PBB pada 1970-an sudah memulai program pembangunan yang kedua, tapi pada waktu itu tampaknya masih ama semakin merembet ke pelbagai negara dunia ketiga dengan proyek negara maju yang amat terkenal, developmentalisme. Tapi dari berbagai pertemuan selanjutnya, masyarakat internasional tampak menjadi lebih sadar bahwa masalah dunia, pencemaran lingkungan, memang telah berkembang menjadi semakin tak terdeteksi. Meskipun demikian, kesadaran tersebut masih belum mampu menggerakkan secara nyata agar industrialisasi yang digalakkan lebih bermoral dalam mempersepsi dan memanfaatkan lingkungan hidup.belum juga bisa mengubah secara fundamental struktur pembagian keadilan dunia,
terutama berkaitan dengan kerusakan lingkungan yang semakin l
Secara pasti dikatakan
bahwa keselamatan lingkungan hidup merupakan persoalan yang serius baik bagi
individu maupun masyarakat. Meski nyatanya kesadaran akan urgensi melestarikan
dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup baru mendapat perhatian yang cukup
semenjak PBB mengadakan konferensi lingkungan hidup sedunia pada 5 Juni 1972.
Dan pada saat itulah ditetapkan juga sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia.
Pembangunan yang
diselenggarakan negara Dunia Ketiga dalam bingkai developmentalisme berimbas
pada sebuah karakter yang melekat sangat kuat dalam pembangunan itu sendiri,
yakni anti ekologi. Pembangunan ekonomi yang menggariskan industrialisasi
sebagai panglima segera melegitimasi watak itu. Kerusakan lingkungan dalam
praktik developmentalisme adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Seringkali
apabila konsep ekologi dan ekonomi dipertemukan maka kepentingan keduanya
berbenturan satu sama lain. Fakta ini menimbulkan pertanyaan, apakah kedua
prinsip tersebut memang saling menegasikan, sehingga pembangunan ekonomi harus
mengorbankan kelestarian lingkungan hidup (Arif, 2000).
Resiko Perkembangan Teknologi
Perkembangan ilmu dan
teknologi manusia telah banyak membawa kesejahteraan hidup. Namun tampaknya
kesejahteraan ini diperoleh melalui resiko yang teramat besar, yaitu ancaman
eksistensi manusia sendiri sebagai organisme hidup. Produk-produk industri
dibarengi dengan hasil sampingan yang merusak kualitas lingkungan hidup dan
menggerogoti kehidupan manusia. Manusia dan lingkungannya saling mempengaruhi,
maka kemerosotan mutu lingkungan hidup akan mempengaruhi juga mutu kehidupan
manusia.
Masalah lingkungan hidup
tersebut sangat luas dan kompleks. Salah satu masalah itu adalah masalah
pencemaran. Pencemaran menjadi masalah karena mengganggu hidup dan kesehatan
manusia. Dalam pembahasan ini kami ingin menyoroti dari segi moralitas dan
teologi, yakni yang berkaitan dengan nilai hidup. Misalnya tentang kesehatan
manusia. Nilai ini merupakan nilai dasar yang sangat tinggi bagi manusia. Tanpa
kesehatan, nilai-nilai lainnya yang ada dalam manusia akan berkurang
manfaatnya. Dan karena perbuatan manusia sendiri nilai kesehatan yang sangat
tinggi itu digerogotinya, terutama perbuatan manusia dalam memperlakukan dan
memandang alam ciptaan secara tidak tepat.
Pencemaran, apapun
namanya, selalu membawa akibat terhadap manusia. Hal ini merupakan tantangan
bagi manusia dalam menghadapi masalah tersebut. Bagaimana manusia mengambil keputusan?
Apa yang perlu diprioritaskan terutama dalam penyelamatan lingkungan ini?
Masalah ini menjadi begitu rumit. Di satu pihak manusia ingin maju, dan
berkembang dalam kehidupannnya, tetapi di lain pihak perilakunya kerap membawa
akibat negatif bagi kehidupan manusia sendiri. Di sinilah dibutuhkan sikap
mental dan tanggungjawab dari manusia.
Teologi Lingkungan
Sikap mental yang tepat adalah memandang alam ciptaan
sebagai keseluruhan. Untuk membentuk sikap mental yang tepat perlu pengetahuan
dan pengertian yang harus diyakini. Dalam buku ini kami mencoba menunjukkan
pandangan biblis-teologis yang perlu sebagai salah satu sarana pembentukan
sikap mental, dan sebagai dasar penilaian moral. Meski pada kenyataannya apa
yang ditunjukkan sebagai norma moral itu tidak selalu diindahkan dalam
pelaksanaannya. Tidak jarang norma-norma moral itu dilanggarnya. Karena itu
untuk mendukung pandangan moral dan teologi itu diperlukan norma-norma hukum
yang memiliki daya memaksa untuk mengatur hidup dan kehidupan manusia demi
kesejahteraan manusia secara keseluruhan. Bagaimana hukum yang melindungi tata
lingkungan hidup? Adakah kesesuaian dengan pandangan Kristiani dalam hal penciptaan?
Hubungan yang timpang
antara manusia dengan alam akan melahirkan kerusakan, baik bagi manusia maupun
lingkungannya. Kerusakan ekologis memberi dampak ancaman bagi keberlangsungan
kehidupan manusia. Begitu juga ketika manusia kehilangan kewenangannya untuk
mengelola alam, maka alam pun akan terus membisu dan keberadaannya tanpa arti.
Alam memiliki arti ketika ia disentuh oleh tangan manusia untuk meninggikan
peradaban manusia.
Dalam konteks teologis, agar Tuhan tidak diselewengkan untuk
kepentingan-kepentingan rendah yang ujung-ujungnya menenggelamkan manusia
kembali, maka manusia harus terus menghidupkan sisi nuraninya karena jiwa
manusia adalah cermin terang yang memantulkan gambar Tuhan. Manusia adalah
citra Tuhan. Maka, seluruh ajaran agama harus terarah pada penghormatan
martabat manusia. Agama diturunkan untuk kebaikan manusia. Kalau agama justru
menistakan manusia, maka sesungguhnya dia telah kehilangan raison d’etre-nya.
Inilah yang disebut dengan agama pembebasan,
yaitu agama yang spirit dasarnya adalah untuk membebaskan manusia dari posisi
ketertindasannya.
Judul: Menuju Keselarasan Lingkungan: Memahami Sikap Teologis
Manusia terhadap Pencemaran Lingkungan
Penulis: Yosef Eko Budi Susilo
Penerbit: Averroes Press
Tahun: 2003
Tebal: 156
ISBN: 9799711630
Penulis: Yosef Eko Budi Susilo
Penerbit: Averroes Press
Tahun: 2003
Tebal: 156
ISBN: 9799711630
Tidak ada komentar:
Posting Komentar