IBADAH YANG SEJATI: Memuliakan Allah dan Hidup yang Benar dengan Sesma
Kesalahan fatal manusia di hadapan Allah
adalah merasa diri benar, lalu mengukur benar-tidaknya orang lain dengan
standarnya sendiri. Kesalahan yang lain adalah mengira bahwa dengan melakukan
ritual agamanya di hadapan Allah, maka ia boleh tidak perduli dengan sesama.
Padahal mengasihi Allah harus mewujud nyata pada tindakan mengasihi sesama
manusia.
Bangsa Israel
terjebak dalam kondisi seperti itu. Mereka menyangka bahwa ritual yang mereka
lakukan adalah sesuatu yang berkenan di hadapan Allah. Sepertinya mereka hidup saleh (ayat 2*).
Puasa mereka pun bukan main seriusnya( Ay 3,5*). Bagi kebanyakan orang
beragama, perilaku itu dianggap agung dan terpuji, dan sepatutnya mendapat
pujian serta pahala. Tidak heran mereka protes kepada Allah yang seolah-olah
tidak memedulikan mereka (ayat 3*). Maka dengan tegas, Tuhan menyatakan mereka
bersalah dan berdosa! Mengapa demikian? Karena mereka munafik dan tidak
memahami kehendak Tuhan. Segala tindakan mereka hanya untuk kepentingan diri
sendiri, bukan untuk orang lain (ayat 6-7*). Bangsa Israel lupa, Allah
memanggil mereka sebagai umat-Nya untuk menjadi berkat bagi banyak orang. Bukti
lain bahwa mereka tidak mengerti kehendak Allah adalah mereka melanggar hukum
Sabat (ayat 13*). Sabat diberikan Tuhan kepada umat agar mereka menghormati
Tuhan dengan beristirahat dan beribadah, serta me-ngasihi sesama dengan memberi
kesempatan beristirahat.
Jangan menjadi orang
Kristen yang munafik. Jangan me-nyangka bahwa rajin ke gereja, memberi
persepuluhan dan persembahan, ikut satu dua bidang pelayanan merupakan tanda
kesalehan yang diperkenan Tuhan. Kalau perbuatan pelayanan dan ibadah yang kita
lakukan hanya dibuat-buat dan bukan keluar dari hati yang tulus mengasihi
Tuhan, serta tidak diimbangi dengan kepedulian kepada sesama yang membutuhkan,
maka itulah ibadah palsu yang Tuhan benci. Hindarilah semua itu! Jadilah
Kristen sejati, pengikut Kristus yang setia.
Ibadah
yang berkenan kepada Tuhan adalah sikap hati yang benar dalam tindakan yang
saleh. Sebaliknya, perilaku rohani yang terlihat saleh, namun tidak keluar dari
hati yang tulus adalah kemunafikan.
Umat
Israel mementingkan aturan agamawi dalam menunaikan puasa, tetapi melalaikan
hakikat berpuasa yang diinginkan Allah yaitu, menegakkan keadilan dan
membagikan berkat kepada orang lain (ayat 7,10*) serta mematuhi hukum hari
Sabat (ayat 513*). Perilaku munafik itu membatalkan tercurahnya berkat Allah
bagi mereka dan menghalangi kuasa Allah menjawab doa mereka (ayat 8-9,12,14*).
Jadi, berbuat baik bagi orang lain dan menaati peraturan Allah adalah
perwu-judan puasa yang sejati. Inilah perbuatan yang ingin Allah temukan hadir
dalam diri umat-Nya.
Pernahkah
Anda merasakan keadaan serupa seperti yang dialami Israel? Selidiki dulu,
sungguhkah Anda telah mempraktikkan hakikat berpuasa atau sekadar melakukan
syarat lahiriah berpuasa? Jangan ulangi kesalahan yang sama seperti yang
dilakukan Israel!
Renungkan:
Beribadah kepada Allah harus mewujud dalam sikap kita melayani sesama dengan
kasih dan adil.