tentang akhir zaman tersebut,
nampaknya topik tentang akhir zaman menjadi kajian yang menarik untuk dibahas
dari sudut etika Kristen. Kajian etika dalam hal ini bukan sebuah konfrontasi dan
spekulasi untuk merelatifkan apa doktrin kebenaran yang diimani oleh komunitas
umat percaya antara satu dengan yang lain. Namun sebagai kritisi etis, sebab
secara etika, totalitas hidup orang percaya harus dapat dipertanggung jawabkan secara etika kristiani.
Kajian
etis dalam menghadapi akhir zaman perlu dirumuskan atau dijelaskan dalam
menyikapi munculnya gerakan-gerakan keagamaan yang memberikan interpretasi
secara harfiah tentang kedatangan Kristus yang keduakali dengan melihat
fenomena sosial, fenomena alam (gempa bumi, bencana alam, bancir, dan
kelaparan) menjadi gambaran bahwa hari Tuhan telah dekat.[10]
Perlu dikaji
bagaimana sikap etis orang Kristen terhadap akhir zaman, sebab refleksi dan
implikasi iman mereka menjadi hal yang urgen untuk melihat dan mengetahui apa
makna dari penantian akan akhir zaman dalam totalitas orang Kristen dan
bagaimana orang Kristen mengambil sikap terhadap hal tersebut dalam
kehidupannya. Sikap etis Kristis sangat penting untuk menyikapi ajaran-ajaran
tentang akhir zaman yang berkembang dalam kehidupan umat Kristen dewasa ini.
Sehubungan dengan latar belakang yang
dipaparkan di atas maka penulis tertarik untuk membahas topik: Sikap Etis Kristiani menghadapi Akhir Zaman (Tinjauan Etika Kristen dalam menghadapi Akhir
Zaman/eskatologi)
1.2.
Rumusan masalah
Setelah membahas latar belakang
tersebut, maka penulis mencoba untuk membuat rumusan masalah yang akan dibahas
dalam skripsi ini.
Adapun yang menjadi rumusan
masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.
Apakah
arti dan makna Akhir zaman bagi jemaat Kristen (eskaton)?
2.
Bagaimana fenomena
dan paradigma akhir zaman dalam kekristenan?
3.
Bagaimana implikasi
sikap etis kristiani menghadapi akhir
zaman?
1.3. Tujuan tulisan
Adapun
yang menjadi tujuan penulisan ini
adalah:
1.
Mengetaui dan
memahami arti dan makna Akhir zaman (eskaton)?
2.
Mengetahui dan
memahami fenomena dan paradigma akhir zaman dalam kekristenan?
3.
Mengetahui dan
memahami sikap etis kristiani menghadapi
akhir zaman?
1.4. Manfaat Penulisan
a.
Manfaat teoritis: Untuk menambah wawasan penulis dan
memahami
berbagai paradigma pemahaman tentang akhir
zaman. Kemudian penulis mengharapkan, melalui tulisan ini para pembaca dapat memperoleh informasi dan pemahaman yang tidak sempit tentang
eskatologi (khususnya tentang akhir zaman).
b.
Manfaat etis; Penulis juga mengharapkan
kepada gereja (sebagai individu) dapat mengambil sikap etis sebagai orang percaya dalam
mengimplementasikan sifat-sifat Kristiani
1.5.
Batasan Penulisan
Untuk
mengarahkan kajian ini agar lebih terfokus dan tepat sasaran maka penulis
membuat batasan penulisan, membahas bagaimana sikap etis kristiani dalam
menghadapi akhir zaman bagi jemaat masa kini dengan mengkaji :
1.
Sifat dan hakikat
akhir zaman dalam Alkitab (PL dan PB), menjadi dasar utama pemahaman yang benar
2.
Pandangan para ahli menjadi rujukan dalam pemahaman
yang benar tentang akhir zaman.
3.
Fenomena dan
paradigma akhir zaman perlu disikapi, khususnya paradigma kedatangan Yesus kedua kali (kerajaan seribu
tahun) dalam realitas jemaat Kristen
4.
Refleksi teologis
etis, menjadi dasar implikasi sikap etis kristiani dalam menghadapi akhir
zaman?
1.6.
Metode Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini,
penulis menggunakan riset literatur, yaitu dengan membaca buku-buku yang
membahas mengenai pokok permasalahan dalam tulisan ini, di samping menggunakan
sumber-sumber lain seperti: artikel, majalah atau surat kabar dan internet.
1.7.
Sistematika dan Ruang
Lingkup Tulisan
Dalam Bab I pendahuluan, penulis
akan mendeskripsikan alasan dan tujuan penulisan. Oleh sebab itu alasan
pemilihan judul ini dipaparkan dari masalah-masalah yang sedang terjadi dalam
pemahaman tentang akhir zaman. Fenomena yang terjadi adalah terjadinya
problematika seputar akhir zaman. Masalah-masalaah tersebut sebagai dasar alasan
memilih tulisan ini. Kemudian untuk memfokuskan pembahasan ini maka akan dibuat
perumussan masalah sebagai pembatasan masalah yang akan dibahas dalam tulisan
ini, pembatasan masalah ini bertujuan untuk mencapai tujuan penulisan sebagai
gambaran apa yang hendak dicapai dalam tulisan ini, sedangkan manfaat tulisan
sebagai acuan untuk menekankan bahwa tulisan ini berguna dalam kehidupan jemaat
masa kini untuk menunjukkan sikap etis terhadap ajaran yang menyesatkan.
Kemudian metode penulisan akan memfokuskan penulis dalam menyelesaikan tulisan
ini.
Dalam bab II
akan dijelaskan apa dan bagaimana terminologi dan pemahaman tentang akhir zaman
yang sebenarnya. Secara gamblang akan dibahas dasar teologisnya baik dalam PL
dan PB, dan kemudian dipaparkan beberapa pendapat para ahli untuk melihat
keanekaragaman dalam pandangan akhir zaman. Dari pembahasan bab ini akan
memporoleh pemahaman yang benar apa arti sikap etis secara kristiani dan arti dari akhir zaman. Pemahaman dalam bab
ini akan menjadi acuan untuk melihat masalah-masalah yang dipaparkan dalam bab
III.
Dalam bab III
akan dipaparkan kesenjangan yang terjadi antara pemahaman yang benar tentang
akhir zaman dengan fenomena yang terjadi. Dalam bab ini akan dipaparkan
bagaimana fenomena sosial dan paradigma akhir zaman dalam kekristenan. Fenomena
sosial yang menjadi masalah-masalah dalam jemaat Kristen menjadi indikator
untuk menyikapi Akhir zaman secara etis.
Dalam bab ini dipaparkan sikap HKBP tentang akhir zaman. Kemudian akan
dipaparkan bagaimana konsep akhir zaman menjadi dasar dalam etika.
Dalam bab IV
merupakan refleksi teologis etis, sebagai upaya untuk mencari solusi atas
pembahasan sebelumnya. Dalam bab ini penulis akan mencoba memaparkan bagaimana
sikap etis kristiani dalam menghadapi akhir zaman. Sikap etis jemaat Kristen dalam hal ini
merujuk pada kebajikan yang disebut sebagai sifat-sifat baik orang Kristen. Sikap
etis dalam pembahasan ini tentunya tidak membahas secara umum kebajikan orang
Kristen, namun penulis akan membahas pokok penting yang berkaitan dengan akhir
zaman menurut pemahaman penulis dan tentunya hal tersebut didukung oleh
buku-buku etika yang ada.
Bab V merupakan
kesimpulan dari setiap pembahasan tulisan ini. Kesimpulan ini berisikan paparan
singkat dari inti pokok seluruh pembahasan tulisan skripsi ini. Kesimpulan ini
akan dirumuskan berdasarkan tanggapan penulis terhadap paparan skripsi ini.
[1]Spiritualitas
adalah kesadaran manusia akan adanya
hubungan manusia dengan sesuatu yang transenden (Tuhan). Spiritualitas mencakup
idealisme, sikap, pola pikir, serta penghargaan kepada yang Ilahi (Tuhan).
Spiritualitas mencakup cara seseorang mengaplikasikan hubungannya dengan yang Ilahi
dalam kehidupan sehari-harinya.
[2]B.F.Drewes
dan Julianus Majau, Apa itu Teologi?
Pengantar ke dalam Ilmu Teologi, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2006: hlm.
126-128
[3]tp.
http://wapedia.mobi/id/Perjanjian
Baru, Pematang Siantar, diakses pada tanggal 3 Mei 2010
[4]
Darwin Lumbantobing, Teologi di Pasar
Bebas, L-SAPA, Pematangsiantar 2007: hlm.235
[5]
Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran Di
Sekitar Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1996: hlm. 295
[6]
Lih. Jan S. Aritonang, Op.cit., hlm.
290.296
[7]Eka
Darmaputera, Iman: Menjawab Pertanyaan,
Mempertanyakan Jawaban, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2004: hlm. 1
[8]
James Barr, Fundamentalisme,
diterjemahkan Stephen Suleman, BPK Gunung Mulia Jakarta, 1996: hlm. 1
[9]
Viktor I. Tanja, Spiritualitas,
Pluralitas dan Pembangunan di Indonesia, BPK Gunung Mulia Jakarta 1996:hlm.
88
[10]tp.
http://wapedia.mobi/id/Perjanjian
Baru, Pematang siantar, diakses pada tanaggal 3 Mei 2010