Pelajaran 04 - PERAN SUAMI DAN ISTRI DALAM PERNIKAHAN KRISTEN
DAFTAR ISI
A.
SUAMI DALAM PERNIKAHAN KRISTEN Ayat Hafalan
1.
Kasih yang Rela Berkorban
2.
Pemeliharaan dan Perlindungan
3.
Penghargaan dan Penghormatan
4.
Kepemimpinan
5.
Sukacita dan Berkat
B.
ISTRI DALAM PERNIKAHAN KRISTEN Ayat Hafalan
1.
Penolong dan Teman
2.
Kerendahan Hati
3.
Perhatian terhadap Kecantikan dari Dalam
4.
Merawat Seisi Rumahnya
C.
BERTUMBUH DALAM MASALAH Ayat Hafalan
1.
Pertentangan/Konflik
2.
Apakah yang Menyebabkan Pertentangan?
3.
Tanggapan Terhadap Pertentangan
4.
Hubungan Secara Pribadi dalam Pernikahan
5.
Langkah-langkah dalam Menangani
Pertentangan/Konflik
DOA
SUAMI/ISTRI DALAM PERNIKAHAN KRISTEN
A. SUAMI DALAM PERNIKAHAN KRISTEN
Ayat Hafalan
"Hai, suami, kasihilah istrimu sebagaimana
Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya" (Efe
5:25).
1. KASIH YANG RELA BERKORBAN
Tanggung jawab pertama dari seorang suami dalam
pernikahan adalah mengasihi istrinya. "Hai suami-suami, kasihilah isterimu
dan janganlah berlaku kasar terhadap dia." (Kol 3:19). Kata yang digunakan
Efe 5 untuk "kasih" suami kepada istrinya adalah kata yang sama untuk
mengungkapkan "kasih" Allah kepada umat-Nya. Kasih ini adalah kasih
yang terus memberi meskipun tidak menerima imbalan. Kasih ini hanya mencari apa
yang baik bagi yang dikasihinya, tanpa mempedulikan biaya dan pengorbanan
secara pribadi. Sebagaimana kesatuan pernikahan dalam kitab Kejadian merupakan
gambaran dari kasih Allah, hubungan suami istri dalam Efe 5 merupakan gambaran
Kristus dan gereja-Nya.
Kita bisa mengerti dengan lebih baik bagaimana
suami hendaknya mengasihi istrinya ketika kita melihat Kristus mengasihi
gereja-Nya. Dari Efe 5:21-22, buatlah daftar tentang ciri khas dari kasih
Kristus terhadap gereja-Nya. Kemudian, dari ayat-ayat yang sama, buatlah daftar
yang menunjukkan tanggung jawab sang suami dalam mengasihi istrinya.
2. PEMELIHARAAN DAN PERLINDUNGAN
Alkitab tidak mengistimewakan suami lebih dari
istri. Peran suami berpusat pada tanggung jawab, dan menyediakan kebutuhan
istrinya seperti yang disebutkan dalam Efe 5:28-29. Suami dikatakan harus
memberikan kepada istrinya perhatian yang sama seperti kepada tubuhnya sendiri.
Hal ini termasuk menyediakan materi, makan dan kebahagiaan pada sang istri.
Daftarlah kebutuhan yang dimiliki istri Anda; secara fisik, sosial budaya,
emosi, dan rohani.
3. PENGHARGAAN DAN PENGHORMATAN
"...hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan
isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman
pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan
terhalang." (1Pe 3:7). Para suami seharusnya tidak merendahkan, mengejek
dan berbicara kasar terhadap istri di hadapan orang banyak. Baik secara pribadi
maupun di hadapan umum, seorang suami harus menunjukkan hormat dan penghargaan
kepada istrinya. Suami yang gagal untuk mengasihi dan memberikan perhatian
terhadap istrinya, doanya akan terhalang.
4. KEPEMIMPINAN
"...Karena suami adalah kepala isteri sama
seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh."
(Efe 5:23). Alkitab tidak menekankan kekuasaan secara diktator, melainkan
adanya kepemimpinan. Menjadi kepala keluarga tidak berhubungan dengan kelemahan
atau kekuatan. Kepala keluarga adalah kedudukan pelayanan yang khusus supaya
suatu pernikahan boleh berkembang dan bertumbuh. Sang suami memberikan contoh
dari kehidupan Ilahi.
"...pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu
akan beribadah;...Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada
TUHAN!" (Yos 24:15). Pelajarilah bagaimana Yosua memberikan kepemimpinan
secara rohani kepada keluarganya. Kepemimpinan rohani termasuk memberikan
nasihat dan petunjuk berdasarkan firman Allah. Sang suami memimpin dalam
membuat keputusan di keluarga. Dia melibatkan istrinya dalam doa dan dalam
usaha pencapaian persetujuan. Kepemimpinan adalah suatu tanggung jawab yang
berat bagi seorang suami. Dia tidak bisa menanggungnya sendiri. Kunci untuk
menjadi pemimpin di rumah disebutkan dalam: "Dan janganlah kamu mabuk oleh
anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh
dengan Roh."
5. SUKACITA DAN BERKAT
Dari beratnya tanggung jawab yang dibebankan atas
suami, sangat mungkin baginya untuk menyerah dan melupakan bahwa Allah
bermaksud mengadakan pernikahan untuk kebaikan dan kesukaan. Ketika pernikahan
dilaksanakan sesuai dengan rencana Allah - yaitu dengan kasih, perhatian,
kelembutan, penghargaan dan penghormatan - upahnya adalah sukacita dan
berkat-berkat. Bacalah 1Pe 3:8-12; Rom 12:17, 1Te 5:15; 1Ko 4:12. Seorang yang
percaya harus memberi berkat supaya dapat menerima berkat dari Tuhan.
Seorang suami hendaknya bertanya kepada dirinya
sendiri:
1.
Apakah kelebihan istri yang bisa saya puji?
2.
Dengan cara apa saya bisa menjadi berkat bagi dia?
3.
Dalam hal apa saya bisa berterima kasih kepada
istri saya?
4.
Dalam kehidupan istri saya, hal khusus apa yang
harus saya doakan agar Tuhan memberkatinya?
Dengan suatu sikap dan tindakan yang menanggapi
segala sesuatu sebagai berkat, maka "hari-hari yang baik dan hidup yang
diberkati" bersama sang istri akan diberikan Tuhan kepada suami.
B. ISTRI DALAM PERNIKAHAN KRISTEN
Ayat Hafalan
"Istri yang cakap, siapakah akan
mendapatkannya? Ia lebih berharga daripada permata. Hati suaminya percaya
kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan keuntungan. Ia berbuat baik kepada
suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya,." Ams 31:10-12.
1. PENOLONG DAN TEMAN
Kej 2:18-23 menunjukkan kehendak Tuhan atas seorang
istri, yaitu sebagai penolong dan teman. Istri akan menjadi teman, penghibur
dan pelengkap bagi suaminya. Kerinduan istri haruslah untuk membangun dan
mengungkapkan kepercayaan diri atas kemampuan suaminya, mendorong dan
menunjukkan penghargaan pada suaminya, percaya pada kebijaksanaan dan
menunjukkan penghormatan pada suaminya, menolong suami meraih segala
keberhasilan, mendengarkannya dengan lembut dan mengagumi suami, berdiri di
samping sang suami dalam keadaan apapun. Sang istri akan menolong suami merasa
aman dengan mengasihinya.
2. KERENDAHAN HATI
Kerendahan hati adalah istilah Alkitab yang
digunakan dalam semua hubungan. Saling merendahkan diri satu dengan yang lain
adalah suatu sifat dalam kekristenan dan sebagai akibat dari kepenuhan Roh
Kudus. Merendahkan diri adalah dengan sukarela mengangkat orang lain di atas
diri Anda sendiri untuk melayaninya. Suami istri hendaknya saling merendahkan
diri, saling mengangkat, dan saling melayani. Paulus memulai suatu diskusi
tentang tanggung jawab pernikahan setelah dia menyatakan prinsip-prinsip umum
tentang merendahkan diri. "dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang
lain di dalam takut akan Kristus" Efe 5:21.
Di dalam hubungan pernikahan, kerendahan hati
membuat dua pribadi bisa berfungsi sebagai satu tubuh, saling melengkapi dan
bukannya saling bersaing. Efe 5:21-23 menunjukkan bagaimana Yesus telah menjadi
model bagi tanggung jawab seorang suami atau istri. Yesus telah merendahkan
diri dan taat kepada Bapa dan melepaskan segala hak yang Dia punya (Fili 2:6).
Begitu juga, hendaknya sang istri taat dan merendahkan diri kepada suaminya.
"Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di
dalam Tuhan." (Kol 3:18).
Kerendahan hati yang sejati menurut Alkitab adalah
merupakan kesukaan sang wanita yang kreatif yang berusaha menemukan bagaimana
dia bisa menunjukkan kepada suaminya bahwa dia menghormati, mengagumi dan
bergantung padanya. Ini berarti bahwa sang istri akan menjadi lebih tertarik
kepada kebutuhan suami daripada kebutuhannya sendiri.
Ketaatan dan kerendahan hati sang istri pada
suaminya bisa terlihat dengan baik ketika dia mendorong peran kepemimpinan sang
suami dan tidak pernah berusaha untuk menghancurkan, memudarkan, dan melemahkan
atau menguranginya.
3. PERHATIAN TERHADAP KECANTIKAN DARI DALAM
Dalam 1Pe 3:1-4, Petrus mendorong istri untuk
mengembangkan kecantikan dari dalam yang mencerminkan kewanitaan, kelembutan,
perhatian dan kasih. Petrus tidak mengatakan pada para wanita bagaimana harus
berpakaian. Dia hanya memberikan suatu prinsip: wanita yang cantik adalah
seorang wanita yang mempunyai kecantikan hati yang berupa sikap yang murni dan
hormat dan merupakan pancaran dari roh yang lembut dan tenang.
4. MERAWAT SEISI RUMAHNYA
Seorang istri hendaknya merawat seisi rumahnya. Dia
mungkin memberikan perhatian sepenuhnya akan segala kegiatan di rumah atau dia
mungkin juga bekerja di luar rumah. Lidia, Priskila dan Dorkas jelas bekerja di
luar rumah. Jika sang istri bekerja di luar rumah, sangatlah penting untuk
menjamin keseimbangan sehingga keluarganya tidak diabaikan. Hal ini berarti
bahwa seluruh keluarga perlu untuk memutuskan pembagian tanggung jawab seisi
rumah yang efektif. Dalam beberapa rumah tangga, mungkin ada yang memekerjakan
pembantu. Perhatian istri yang utama bukanlah mendapatkan uang melainkan
kesejahteraan suami dan anak-anaknya. Istri yang baik yang digambarkan dalam
Ams 31:10-31, sementara memberikan kasih dan perhatian kepada suami dan
anak-anaknya, ia juga bisa mencari nafkah dan membantu orang yang memerlukan.
Berikut adalah sifat (karakter) dari seorang
"istri yang baik":
a.
Dia adalah pasangan yang bisa dipercaya dari
suaminya.
b.
Kesejahteraan suaminya menjadi perhatiannya.
c.
Dia memelihara seisi rumahnya dengan makanan.
d.
Dia memelihara seisi rumahnya dengan pakaian.
e.
Dia mengajarkan hikmat dan kebaikan.
f.
Dia murah hati kepada orang miskin dan yang
memerlukan.
g.
Dia seorang wanita bisnis yang baik.
h.
Dia bisa meningkatkan reputasi suaminya.
i.
Dia dihormati oleh suami dan anak-anaknya.
j.
Dia berserah kepada Tuhan dan memberikan tempat
pertama bagi-Nya.
C. BERTUMBUH DALAM MASALAH
Ayat Hafalan:
"Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap
yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam
Kristus telah mengampuni kamu." Efe 4:32.
Pernikahan adalah suatu hubungan dimana dua pribadi
bergabung menjadi satu. Karena tiap pribadi adalah unik, masing-masing
mempunyai kehendak, kebutuhan dan cita-citanya sendiri, maka konflik tidak bisa
dihindari. Tapi ini hal yang wajar, bahkan baik. Bagaimana tiap pasangan
menanggapi konflik tersebut adalah hal yang lebih penting.
1. PERTENTANGAN/KONFLIK
Kamus menjabarkan konflik sebagai "suatu
perjuangan, pertentangan, benturan, ketidakcocokan, dan kehendak yang bertolak
belakang." Pertentangan dapat menjadikan hubungan pernikahan bertumbuh
atau justru bisa menjadikannya menyakitkan, tidak terselesaikan, dan menghancurkan.
Banyak orang Kristen yang menghadapi masalah secara tertutup sebab tidak ada
yang mengajarkan kepada mereka cara-cara efektif untuk mengatasinya.
2. APAKAH YANG MENYEBABKAN PERTENTANGAN?
Bacalah Yak 4:1-3. Sebelum menikah, masing-masing
pribadi sudah hidup sendiri-sendiri selama lebih dari dua puluh tahun. Selama
jangka waktu itu, masing-masing pribadi sudah memiliki selera, pilihan,
kebiasaan, kesenangan dan ketidaksenangan, nilai-nilai dan standar sendiri-
sendiri. Persatuan dalam pernikahan tidak membuang semua perbedaan- perbedaan
ini. Mereka tidak harus meluangkan waktu, dan melakukan segala sesuatu
bersama-sama. Di sinilah setiap pasangan akan memunyai perbedaan pendapat atau
pilihan dan inilah yang menyebabkan munculnya berbagai ketidakcocokan.
3. TANGGAPAN TERHADAP PERTENTANGAN
Orang-orang menanggapi konflik/pertentangan dengan
cara yang berbeda.
a.
Ada orang yang memilih untuk menyendiri. Mereka
bisa secara fisik meninggalkan ruangan atau tempat pertentangan. Mereka
menyendiri secara jiwa dengan tidak berbicara, dan mengabaikan pasangannya,
atau menutup diri sehingga tidak ada perkataan atau perbuatan yang dilakukan
bersama.
b.
Ada orang yang merasa mereka harus menang, tidak
peduli berapapun "harganya". Karena tiap pribadi mengetahui kelemahan
dan luka yang dimiliki pasangannya, maka mereka sering menggunakannya untuk
memaksa pasangannya menyerah. "Si pemenang" mungkin menyerang harga
diri atau keadaan pasangannya supaya menang.
c.
Ada orang yang mau mengalah agar berbaikan kembali
dengan pasangan mereka. Mereka menyembunyikan kemarahan dan membiarkannya tetap
tersimpan. Kepahitan dan luka hati masih ada namun tetap melanjutkan hidup
bersama sehingga masalah yang sebenarnya tetap tak terselesaikan.
d.
Ada orang yang bisa berkompromi, atau memberikan
sedikit dan mendapatkan sedikit. Kadang-kadang kompromi penting. Namun,
menggunakan cara ini agar mendapatkan sesuatu untuk diri sendiri adalah
tanggapan yang kurang baik terhadap suatu konflik.
e.
Ada orang yang bersedia meluangkan waktu untuk
berkomunikasi secara langsung dan terbuka sehingga beberapa keinginan atau
ide-ide bisa dipadukan. Mereka puas dengan jalan keluar yang sudah mereka
setujui. Mereka telah menyelesaikan pertentangan tersebut dengan baik. Bacalah
Efe 4:29-32.
4. HUBUNGAN SECARA PRIBADI DALAM PERNIKAHAN
Bacalah Mat 18:15-17. Bagaimana menerapkan
ayat-ayat ini dalam pernikahan? Pengajaran dari firman ini adalah, jangan masuk
dalam situasi yang mana menimbulkan kerusakan hubungan pribadi, tapi kerjakan
yang perlu untuk memperbaiki hubungan yang rusak (perdamaian). Perhatikanlah
beberapa tindakan dan urutan sebagai berikut:
a.
Saudara dengan saudara sebagai pribadi-pribadi yang
setara.
b.
Jika timbul masalah maka segera harus ditangani.
c.
Penyelesaian perlu bersifat pribadi - muka dengan
muka.
d.
Jika pertemuan secara pribadi gagal, bawalah dua
atau tiga saksi yang mempunyai kehidupan rohani yang baik. Tujuannya bukan
untuk mencari yang salah atau yang benar. Juga bukan untuk mengumpulkan
bukti-bukti untuk menyerang seseorang, melainkan untuk mendengarkan dari dua
pihak sehingga terjadi pendamaian. Membicarakan masalah dengan kehadiran
beberapa orang Kristen yang bijaksana, baik dan murah hati dapat menciptakan
suasana yang baru dalam melihat masalah yang ada.
e.
Jika hal ini masih tetap gagal, bawalah ke dalam
persekutuan di gereja. Ini bukan untuk membuka masalah di muka umum. Pesekutuan
merupakan lingkungan dimana doa, kasih dan hubungan indah secara pribadi
dijunjung tinggi. Jelas bahwa Kristus menghendaki perdamaian dan bukan
penghakiman.
f.
Jika usaha ini gagal, orang tersebut adalah seperti
bangsa kafir atau pemungut cukai. Namun bukan berarti ia harus dikucilkan dan
dianggap tidak ada harapan untuk disatukan lagi. Tuhan Yesus tidak pernah
membatasi pengampunan terhadap umat manusia. Bacalah Mat 18:21-35. Ini adalah
tantangan untuk memenangkan orang dengan kasih bahkan untuk hati yang paling
keras sekalipun. Persekutuan dalam gereja harus mampu menyatukan kembali
pribadi-pribadi untuk masuk dalam proses pendamaian.
5. LANGKAH-LANGKAH DALAM MENANGANI PERTENTANGAN/KONFLIK
a.
Langkah pertama dalam menangani masalah adalah
memulai proses pendamaian.
Meninggalkan
atau mengabaikan masalah dengan harapan masalah itu akan pergi dengan
sendirinya tidak akan menyelesaikan masalah. Jagalah supaya hubungan tetap hidup.
"Jagalah kesatuan... Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan
berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera." (Efe
4:1-3). Janganlah menunggu sampai pasangan Anda yang memulai proses pendamaian
tersebut. Pakailah bahasa yang tidak mengancam atau menghakimi, seperti:
1.
"Dapatkah kita berbicara tentang..."
2.
"Apakah ini sesuatu yang bisa kita
rundingkan?"
3.
"Saya sungguh merasa putus asa
tentang..."
4.
"Saya kuatir tentang..."
5.
"Saya akan tidak bahagia jika..."
6.
"Saya tidak mengerti mengapa..."
b.
Ketidakcocokan sebagai salah satu bagian dari
keseluruhan masalah. Bacalah Fili 2:1-8.
Ketika
masing-masing pasangan merasa lebih berkuasa dari pada yang lain, maka masalah
tidak akan pernah bisa diselesaikan. Satu pihak tidak bisa lebih banyak berpikir,
berbicara atau menguasai yang lain dalam menyatakan pikiran atas situasi yang
sedang terjadi. Diskusi harus terbuka sehingga tiap pihak bisa menyumbangkan
idenya secara seimbang dan dihargai untuk menemukan jalan keluar yang
menguntungkan.
c.
Tukarlah posisi.
Rela
melihat situasi yang terjadi menurut pendapat pasangan kita akan menolong
memberi pengertian bagaimana hal itu mempengaruhi pernikahan. Masalahnya akan
bisa diselesaikan jika mereka memiliki sikap lemah lembut dan saling menghargai
perasaan orang lain. Bacalah Kol 3:12-17.
d.
Tanganilah masalah satu persatu.
Kadang-kadang
salah satu pihak mencoba mengalihkan tanggung jawab dengan menyebutkan masalah
yang lain atau menyalahkan pasangan mereka. Fokuskan untuk menangani masalah
yang ada. Jangan mencoba menyelesaikan masalah-masalah lain, baik yang ada
hubungannya atau tidak. Anda bisa menanggapinya dengan mengatakan, "Anda
mungkin benar tentang hal itu, tetapi sekarang ini kita sedang membicarakan
tentang..."
e.
Seranglah masalahnya dan jangan orangnya.
Terlalu
banyak pasangan yang saling menyerang dengan sindiran- sindiran, penghinaan dan
ungkapan-ungkapan yang menyakitkan.
1.
"Kamu selalu...";
2.
"Kamu tidak pernah..." atau;
3.
"Kenapa kamu tidak bisa...";
Kalimat
di atas berarti Anda sedang menyerang orangnya. "Karena dengan penghakiman
yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai
untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Mat 7:2; Rom 2:1). Pelajarilah
bagaimana memberitahu pasangan Anda tentang perasaan Anda. Jangan melempar
sebuah batu pada mereka.
f.
Minta pertolongan dari para pembawa damai yang
penuh roh.
Allah
sudah menempatkan orang-orang dalam persekutuan di gereja yang memiliki karunia
sebagai pembawa damai. Sang pembawa damai hendaknya seseorang yang tidak mudah
dipengaruhi dan adil, dan dapat melihat kedua sisi. Sang pembawa damai dapat
menurunkan nada- nada yang merusak komunikasi dan menolong kedua pasangan untuk
menuju pada perdamaian.
g.
Maafkan dengan segenap hati.
Kalau
Anda sudah menerima Kristus sebagai Juru Selamat, Anda sudah mengalami
pengampunan yang dari Allah. Kemudian Anda pun mempunyai kemampuan untuk
mengampuni diri sendiri dan orang lain
(Kol
2:13; Kol 3:13). Bacalah 1Pe 2:21-24. Pengampunan terjadi jika kasih rela
menerima luka dan kesengsaraan hidup dan mengabaikan semua tuduhan terhadap
yang lain. Pengampunan adalah menerima orang lain ketika dia sudah melakukan
sesuatu yang tidak menyenangkan. Pengampunan bukanlah menerima dengan syarat
bahwa orang yang diampuni itu harus melakukan sesuai kehendak kita. Pengampunan
diberikan secara cuma-cuma, dengan kesadaran bahwa si pemberi maaf tersebut
juga mendapatkan maaf secara terus-menerus. Pengampunan adalah suatu hubungan
antara dua pribadi yang setara yang menyadari bahwa mereka saling memerlukan.
Tiap orang memerlukan pengampunan dari yang lain. Tiap orang perlu untuk
diterima oleh yang lain. Tiap orang perlu orang lain. Demikian juga, di hadapan
Allah, setiap orang menghentikan tuduhan, menolak semua penghakiman secara
sepihak, dan mengampuni. Mengampuni sebanyak "tujuh puluh kali tujuh"
seperti yang dikatakan Yesus dalam Mat 18:21-22.
Akhir Pelajaran (PKS-P04)
DOA
"Ya Allah, terima kasih untuk suami (istri)
yang Engkau berikan kepadaku. Tumbuhkan dalam hati kami masing-masing kasih
sejati yang dari pada-Mu supaya ketika kami mengalami konflik kami bisa terus
belajar untuk saling mengasihi dan mengampuni. Amin"
[Catatan: Tugas pertanyaan ada di lembar terpisah.]
Nama Kursus
|
:
|
Pernikahan
Kristen Sejati (PKS)
|
Nama Pelajaran
|
:
|
Suami Istri
Dalam Pernikahan Kristen
|
Kode
Pertanyaan
|
:
|
PKS-T04
|
Pelajaran 04 - SUAMI ISTRI DALAM PERNIKAHAN KRISTEN
INSTRUKSI
Harap setiap peserta mengikuti petunjuk mengerjakan
tugas sbb.:
1.
Bacalah Bahan Pelajaran dan semua Referensi
Pelajaran dengan teliti.
2.
Bacalah Pertanyaan (A) dan (B) di bawah ini,
kemudian jawablah dengan jelas dan tepat.
3.
Apabila Anda mendapatkan kesulitan sehubungan
dengan isi Bahan Pelajaran, silakan menghubungi Moderator di:
<
yulia(at)in-christ.net > atau < kusuma(at)in-christ.net >
Perhatian:
Setelah lembar jawaban di bawah ini diisi, mohon
dikirim kembali dalam bentuk plain text (e-mail biasa) dan bukan dalam bentuk
attachment ke:
< kusuma(at)in-christ.net > dan di cc ke:
< staf-pesta(at)sabda.org >
< staf-pesta(at)sabda.org >
***Catatan: Ganti (at) dengan @
Selamat mengerjakan!
PERTANYAAN A:
1.
Gambaran apakah yang diberikan Paulus dalam Kol
3:19, untuk menjelaskan hubungan antara suami istri?
2.
Apakah peran suami dalam sebuah rumah tangga?
3.
Prinsip penting apakah yang harus dijalankan suami
dalam memimpin keluarganya?
4.
Apakah upah dari seorang suami yang mentaati
rencana Tuhan atas keluarganya?
5.
Apakah peran "penolong" dari seorang
istri kepada suaminya?
6.
Mengapa sikap kerendahan hati perlu ditekankan bagi
seorang istri?
7.
Apakah yang harus diperhatikan jika istri memiliki
pekerjaan di luar rumah?
8.
Mengapa konflik dalam keluarga adalah sesuatu yang
tidak dapat dihindari?
9.
Sebutkan cara-cara menangani pertentangan yang
negatif dalam keluarga.
10.
Bagaimana menangani suatu konflik dengan baik?
PERTANYAAN B:
1.
Bagaimana mengatasi konflik yang disebabkan karena
istri terlalu dominan dalam mengatur keluarga?
2.
Mengapa perceraian sering diambil sebagai jalan
keluar bagi keluarga yang terus menerus mengalami konflik? Apa saran lain yang
lebih baik?
Nama Kursus
|
:
|
Pernikahan
Kristen (PKS)
|
Nama Pelajaran
|
:
|
Suami Istri
dalam Pernikahan Kristen
|
Kode Pelajaran
|
:
|
PKS-R04a
|
Referensi PKS-R04a diambil dari:
Judul Buletin
|
:
|
TELAGA
|
Judul Artikel
|
:
|
Menjadi
Sahabat Bagi Istri
|
Pengarang
|
:
|
Pdt. Dr. Paul
Gunadi, Ph.D.
|
Penerbit
|
:
|
Literatur
SAAT, Malang, 2004
|
Halaman
|
:
|
5 -- 17
|
REFERENSI PELAJARAN 04a - SUAMI ISTRI DALAM
PERNIKAHAN KRISTEN
MENJADI SAHABAT BAGI ISTRI
Persahabatan tidak bisa dijalin secara sepihak.
Walaupun istri mau bersahabat namun bila suaminya menolak tentu tidak terjadi
persahabatan. Sebenarnya banyak suami yang sungguh-sungguh mau menjadi sahabat
buat istrinya, namun belum tahu apa yang harus dia lakukan. Jadi saya rasa
pembahasan ini pasti akan menjadi berkat bagi kita sekalian.
Sering kali wanita maupun pria melihat satu sama
lain sebagai makhluk yang asing, makhluk yang tidak bisa dia pahami. Dalam
hal-hal tertentu masing-masing bisa memahami pasangannya, tapi untuk
waktu-waktu yang lain, suami terkadang menganggap cara pikir istri begitu lain,
dan aneh. Sebaliknya, istri berprasangka suami berpikiran begitu aneh, mengapa
dia sampai bisa berpikir seperti itu. Maka saya setuju dengan komentar, bahwa
ada suami atau istri yang sebetulnya berupaya dengan tulus untuk mengerti
pasangannya, tapi mengalami kesulitan.
ENAM PRINSIP YANG DAPAT MENJADI BERKAT BAGI RUMAH TANGGA
1.
Seorang suami perlu mengerti bahwa wanita sangat
dipengaruhi oleh suasana hati dan gejolak hormonalnya. Wanita memang mudah
dipengaruhi secara emosional, jadi apa yang terjadi di luar akan menggugah
emosinya dan waktu emosi itu sudah tergugah, maka emosi akan berperan sangat
besar dalam pertimbangannya, dalam persepsinya, dan dalam bagaimana dia
bereaksi terhadap apa yang sedang terjadi. Wanita juga dipengaruhi oleh gejolak
hormonalnya, setiap bulan wanita harus melewati menstruasi atau datangnya haid.
Pada masa ini akan terjadi perubahan hormonal dan akan membawa perubahan dalam
emosinya. Pria tidak harus mengalami gejolak hormonal seperti ini. Setiap bulan
pria itu melewati hari-harinya dengan sama, tapi wanita tidak sama. Ada hal-hal
yang membuat wanita mudah terpancing dengan amarah, mudah bereaksi dengan
kesedihan sedangkan pria tidak. Kadang kala pria salah sangka dan menganggap
wanita tidak stabil. Sebetulnya bukan tidak stabil, dalam pengertian adanya
kelemahan, tapi memang wanita sangat dipengaruhi oleh suasana hatinya dan
gejolak hormonalnya. Jadi yang harus dilakukan oleh seorang pria adalah perlu
memperhatikan bahasa tubuh istri kita, artinya perhatikan gerak-geriknya,
wajahnya, sikapnya, apakah mulai berubah. Sebab seharusnya hal ini terlihat
dengan jelas, waktu pria melihat bahwa istrinya mulai berubah, berarti ada yang
mengganggunya. Kita harus menyesuaikan tindakan, sikap, atau kata-kata kita
pada saat itu. Jangan sampai kita seperti orang yang tidak bijaksana, apapun
perubahan yang terjadi pada diri istri kita tetap kita labrak, tetap kita
katakan yang mau kita katakan, tanpa memilih waktunya atau memilih
kata-katanya. Suami yang bijaksana ialah suami yang bisa melihat gerak-gerik
istrinya dan mengetahui bahwa si istri dalam perasaan tertentu atau suasana
hati tertentu.
Dalam
kondisi emosi tidak stabil, yang paling penting adalah suami tidak membalasnya.
Kalau istri mulai beremosi dan suami membalasnya, emosi disulut oleh emosi akan
memperburuk keadaan. Juga jangan mendiamkannya, ada suami yang akhirnya karena
takut, mendiamkan, justru tidak mau mengajak si istri berbicara. Itu juga
salah. Yang harus dilakukannya adalah tetap berbicara seperti biasa tapi lebih
peka, nada suara jangan terlalu dinaikkan, gunakan kata- kata yang lebih lembut.
Dengan kata lain, kita mencoba mengontrol suasana di luar agar kondusif, dan
bisa lebih reda. Misalkan masih ada piring-piring menumpuk yang harus dicuci,
dan si suami melihat istri mulai tegang, tawarkanlah diri untuk mencuci
piring-piring tersebut. Atau ketika anak perlu perhatian, istri mulai merasa
tegang, suami bisa berkata, "Apa bisa saya bantu, saya saja yang mengajak
anak malam ini." Gerakan atau upaya suami untuk menolong istri akan
menciptakan suasana yang teduh, yang dapat membawa istri untuk lebih tenang.
2.
Yang perlu dipahami oleh seorang suami, bahwa istri
atau wanita membutuhkan sentuhan fisik agar membuatnya merasa dikasihi. Saya
tahu ada wanita yang tidak terlalu membutuhkan, tapi umumnya wanita membutuhkan
sentuhan fisik. Sentuhan bukan berarti dipegang- pegang, sentuhan berarti
sentuhan yang lembut, yang sangat sederhana tapi mengkomunikasikan perasaan
cinta suami kepada istri. Saran saya, jangan hanya menyentuh si istri waktu
berhubungan seksual. Bila kita hanya menyentuh istri pada waktu berhubungan
seksual, tidak bisa tidak istri akan merasa dipakai. Jadi jangan sampai
melakukannya hanya pada saat itu saja, sentuhlah dia dalam suasana yang jauh
lebih santai, ketika mau pergi, sedang lewat, sedang berpapasan, peganglah
tangannya, sentuhlah pundaknya atau sedikit memegang tubuhnya. Hal ini membuat
istri merasa bahwa suami bersama dengan dia dan dia tidak sendiri. Bagi seorang
wanita, memiliki perasaan bersama atau kebersamaan adalah perasaan yang
penting. Waktu berjalan suami tidak berjalan sendirian tapi berusaha
memegangnya atau menyentuhnya. Ini membuat ia merasa adanya kontak yang membuat
ia merasa dikasihi dan bersama-sama, ini hal-hal kecil yang bagi pria memang
tidak ada artinya tapi berarti besar bagi seorang wanita. Perempuan menghargai
sentuhan-sentuhan kecil seperti itu dan sama sekali tidak berarti
kekanak-kanakan atau manja.
Mengapa
kadang-kadang pria merasa canggung, justru setelah dia menjadi suami bagi
wanita yang sekarang jadi istrinya? Waktu berpacaran rasanya tidak ada kecanggungan
untuk memegang pundaknya, dan memegang tangannya ketika berjalan. Tapi setelah
menjadi suami- istri sekian tahun lalu pria canggung. Saya kira ada beberapa
penyebabnya:
a.
Pada masa berpacaran tentunya sentuhan adalah
sesuatu yang juga dinikmati oleh pria, karena sesuatu yang baru biasanya memang
menyenangkan. Lama kelamaan dia akan terbiasa, dan waktu sudah terbiasa si pria
tidak lagi merasakan gunanya. Sentuhan bagi seorang pria kebanyakan hanya
bermakna sentuhan fisik, tapi bagi seorang wanita, sentuhan berarti suatu
pengkomunikasian cinta. Jadi sangat bersifat dalam dan emosional. Dengan kata
lain bagi pria, dia sudah berkali-kali menyentuhnya, ya sudahlah, hilanglah
daya tariknya atau maknanya tapi tidak demikian dengan wanita.
b.
Penyebab kedua adalah karena pria biasanya
berorientasi pada target. Dia tahu bahwa wanita senang dipegang, disentuh dan
dipeluk. Pada masa berpacaran dia seperti sedang mencoba mendapatkan targetnya,
yaitu si calon istri. Setelah mendapatkan, dia merasa tidak perlu lagi mengeluarkan
banyak energi untuk menyentuhnya seperti itu, karena sudah mendapat targetnya.
Sebenarnya itu harus dipelihara, jangan sampai pria melupakan, bahwa setelah
mendapat target, sudah boleh disia- siakan.
3.
Dalam hal komunikasi suami-istri, supaya suami bisa
menjadi sahabat bagi istrinya ia perlu mengerti bahwa wanita senang diajak
berbicara karena hal ini membuatnya merasa penting dalam kehidupan si pria.
Jadi bagi wanita tidak penting dia dilihat orang seperti apa, tetapi dia ingin
kepastian bahwa bagi suaminya, dia adalah orang yang penting. Waktu dia merasa
tidak penting bagi hidup suami, itu hal yang mencemaskan dan sangat
menakutkannya. Saran saya, pilih waktu yang santai sekurangnya seminggu sekali
untuk berbincang-bincang dengan lumayan panjang, kalau bisa lebih banyak. Tapi
misalnya kalau sibuk sekali, sediakan waktu seminggu sekali untuk bisa pergi
berdua dan bisa ngobrol-ngobrol dengan bebas tanpa anak, tanpa orang lain. Atau
misalnya seorang suami berkata, "O ... saya tidak pandai bicara, bagaimana
ini?" Saya sarankan kalau tidak bisa berbicara banyak, ajukan pertanyaan.
Tanyakan tentang kegiatannya hari itu, tentang anak-anak hari ini dan hal-hal
rutin lainnya. Saya berikan contoh yang sedikit memalukan saya. Beberapa waktu
yang lalu saya mulai bertanya kepada istri saya, "Apa kabar kamu hari
ini?" Waktu saya bertanya, saya kaget ternyata bertahun- tahun saya tidak
pernah menanyakan itu. Saya menganggap sudah tahu bagaimana keadaannya setiap
hari, ya sudah tidak perlu ditanya lagi. Tapi waktu saya bertanya, saya
diingatkan bahwa ini adalah pertanyaan yang menyenangkan dia. Biasanya waktu
saya tanyakan itu, dia bercerita tadi begini, tadi begitu, tadi si anak begini,
tadi si itu begitu. Yang dibutuhkan oleh istri adalah jalinan kontak. Waktu dia
bisa berbicara dengan suaminya, dia merasa tidak tertinggal, tidak dikeluarkan
dari kehidupan suaminya, dia tetap bersama suaminya sehingga ada kontak-kontak
emosional. Wanita sangat mendambakan jalinan atau kontak-kontak emosional
seperti ini.
Bisa
juga meluangkan waktu pada saat jalan pagi atau sore sesudah makan, di halaman
atau di ruang tamu berbincang-bincang, ini memang harapan setiap istri.
Bila
mau dilakukan, ternyata tidak terlalu susah, jalan pagi bersama-sama atau
berduaan sore-sore, atau ngobrol-ngobrol berdua. Itu nantinya bisa menjadi
kebiasaan. Dan saya melihat akhirnya waktu suami bisa memberikan meskipun tidak
banyak waktu seperti itu, hasil yang dia akan petik justru sangat besar. Si
istri merasa disayangi dan akan membalas dengan lebih banyak cinta kasih kepada
suaminya.
4.
Seorang suami perlu mengerti bahwa wanita sangat
dipengaruhi oleh emosi sesaat dan mudah kehilangan keseimbangan rasional.
Kadang kala istri akan mencetuskan kata-kata "aku tidak suka
denganmu", hati-hati agar pria tidak menginterpretasi kata-kata ini secara
kaku. Waktu wanita berkata demikian umumnya itu adalah emosinya yang sesaat dan
kita perlu ketahui bahwa cetusan emosi tidak sama dengan isi hati. Pria
berbeda, pada umumnya pria baru mengeluarkan kata-kata yang negatif atau
menyakitkan setelah dia merasakan itu untuk waktu yang lama, kalau wanita
tidak. Jadi sebaliknya kepada para wanita, sebisanya hati-hati dengan kata-kata
itu, sebab pria cenderung menafsir kata-kata itu secara permanen,
selama-lamanya engkau tidak suka denganku. Misalnya dalam hubungan seksual,
waktu si istri tidak bersedia mungkin sang suami berpikir engkau tidak suka dan
kalau engkau tidak suka berarti selama-lamanya engkau tidak suka.
a.
Pria perlu menyadari wanita dipengaruhi oleh emosi
sesaat, dan yang sesaat tidak berarti selama-lamanya.
b.
Yang lainnya lagi yang harus dilakukan oleh pria
adalah menoleransi ketidakkonsistenan dan subjektifitas istrinya. Memang istri
mungkin akan berkata begini hari ini dan besok lain lagi, atau berpandangan
cukup subjektif dan kurang melihat secara objektif. Suami seharusnya tidak
mempermasalahkan hal itu. Jangan menyerang istri dan berkata "engkau tidak
konsisten", "engkau terlalu subjektif". Hadapi dan beritahukan
saja apa yang menurut pria ini seharusnya dipikirkan atau dilakukan, tanpa
harus menyerang bahwa istri ini terlalu apa atau bagaimana. Sebab memang
begitulah adanya.
c.
Bila ada konflik, berilah penjelasan setelah emosi
wanita reda, namun sewaktu emosinya belum mereda, tidak berarti si pria harus
meninggalkan istri, itu lebih memancing kemarahan. Biarkan duduk sama-sama,
dengarkan dulu sampai dia sudah tenang, kemudian disambung lagi. Atau si pria
bisa berkata, "Saya rasa tidak bisa kita teruskan sekarang, kita tunda
dulu, nanti kita lanjutkan." Nanti setelah dia tenang, suami akan bisa
berbicara dengan lebih logis. Jadi intinya jangan membalas emosi dengan emosi
karena emosi mudah tersulut oleh emosi yang lainnya.
5.
Berikutnya adalah tentang bertanya. Ini sering kali
mengganggu bila wanita suka bertanya dan pria menganggap, wanita ingin
menguasainya, mengatur hidupnya atau mempertanyakan keputusannya. Pria perlu
mengerti bahwa umumnya pada saat wanita bertanya, ia ingin bicara dan kalau
tidak hanya ingin bicara, biasanya dia memang sungguh-sungguh tidak begitu
mengerti dan ingin mendapatkan penjelasan dari pria. Jadi jarang wanita yang
sungguh-sungguh berminat atau berambisi untuk menguasai suaminya, kebanyakan
hanya untuk bertanya karena tidak tahu atau hanya untuk ngobrol. Atau agar bisa
terjadi percakapan, maka dia bertanya. Saran saya adalah jangan mudah merasa
defensif, marah, apalagi tersinggung karena si istri bertanya, jawab seadanya.
Dan kalau tidak sempat menjawab, kita bisa menjanjikan kesempatan yang lain,
kita bisa berkata sekarang aku lagi sibuk, sekarang aku lagi mengerjakan ini
bagaimana nanti aku akan berikan jawabannya. Janjikanlah kesempatan lain dan
penuhi janji itu.
Mungkin
saja pertanyaan itu merupakan kebutuhan istri untuk memberikan rasa aman pada
dirinya, cintanya berkali-kali ditanyakan, "kamu cinta saya?" Padahal
dia tahu kalau dia masih atau tetap dikasihi. Tadi kita sudah singgung bahwa
wanita bersikap sangat subjektif dan dipengaruhi oleh emosi sesaat, bahwa
sesuatu itu tidak bisa langsung dianggap permanen. Jadi bagi seorang wanita
hari ini dia tahu dia dikasihi, besok dia ingin diberikan jaminan lagi bahwa
dia dikasihi. Kalau pria tidak perlu, dia tahu si istri mencintainya dan itu
berlaku untuk selamanya. Berbeda dengan wanita yang memerlukan peneguhan ulang.
Sebab wanita dipengaruhi oleh emosi sesaat. Waktu dia melihat suaminya agak
sedikit repot, tidak begitu banyak ngomong dengan dia hari ini, itu sudah
membuat wanita merasa berbeda, ada yang tidak sama antara kemarin dan sekarang.
Berarti dia harus tahu, apakah perasaan suami tetap sama atau jangan-jangan ada
apa-apa dengan dia. Dia mau memastikan sehingga ia harus bertanya.
Ada
kemungkinan istri dipengaruhi oleh kebiasaan laki-laki suka menyeleweng, karena
hal ini sering terjadi. Boleh dikatakan, ketakutan ini menghantui semua istri,
jadi untuk berjaga-jaga jangan sampai kecolongan, maka wanita akhirnya
bertanya-tanya. Kadang-kadang yang sering kali terjadi adalah istri menceritakan
satu hal yang sama berulang-ulang. Sekali lagi, bagi wanita, berbicara adalah
hal yang memang merupakan kebutuhannya. Jadi isinya, berapa rasionalnya, berapa
pentingnya itu memang nomor dua. Yang penting terjadinya percakapan, itu adalah
tujuan akhirnya. Kalau pria berbicara biasanya untuk tujuan tertentu demi
mencapai target. Kalau wanita tidak, bicara itu sendiri adalah targetnya.
6.
Pria perlu mengerti bahwa wanita melihat dunianya
secara personal atau pribadi dan wanita ingin dinilai baik. Pada dasarnya pria
ingin dinilai sanggup atau mampu, wanita ingin dinilai baik. Maksudnya begini:
a.
Jangan mengkritik wanita secara langsung apalagi
kasar, karena wanita memang bersifat personal. Mudah sekali sesuatu itu
ditafsirkan sebagai serangan terhadap dirinya bahwa ada yang tidak baik tentang
dirinya, bahwa dia bukan orang yang baik, tidak layak, atau ada yang cacat, itu
sangat mudah melukai hati wanita. Jadi kritiklah dengan sangat hati-hati,
karena bila langsung menghujamkan kritikan, kebanyakan akan berdampak negatif.
b.
Jangan membandingkan istri dengan orang lain,
karena biasanya akan memancing kemarahan, sebab wanita bersifat pribadi dan
berorientasi secara personal. Jadi waktu dibanding-bandingkan, dia merasa
dirinya jelek dan ada orang yang lebih bagus dan dia dipermalukan karena orang
lain yang dibandingkan lebih bagus daripadanya. Jadi hati-hati, jangan
membandingkan bahkan dengan ibu atau saudara sendiri sekalipun.
c.
Bila suami ada ketidakpuasan, ungkapkanlah
ketidakpuasan itu dengan lemah lembut dan yakinkanlah bahwa ini demi kebaikan
relasi kita berdua. Kalau pria perlu diyakinkan, ini untuk kebaikan si pria,
kalau wanita tidak. Wanita lebih peduli kalau dikatakan bahwa ini untuk
kebaikan relasi kita berdua sebab sekali lag; bagi wanita kebersamaan itu sangatlah
penting, jadi bila dia tahu ini untuk kebaikan suami-istri, dia akan lebih peka
waktu mendengarkannya.
Walaupun
di sini tidak mengungkapkan sedikit pun tentang seks, sebenarnya tetap ada
pengaruhnya. Suami yang menginginkan seks pada istri biasanya tetap membuat
istri penting, menarik, tetap bergairah atau menggairahkan. Waktu suami tidak
mau lagi berhubungan dan tidak lagi meminta, cenderung membuat istri merasa dia
sudah tidak lagi menggairahkan suaminya. Dan ini bisa menjadi kerikil. Namun
kalau suami bisa memberikan hubungan seksual itu dengan teratur meskipun tidak
terlalu sering biasanya itu sudah sangat memuaskan bagi istri, sebab memang
kebutuhan seksual pria dan wanita tidak sama. Bagi wanita kebutuhan emosional
berada di atas kebutuhan seksual, bagi pria pada umumnya kebutuhan seksual
berada di atas kebutuhan emosionalnya.
Dalam Efe 5:28 ada nasihat: "Demikian juga
suami harus mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri. Siapa yang
mengasihi istrinya mengasihi dirinya sendiri."
Firman Tuhan dengan jelas meminta suami untuk
mengasihi istrinya dan siapa yang mengasihi istri, dia adalah sahabat istri.
Enam hal yang telah kita bahas di atas merupakan contoh-contoh konkret
bagaimana suami bisa mengasihi istrinya. Misalkan dengan sentuhan, kata-kata
yang lembut, mengerti bahwa dia memang cenderung subjektif dan sebagainya. Itu
adalah wujud cinta kasih dan waktu suami memberikan semuanya itu, istri melihat
bahwa suami mengasihinya dan dia menganggap suami sebagai sahabatnya, berada di
pihaknya.
Hal ini akan menjadi contoh buat anak-anaknya
sehingga mereka juga mencintai ibunya. Juga bila suami suka menyentuh dan
merangkul, anak juga suka melakukan hal yang sama pada ibunya. Jadi anak-anak
akan belajar banyak dari perilaku kita, waktu dia melihat hal-hal yang baik dia
juga akan mengikutinya. Dan itu adalah investasi yang bagus bagi si anak karena
nanti dia akan memberikan itu kepada istrinya pula.
Hanya dengan persahabatan yang kokoh di mana Tuhan
yang menjadi pemersatunya, keluarga-keluarga saat ini akan dapat bertahan di
tengah-tengah gempuran pencobaan dan tantangan zaman.
Nama Kursus
|
:
|
Pernikahan
Kristen (PKS)
|
Nama Pelajaran
|
:
|
Suami Istri
dalam Pernikahan Kristen
|
Kode Pelajaran
|
:
|
PKS-R04b
|
Referensi PKS-R04b diambil dari:
Judul Buletin
|
:
|
TELAGA
|
Judul Artikel
|
:
|
Menjadi
Sahabat Bagi Suami
|
Pengarang
|
:
|
Pdt. Dr. Paul
Gunadi, Ph.D.
|
Penerbit
|
:
|
Literatur
SAAT, Malang, 2004
|
Halaman
|
:
|
5 -- 18
|
REFERENSI PELAJARAN 04b - SUAMI ISTRI DALAM
PERNIKAHAN KRISTEN
MENJADI SAHABAT BAGI SUAMI
Pembahasan kali ini terutama diarahkan kepada para
ibu atau istri. Ibu-ibu juga dituntut menjadi sahabat buat anak, maka
pengertian menjadi sahabat buat suami secara umum perlu dijelaskan terlebih
dahulu. Sahabat adalah:
1.
Seseorang yang pertama-tama akan mendampingi.
2.
Seseorang yang akan bisa melengkapi.
Tuhan memberikan peranan khusus kepada istri
seperti dalam kitab Kejadian, bahwa istri itu menjadi seorang penolong yang
sepadan bagi suaminya. Memang di Alkitab tidak dijabarkan apa maksudnya
penolong, tapi melalui realitas sehari-hari kita bisa menimba dan menyimpulkan
beberapa hal yang bermanfaat bagi para istri.
Jadi kita akan melihat dua arti sahabat ini dalam
kelima hal yang bisa dilakukan seorang istri buat suaminya. Hal utama yang
mendasari kelima hal yang akan dibahas lebih lanjut adalah:
Seorang istri harus mengerti suaminya, karena
seorang suami pada umumnya memiliki keunikan-keunikan yang membedakan dia dari
seorang wanita. Seorang istri perlu mengerti bahwa pria menghormati wanita yang
stabil emosinya. Bagi pria ketidakstabilan emosi diidentikkan dengan kelemahan
kepribadian. Apalagi kita hidup dalam dunia yang menuntut kestabilan emosi,
menuntut rasionalitas, menuntut subjektifitas, yang menuntut seorang pria
mengedepankan rasionya dan menempatkan emosinya di belakang. Maka di dunia
pria, seorang yang terlalu dikuasai oleh emosi cenderung dijauhi dan tidak
ditoleransi oleh sesama pria, bahkan bagi banyak pria seseorang yang
menunjukkan emosi yang terlalu kuat menjadi seseorang yang menakutkan. Sehingga
reaksi pria pada umumnya adalah tidak mau dekat-dekat dengan sesama pria yang
beremosi terlalu kuat. Saya kira persepsi atau standar ini dibawa oleh pria ke
dalam rumah tangganya, sehingga pada umumnya pria akan berkeberatan kalau
istrinya terlalu beremosi.
Padahal seorang wanita pada pembawaan dasarnya
memang emosional. Jadi perlu ada usaha dari kedua belah pihak untuk
menyesuaikan diri.
1.
Wanita perlu mengupayakan mengontrol emosinya,
waktu berbicara. Ini tidak berarti wanita sama sekali tidak boleh menunjukkan
perasaan atau emosinya yang kuat. Namun yang lebih penting adalah waktu
menunjukkan emosi, istri juga berusaha mengemukakan alasan- alasannya yang
seharusnya bersifat logis atau rasional. Jadi ucapan-ucapan seperti,
"pokoknya aku merasa begini atau aku melihatnya begini", itu adalah
pernyataan yang sukar diterima oleh seorang pria. Maka sewaktu wanita
mengemukakan argumennya dia perlu mengemukakannya dengan rasional dan sebisanya
mengontrol emosi, sehingga tidak terlalu meledak-ledak atau meluap-luap. Sebab
pada umumnya pria akan menjauhi wanita yang beremosi tinggi.
Waktu
seorang wanita ingin menyampaikan permintaannya dia harus membahasakannya
dengan tepat. Pria peka dengan yang namanya tuntutan. Jadi sebaiknya waktu
wanita minta sesuatu, dia memintanya dengan cara yang halus dan sopan karena
pria cenderung bereaksi terhadap yang namanya tuntutan. Sampaikan permintaan
itu dengan lemah-lembut dan harus konkret, ada hal-hal yang bagi wanita sangat
mudah dicerna, contohnya adalah kasih. Wanita bisa meminta kepada pria
"tolong kasihi aku", tapi bagi pria kata \'kasihi aku\' adalah kata
yang sangat abstrak, pria kurang mengerti hal yang seperti itu. Misalnya lagi
aku membutuhkan engkau di rumah, bagi seorang pria membutuhkan engkau di rumah
artinya diam di rumah. Tapi bisa jadi yang diminta oleh wanita bukan secara
fisik berada di situ, tapi yang dibutuhkan oleh istri misalnya membantunya untuk
menangani pelajaran anak, membantunya memasak atau bersama-sama berbicara,
berbincang-bincang dan sebagainya. Itu yang dimaksud oleh wanita dengan
"aku meminta engkau untuk sering di rumah". Jadi hal seperti ini
perlu dikonkretkan, pria tidak begitu bisa memahami isi hati wanita yang
baginya abstrak, oleh, karena itu penting bagi seorang pria mendapatkan
penjelasan-penjelasan yang konkret.
Sering
kali pria menjauhi wanita yang beremosi tinggi. Kenyataannya kalau istri itu
terlalu emosional, pria sering kali menjauhi, rasanya tidak suka dengan istri
yang emosi. Pada masa berpacaran, wanita mungkin berpikir "O, ... pacarku
tidak berkeberatan", padahal dalam kenyataannya dia berkeberatan. Namun
karena pada masa berpacaran frekuensi pertemuan itu tidak intensif atau tidak
bertemu setiap jam, pria tidak terlalu merasa dampaknya. Namun setelah dia
serumah dan mulai melihat emosi wanita yang turun-naik, kecenderungannya adalah
pria itu akan melarikan diri. Dia tidak sanggup menghadapi emosi yang begitu
kuat, jadi daripada menghadapinya dan kewalahan, akhirnya ia menghindar. Ini
sering kali menjadi pola dalam masalah-masalah pernikahan, di mana pria
akhirnya menghindar dan wanita mengejar. Mengejar agar pria itu menemani dia,
sabar menunggu dan menghadapi emosinya, si pria tidak bersedia, dan kebanyakan
pria akan melarikan diri.
2.
Seorang istri perlu mengerti bahwa pria tidak siap
menghadapi dan tidak menyukai kejutan. Yang dimaksud dengan kejutan di sini
adalah perubahan mendadak dari sesuatu yang sudah rutin. Memang tidak semua
pria seperti ini, namun pada umumnya pria menyukai hal- hal yang sudah bisa
diantisipasi, hal-hal yang memang sudah terencana. Waktu wanita misalnya dengan
tiba-tiba berkata ada satu hal yang mengganggu saga, saya ingin bicara dengan
kamu, bagi seorang pria ungkapan itu sudah mengejutkan dia. Dia pulang ke rumah
mengharapkan situasi rumah seperti kemarin, tiba-tiba istri marah atau
tiba-tiba istri menangis dengan begitu sedih. Itu adalah perubahan yang tak
diantisipasi dan bagi pria hal seperti ini membuat dia sangat tidak nyaman.
Dalam kondisi seperti itu, pria cenderung seperti keong yang terkejut dan
memasukkan kepalanya ke dalam rumah keong. Dengan kata lain, pria tiba-tiba
akan mematikan reaksinya dan tidak memedulikan istri, malahan bisa-bisa dalam
kasus-kasus yang lebih ekstrim pria akan bereaksi. Dengan kemarahan, ia memaksa
wanita untuk tidak bicara lagi dan memaksanya untuk diam.
Kenapa
pria cenderung berbuat seperti itu? Karena dia tidak begitu biasa dan tidak
begitu nyaman dengan perubahan mendadak. Pria mempunyai suatu kebutuhan yaitu
kebutuhan untuk menguasai keadaan, mengontrol situasi. Sewaktu istri tiba-tiba
marah atau karena pelajaran anak tiba-tiba si istri mulai berteriak-teriak, hal
itu membuat suasana tidak terkontrol, pria tidak suka dengan yang namanya tidak
terkendali. Maka dia berusaha menciptakan suasana yang terkendali. Maka saya
menasihati para ibu, jika ada masalah, rencanakanlah waktu untuk bicara
dengannya, artinya jangan secara tiba-tiba langsung melontarkan problem itu di
hadapan pria. Apalagi memaksa pria untuk langsung menghadapi atau menjawabnya.
Saran saya adalah, katakan pada suami, "Ada yang ingin saya bicarakan
nanti malam, apakah boleh. Atau kalau misalnya malam ini kurang begitu cocok
kapan kita bisa berbicara."
Saya
membagikan pengalaman saya sendiri, istri saya mencoba memahami saya dalam hal
ini, tapi sekarang pun kalau istri saya berkata ada yang ingin saya bicarakan
nanti malam, saya sudah langsung memberikan reaksi menutup diri, jantung saya
sudah mulai berdebar-debar dengan lebih cepat dan saya sudah membayangkan bahwa
nanti malam akan ada pembicaraan yang serius, dan saya sudah takut. Karena
pembicaraan yang serius berarti kemungkinan emosi akan keluar, kemungkinan ada
pertengkaran atau perselisihan. Jadi meskipun istri saya sudah mencoba
menghaluskan bahasanya dengan berkata ada yang ingin saya bicarakan dan dia
tidak langsung mengutarakannya, tetap saya sudah bereaksi. Saya masih ingat,
dulu waktu istri saya langsung mengeluarkan unek-uneknya tanpa saya siap untuk
menghadapinya, kecenderungan saya adalah saya mendiamkan dia, saya tidak
menanggapi dia. Itu membuat dia tambah panas, tambah marah, akhirnya menjadi
bertengkar. Akhirnya kami menemukan cara yang lebih cocok untuk kami dan
mudah-mudahan ini juga bisa diterima oleh para pembaca.
Mungkin
juga ada kekhawatiran dari kaum pria atau suami yaitu kalau diperhadapkan
masalah secara tiba-tiba dan ia tidak siap dengan jawabannya maka itu cukup
memalukan. Padahal setiap kita tentu menghindari untuk dipermalukan dengan cara
seperti itu. Pria ingin dilihat mampu atau sanggup, jadi sewaktu diperhadapkan
dengan suatu yang tak bisa dikuasainya dia menjadi sangat kewalahan. Dan dalam
kewalahan itu ia kurang bisa rasional, sehingga memaksa wanita untuk diam. Atau
semakin menegaskan posisinya sebagai seorang suami. Jadi istri harus tunduk
kepadanya.
Memang
kenyataannya seorang laki-laki itu demikian keras. Bagaimana sikap seorang
istri jika suaminya menghadapi suatu masalah itu dengan marah? Apakah istri itu
bijaksana kalau masalah diatasi sendiri ...?
Kalau
ada hal-hal yang bisa diatasi sendiri dan memang tidak berkaitan langsung
dengan si suami, saya kira tidak apa-apa. Jadi suami memang mempunyai
batas-batas sampai berapa jauh dia bisa mengatasi stres, kalau seorang istri
menyadari bahwa inilah batas sang suami maka ia bisa bersikap dan bertindak
dengan tepat. Malam itu jika waktu suami pulang wajahnya sangat tegang, dia
sangat letih, dan si istri tahu topik ini bisa langsung memicu kemarahan si
suami maka kalau si istri berhikmat, akhirnya ia memutuskan lebih baik tidak
saya sampaikan dulu sekarang. Mungkin nanti setelah beberapa hari situasi sudah
reda dan waktunya sudah cocok baru saya sampaikan. Itu hal yang baik, itu
adalah hikmat. Karena satu hal yang juga perlu kita sadari adalah suami tidak
merasa berkewajiban mengetahui semua hal. Kadang kala ada satu kesalahfahaman
di pihak kita yaitu saya harus memberitahukan semuanya padahal tidak demikian.
Sebab cukup umum pria berpikiran bahwa hal-hal rumah tangga adalah wewenang
istri, hal-hal di luar yang berkaitan dengan pekerjaan dan sebagainya adalah
wewenang saya atau tanggung jawab saya. Jadi kalau misalnya istri memutuskan,
biarlah untuk urusan ini atau urusan anak atau apa tidak perlu langsung
diberitahukan kepada suami, saya kira itu tidak apa-apa, bisa ditoleransi
asalkan memang bukan dengan motivasi menutupi atau membohongi. Maka dalam
pengertian mencari waktu yang lebih tepat dan memutuskan bahwa ini memang bukan
waktunya, saya kira itu bijaksana. Kalau masalah itu sudah selesai baru
diceritakan dan kebanyakan tidak akan berkeberatan. Kecuali saat itu, setelah
istri menceritakan, suami berkata, "Saya keberatan, lain kali saya lebih
mau diberitahukan dari awalnya". Tapi wanita bisa berkata, "Saya ini
takut kalau saya bicarakan langsung reaksimu akan begitu keras, jadi bagaimana
jalan keluarnya?" Mintalah masukan dari suami supaya istri bisa
menyampaikan kepadanya tanpa membuat dia lepas kendali, sehingga bisa
dibicarakan. Kalau dia berkata, "Ya tidak apa-apa, engkau beritahukan aku
setelah semuanya ini selesai." ini berarti tidak apa-apa untuk lain kali
pun kita bisa menggunakan metode yang sama.
Jadi
memang erat kaitannya bagaimana istri menjadi sahabat suami ini dalam pemecahan
masalah dalam keluarga. Dan penting sekali istri menjadi bagian dari pemecahan
masalahnya.
3.
Wanita perlu mengerti bahwa pria tidak menyukai
problem dalam rumah. Saya menggarisbawahi kata "dalam rumah", sebab
biasanya pria tidak berkeberatan dengan problem di luar rumah, di tempat pekerjaan,
tempat di mana dia harus menghadapi problem dan masuk ke dalam lingkungan di
mana dia tidak menghadapi problem. Tapi waktu di rumah kecenderungannya adalah
dia tidak begitu siap menghadapinya. Sekurang-kurangnya ada 2 alasan:
Pertama,
pria cenderung menganggap atau mengharapkan rumah sebagai tempat berteduh.
Rumah adalah tempat dia bisa ke luar dari tempat pekerjaan (tempat di mana dia
harus menghadapi problem) dan masuk ke dalam tempat di mana dia tidak
menghadapi problem. Jadi waktu harus menghadapi problem di rumah, pria
cenderung kurang begitu mahir untuk memecahkannya.
Kedua,
adakalanya pria kurang begitu mahir menghadapi problem di rumah karena problem
membuatnya merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan dirinya. Waktu si istri
memunculkan masalah dengan dia, mengkritiknya, meminta dia bahwa dia kurang
berlaku ini, dia kurang berbuat ini, suami akan merasa bahwa ada yang kurang
pada dirinya, ada yang perlu diperbaiki. Pria tidak suka dengan hal itu, pria
cenderung menginginkan dirinya dilihat sanggup, mampu mengatur dan mengatasi
semuanya. Sewaktu mendengar komentar-komentar seperti ini, cenderungnya adalah
dia bersifat defensif atau membela diri. Tatkala problem itu memang betul-betul
ada, secara konkret wanita atau istri harus bersikap terhadap suaminya seperti
berikut ini:
a.
Dia bisa mengungkapkan masalah atau
ketidakpuasannya dalam kemasan positif. Daripada berkata dalam kemasan negatif:
kamu perlu begini, kamu memang begini, gara-gara inilah kamu begini; lebih baik
berkata dalam kemasan positif seperti: saya kira ini perlu kita perbaiki agar
hubungan kita bisa makin baik, jadi kita kemas dalam nada yang positif.
b.
Hindarilah kata-kata tuduhan yang tertulis di atas
yang mengatakan bahwa suami begini, suami begitu, kamu memang begini, kamu
seharusnya begitu, karena kata-kata tuduhan cenderung memancing reaksi membela
diri.
c.
Fokuskan dampak persoalan itu pada diri sendiri,
bukan pada apa yang keliru atau salah dilakukannya. Maksudnya, daripada berkata
engkau tidak melakukan ini, engkau begini-begini, lebih baik istri berkata
waktu engkau begini aku merasa begini. Contohnya waktu engkau pulang malam
tidak meneleponku, bukankah aku sudah memintamu untuk meneleponku? Aku takut
ada apa-apa denganmu dan itu membuatku khawatir, aku tidak bisa konsentrasi,
aku tidak bisa mengajar anak-anak, aku tidak bisa memberi diriku pada
anak-anak, karena terus tegang memikirkan kamu, jadi tolong bantu aku dengan
menelepon aku. Dengan kata lain dia mencoba untuk tidak memfokuskan atau
menyerang si suami, namun memfokuskan pada dampak perlakuan si suami terhadap
dirinya.
Kalau
memang suaminya yang menjadi sumber problem, saya kira yang akan kita bicarakan
adalah dalam pengertian ada niat baik dari kedua belah pihak. Dan ada rasa
kepedulian dan cinta kasih yang tinggi antara dua belah pihak. Kalau suaminya
sudah menjadi problem misalnya disengaja ada perempuan lain, dia berjudi dan
sebagainya, dia tidak bertanggung-jawab main dengan teman-temannya, malam
pulang dengan semaunya, saya kira dalam konteks seperti itu yang dibicarakan
akan efektif. Memang di dalam persahabatan harus ada timbal balik, baru
terjalin persahabatan.
4.
Wanita perlu mengerti bahwa pria mengharapkan
istrinya menjadi sahabat dan sahabat berarti dia tidak meragukan
pertimbangannya. Maksudnya adalah:
a.
Waktu berbeda pendapat jangan menyerangnya secara
frontal. Karena kalau kita menyerangnya dengan frontal seolah-olah kita tidak
lagi percaya pada pertimbangannya. Kalau misalnya tidak setuju, saya anjurkan
istri mengajukan beberapa pilihan untuk dipertimbangkan, bagaimana kalau
begini, bagaimana menurutmu kalau begini. Jadi berikan 2 atau 3 pilihan
sehingga suami bisa memikirkannya.
b.
Sahabat berarti istri membantunya untuk berhasil
dalam usahanya, pria berharap istri menolong dia dan tidak menghambat dia dalam
kariernya. Untuk urusan pekerjaan jika tidak setuju, saya sarankan istri untuk
meminta izin, boleh tidak saya memberikan pendapat saya. Dan tekankan bahwa ini
untuk kepentingan dia, bukan untuk kepentingan istri. Jadi para suami memang
cenderung tidak suka kalau istri seolah-olah mencampuri urusan pekerjaannya dan
mengatur dia di tempat pekerjaan. Jadi ditanya boleh tidak saya memberikan
pendapat dan tekankan ini untuk kebaikan engkau untuk kebaikan usahamu, setelah
itu diam. Jangan memaksa suami untuk menuruti pandangan Anda. Sekali, dua kali
mungkin suami tidak akan menghiraukan karena dia percaya pandangannya lebih
baik. Tapi setelah satu, dua kali ternyata istri yang betul, maka kemungkinan
besar untuk lain kalinya waktu istri memberikan pandangan, suami lebih bersedia
untuk menerimanya. Pria cenderung berpikir dunia pekerjaan adalah dunianya jadi
dialah yang mengerti.
c.
Suami mengharapkan istri menghormatinya di hadapan
orang. Ini penting, ingatlah bahwa pria peka dipermalukan apalagi di depan
orang lain. Saya menghimbau kepada para istri, jangan berselisih pendapat
dengan suami di muka umum, itu amat memalukan suami. Sebab suami merasa dia
kepala, waktu si istri berselisih dengannya di depan orang lain, tidak setuju,
dan mengatakan dia salah, itu memalukan dia sekali. Dan itu akan menghancurkan
harga dirinya dan sering kali akhirnya membuahkan pembalasan dalam bentuk lain.
Juga sebaliknya, suami jangan berbuat hal yang sama kepada istri.
5.
Wanita harus mengerti bahwa pria menikmati seks
sebagai kepuasan fisiknya dan menggunakan seks sebagai wadah penyataan
kemesraannya. Jadi biarkan suami menikmati tubuh saudara dan ini tidak identik
dengan memanfaatkan diri Saudara. Karena pria sangat bahagia kalau si istri
bisa berpartisipasi dalam hubungan seksual dengannya. Terimalah kemesraan
seksualnya sebagai kemesraan romantis. Ada istri yang salah sangka dengan
berpikir, engkau hanya memakaiku sebab kalau tidak berhubungan, engkau tidak
begitu mesra. Pria kurang mampu menunjukkan kemesraan dan sering kali hanya
bisa menunjukkan kemesraan dalam hubungan seksual, jadi terimalah itu sebagai
kemesraan romantisnya. Sedapatnya jangan menolak kebutuhan seksualnya, sebab
penolakan atau ketidaksenangan ditafsirkan sebagai penghinaan bagi seorang
pria. Jadi kalau memang sungguh- sungguh tidak bisa, katakan apa adanya namun
sebisanya coba layani dia, karena itulah yang membuat dia senang.
Ada
yang bertanya, dalam hal ini perlukah si istri itu menawarkan diri terlebih
dahulu?
Saya
kira kalau memang misalkan sudah ada jadwal tertentu beberapa minggu sekali,
istri bisa bertanya apakah ini yang perlu dilakukan malam nanti. Saya kira jika
hal itu membuat suami merasa bahwa istri juga membutuhkan dan menyenanginya,
sehingga bukan hanya dia sendiri yang meminta, itu akan membuat suami merasa
jauh lebih baik dan jauh lebih senang.
Semua
itu jelas merupakan suatu pengorbanan dari si istri untuk menjadi sahabat bagi
suami. Firman Tuhan dalam Efe 5:22 menasihatkan: "Hai istri, tunduklah
kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala istri sama
seperti Kristus adalah kepala jemaat."
Jadi
pada intinya kalau mau menjadi sahabat buat seorang suami, yang terpenting
adalah benar-benar mencoba menghormati dia, pikirannya, permintaannya,
keinginannya. Dan sewaktu istri mulai mengedepankan keinginan si suami,
biasanya itu akan direspons secara positif oleh suami. Jadi mulailah
mengedepankan dan menundukkan diri di hadapan suami.
Itulah
pesan firman Tuhan yang tentunya sangat berguna bagi kita sekalian.
Nama Kursus
|
:
|
Pernikahan
Kristen (PKS)
|
Nama Pelajaran
|
:
|
Kemurnian
|
Kode Pelajaran
|
:
|
PKS-R04c
|
Referensi PKS-R03b diambil dari:
Judul Buku
|
:
|
Persiapan
Pernikahan
|
Judul Artikel
|
:
|
Menghadapi
Konflik
|
Pengarang
|
:
|
H. Norman
Wright
|
Penerbit
|
:
|
Gloria,
Yogyakarta, 1998
|
Halaman
|
:
|
180 -- 182
|
REFERENSI PELAJARAN 04c - KEMURNIAN
MENGHADAPI KONFLIK
Ada lima cara untuk menghadapi konflik pernikahan.
Yang pertama adalah menarik diri. Jika Anda
cenderung melihat konflik sebagai sesuatu yang sama sekali tak dapat dielakkan
dan sangat sulit dikendalikan, maka mungkin memang tak ada gunanya Anda mencoba
mengatasinya. Anda dapat menarik diri secara fisik dengan meninggalkan ruangan
atau lingkungan tertentu, atau secara psikologis dengan tidak berbicara,
bersikap acuh atau melindungi diri sedemikian rupa hingga apa yang dikatakan
tidak akan mempengaruhi Anda. Ada banyak orang yang menggunakan pendekatan ini
untuk nelindungi diri mereka.
Memenangkan pertarungan adalah sebuah alternatif
lain. Jika konsep diri Anda terancam atau jika Anda merasa harus mempertahankan
kepentingan Anda, maka kemungkinan metode ini tepat bagi Anda. Jika Anda berada
pada posisi yang lebih berotoritas dan posisi tersebut terancam, maka
memenangkan pertarungan merupakan serangan balasan. Tak peduli apa pun harga
yang harus dibayar, menang merupakan sasaran utama.
Orang menggunakan berbagai macam taktik untuk
menang. Karena pasangan suami-istri sadar betul akan daerah-daerah kelemahan
dan yang bisa menyakitkan pasangannya, seringkali mereka justru memanfaatkannya
untuk memaksa pasangannya mengikuti kemauan mereka. Para "pemenang"
ini bahkan mungkin menyerang harga diri seseorang supaya menang. Mereka
menyimpan dendam dan menggunakannya pada saat yang tepat untuk menghadapi
sebuah konflik. Mereka dapat meluapkan emosi dan sakit hati yang sudah
tersimpan lama pada saat yang menguntungkan. Pendekatan "menumpuk
dendam" seperti ini merupakan bentuk lain dari balas dendam dan jelas
tidak mencerminkan sikap pengampunan dari orang Kristen.
Kalau memenangkan pertarungan adalah cara yang Anda
pilih, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
1.
Apakah kemenangan itu sangat perlu untuk membangun
atau mempertahankan harga diri Anda atau untuk mempertahankan gambar diri yang
kuat dari pribadi Anda?
Orang
memerlukan harga diri yang kuat untuk mendapatkan kepuasan dalam hidup dan
dalam pernikahan mereka. Tetapi apa yang mendasari hal ini? Jika seseorang
merasa tidak aman atau ragu-ragu, seringkali ia menciptakan gambar diri yang
palsu untuk membodohi orang lain yang pada akhirnya justru membingungkan
dirinya sendiri. Tunduk pada orang lain, mengalah atau kalah dalam debat atau
pertengkaran merupakan ancaman besar terhadap perasaan seseorang akan dirinya
sendiri, sehingga ia berjuang agar hal itu tidak terjadi. Orang yang otoriter
biasanya tidak pernah merasa seaman seperti yang ia bayangkan. Tunduk pada
orang lain merupakan suatu tanda bahwa posisinya telah lemah.
2.
Apakah kemenangan diperlukan karena Anda
dibingungkan antara keinginan dan kebutuhan?
Seseorang
yang merasa membutuhkan sesuatu akan lebih gigih berusaha untuk mendapatkannya
daripada bila ia hanya menginginkan sesuatu. Sudahkah Anda membedakan antara
kebutuhan dan keinginan? Mungkin Anda akan melihat sesuatu sebagai kebutuhan
dalam hidup Anda sementara pasangan Anda melihatnya sebagai keinginan belaka.
Bagaimana Anda tahu bahwa sesuatu itu benar-benar merupakan kebutuhan?
Pendekatan
ketiga dalam menghadapi konflik adalah menyerah. Kita sering melihat
rambu-rambu jalan yang mengharuskan kita memberi jalan kepada orang lain; yang
ditempatkan demi keamanan kita sendiri. Jika kita mau mengalah dalam suatu
konflik, berarti kita juga melindungi diri kita sendiri. Kita tidak ingin
berisiko menghadapi konfrontasi, sehingga kita mengalah dan mengikuti pasangan
kita.
Kita
semua menggunakan pendekatan ini dari waktu ke waktu, tetapi apakah mengalah
merupakan pola yang biasa Anda gunakan? Mengalah terus-menerus bisa menciptakan
rasa kemartiran atau pada akhirnya perasaan bersalah dalam diri pasangan Anda.
Kita bahkan menemukan beberapa orang yang harus "kalah" dalam konflik
rumah tangganya. Pendekatan ini merupakan cara untuk menjaga kesaksian kita.
Dengan mengalah akan timbul kesan bahwa Anda dapat menguasai diri dan adalah
orang yang "paling Kristen."
Kita
belajar untuk menekan atau menahan kemarahan dan juga menumpuknya, bukannya
melakukan apa yang Nehemia lakukan ketika mendengar adanya perlakuan
sewenang-wenang terhadap bangsanya yang miskin. "Maka sangat marahlah aku
[Nehemia], ketika kudengar keluhan mereka dan berita-berita itu. Setelah
kupikir masak-masak, aku menggugat dan para pemuka dan penguasa" (Neh
5:b-7). Sebagian orang mendapatkan banyak hal dari kekalahan mereka sebanyak
yang orang lain dapatkan dari kemenangan mereka.
Sebuah
metode lain dalam menghadapi konflik adalah berkompromi atau memberi sedikit
untuk mendapat sedikit. Anda telah belajar bahwa Anda perlu menahan sebagian
ide atau tuntutan agar pasangan Anda dapat memberi respon. Anda tidak mau
terus-menerus menang, tetapi juga tidak mau bila pasangan Anda yang
terus-menerus menang. Pendekatan ini memembutuhkan persetujuan dari kedua
pihak.
Metode
kelima disebut "menyelesaikan. " Jika Anda mengikuti metode ini dalam
menghadapi konflik, maka setiap situasi, sikap atau perilaku diubahkan melalui
komunikasi secara langsung dan terbuka. Pasangan ini bersedia meluangkan cukup
banyak waktu untuk membicarakan keberbedaan-keberbedaan di antara mereka
sehingga meski sebagian dari keinginan dan ide mereka yang semula telah
berubah, mereka sangat puas dengan solusi yang mereka capai.
Metode
yang paling baik atau paling ideal untuk mengatasi konflik? Masing-masing
memiliki keefektifan dalam situasi-situasi tertentu. Ada saatnya mungkin,
memenangkan pertempuran merupakan cara yang terbaik, dan bukan kompromi.
Mengalah pada saat-saat tertentu bisa merupakan suatu tindakan nyata dari kasih
dan perhatian yang benar dan murni. Tetapi cara ideal yang kita pakai adalah
cara yang menyelesaikan konflik.
Ketika
seseorang menggunakan penarikan diri sebagai pola yang biasa ia gunakan dalam
menghadapi konflik, hubungan akan terganggu dan kebutuhan-kebutuhan akan sulit
terpenuhi. Ini merupakan cara yang paling tidak membantu dalam menghadapi
konflik. Hubungan tersebut tidak dapat bertumbuh dan berkembang.
Jika
ini merupakan cara Anda, pikirkan mengapa Anda menarik diri. Ini bukanlah
demonstrasi dari ketundukan dan kerendahan hati yang alkitabiah. Metode ini
seringkali dipakai karena adanya perasaan takut-terhadap pasangan Anda atau
terhadap kemauan Anda sendiri.
Memenangkan
pertarungan akan memenuhi tujuan pribadi tetapi pada saat yang sama
mengorbankan hubungan yang dimiliki. Seseorang bisa saja memenangkan
pertempuran tetapi kalah dalam perang. Dalam suatu pernikahan, pernikahan,
hubungan yang baik lebih penting daripada tujuan pribadi, dan memenangkan
pertarungan dapat menjadi kemenangan yang hampa.
Mengalah
punya nilai yang lebih tinggi karena kelihatannya membangun sebuah hubungan,
tetapi tujuan atau kebutuhan pribadi seseorang dikorbankan di sini yang dapat
menimbulkan dendam. Mengalah mungkin tidak membangun seperti yang diyakini
banyak orang, karena jika hubungan itu sedemikian pentingnya, maka seseorang
akan bersedia berbagi, berkronfontasi dan berani bicara. Apa yang dapat dicapai
melalui resolusi akan membangun hubungan lebih baik lagi dan memperlihatkan
perhatian yang semakin besar lagi bagi hubungan itu lebih dari metode lainnya.
Kompromi
merupakan sebuah usaha untuk menjaga kelangsungan suatu hubungan dan pemenuhan
sebagian kebutuhan. Tawar menawar yang terjadi dapat berarti bahwa ada beberapa
nilai yang dikompromikan. Anda bisa saja mendapati bahwa Anda tidak begitu puas
dengan hasil akhirnya, tetapi masih lebih baik daripada tidak ada sama sekali.
Sebenarnya hal ini pun dapat mengancam hubungan tersebut. Akan timbul
kegelisahan setelah kompromi dibuat.
Menyelesaikan
konflik adalah cita-cita yang harus dituju oleh setiap pasangan. Sebuah
hubungan dapat diperkuat setelah konflik terselesaikan dan kebutuhan-kebutuhan
terpenuhi bagi kedua pihak. Di sini dibutuhkan lebih banyak waktu, penerimaan
serta kesediaan untuk mendengarkan.
Anda
mungkin bisa berubah dalam proses tersebut, tetapi Anda senang dengan perubahan
yang terjadi. Perubahan yang positif dan menguntungkan. Dan perubahan itu
mungkin dilakukan, bahkan perlu dilakukan! Karena Yesus Kristus ada dalam hidup
Anda, Anda dapat menyerahkan segala ketakutan dan kegelisahan. Anda dapat
memiliki keyakinan dan keberanian baru untuk menghadapi berbagai masalah hidup,
dan dengan cara yang baik, dengan orang-orang lain di sekitar Anda. Sebagian
orang merasa bahwa mereka tidak mungkin berubah. Namun Firman Allah berkata,
"Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan
kepadaku." (Fili 4:13)