Selasa, 21 Juli 2015

Memahami Sikap Teologis Manusia terhadap Pencemaran Lingkungan


PBB pada 1970-an sudah memulai program pembangunan yang kedua, tapi pada waktu itu tampaknya masih ama semakin merembet ke pelbagai negara dunia ketiga dengan proyek negara maju yang amat terkenal, developmentalisme. Tapi dari berbagai pertemuan selanjutnya, masyarakat internasional tampak menjadi lebih sadar bahwa masalah dunia, pencemaran lingkungan, memang telah berkembang menjadi semakin tak terdeteksi. Meskipun demikian, kesadaran tersebut masih belum mampu menggerakkan secara nyata agar industrialisasi yang digalakkan lebih bermoral dalam mempersepsi dan memanfaatkan lingkungan hidup.belum juga bisa mengubah secara fundamental struktur pembagian keadilan dunia, terutama berkaitan dengan kerusakan lingkungan yang semakin l
Secara pasti dikatakan bahwa keselamatan lingkungan hidup merupakan persoalan yang serius baik bagi individu maupun masyarakat. Meski nyatanya kesadaran akan urgensi melestarikan dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup baru mendapat perhatian yang cukup semenjak PBB mengadakan konferensi lingkungan hidup sedunia pada 5 Juni 1972. Dan pada saat itulah ditetapkan juga sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia.
Pembangunan yang diselenggarakan negara Dunia Ketiga dalam bingkai developmentalisme berimbas pada sebuah karakter yang melekat sangat kuat dalam pembangunan itu sendiri, yakni anti ekologi. Pembangunan ekonomi yang menggariskan industrialisasi sebagai panglima segera melegitimasi watak itu. Kerusakan lingkungan dalam praktik developmentalisme adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Seringkali apabila konsep ekologi dan ekonomi dipertemukan maka kepentingan keduanya berbenturan satu sama lain. Fakta ini menimbulkan pertanyaan, apakah kedua prinsip tersebut memang saling menegasikan, sehingga pembangunan ekonomi harus mengorbankan kelestarian lingkungan hidup (Arif, 2000).

Resiko Perkembangan Teknologi

Perkembangan ilmu dan teknologi manusia telah banyak membawa kesejahteraan hidup. Namun tampaknya kesejahteraan ini diperoleh melalui resiko yang teramat besar, yaitu ancaman eksistensi manusia sendiri sebagai organisme hidup. Produk-produk industri dibarengi dengan hasil sampingan yang merusak kualitas lingkungan hidup dan menggerogoti kehidupan manusia. Manusia dan lingkungannya saling mempengaruhi, maka kemerosotan mutu lingkungan hidup akan mempengaruhi juga mutu kehidupan manusia.
Masalah lingkungan hidup tersebut sangat luas dan kompleks. Salah satu masalah itu adalah masalah pencemaran. Pencemaran menjadi masalah karena mengganggu hidup dan kesehatan manusia. Dalam pembahasan ini kami ingin menyoroti dari segi moralitas dan teologi, yakni yang berkaitan dengan nilai hidup. Misalnya tentang kesehatan manusia. Nilai ini merupakan nilai dasar yang sangat tinggi bagi manusia. Tanpa kesehatan, nilai-nilai lainnya yang ada dalam manusia akan berkurang manfaatnya. Dan karena perbuatan manusia sendiri nilai kesehatan yang sangat tinggi itu digerogotinya, terutama perbuatan manusia dalam memperlakukan dan memandang alam ciptaan secara tidak tepat.
Pencemaran, apapun namanya, selalu membawa akibat terhadap manusia. Hal ini merupakan tantangan bagi manusia dalam menghadapi masalah tersebut. Bagaimana manusia mengambil keputusan? Apa yang perlu diprioritaskan terutama dalam penyelamatan lingkungan ini? Masalah ini menjadi begitu rumit. Di satu pihak manusia ingin maju, dan berkembang dalam kehidupannnya, tetapi di lain pihak perilakunya kerap membawa akibat negatif bagi kehidupan manusia sendiri. Di sinilah dibutuhkan sikap mental dan tanggungjawab dari manusia.

Teologi Lingkungan


Sikap mental yang tepat adalah memandang alam ciptaan sebagai keseluruhan. Untuk membentuk sikap mental yang tepat perlu pengetahuan dan pengertian yang harus diyakini. Dalam buku ini kami mencoba menunjukkan pandangan biblis-teologis yang perlu sebagai salah satu sarana pembentukan sikap mental, dan sebagai dasar penilaian moral. Meski pada kenyataannya apa yang ditunjukkan sebagai norma moral itu tidak selalu diindahkan dalam pelaksanaannya. Tidak jarang norma-norma moral itu dilanggarnya. Karena itu untuk mendukung pandangan moral dan teologi itu diperlukan norma-norma hukum yang memiliki daya memaksa untuk mengatur hidup dan kehidupan manusia demi kesejahteraan manusia secara keseluruhan. Bagaimana hukum yang melindungi tata lingkungan hidup? Adakah kesesuaian dengan pandangan Kristiani dalam hal penciptaan?
Hubungan yang timpang antara manusia dengan alam akan melahirkan kerusakan, baik bagi manusia maupun lingkungannya. Kerusakan ekologis memberi dampak ancaman bagi keberlangsungan kehidupan manusia. Begitu juga ketika manusia kehilangan kewenangannya untuk mengelola alam, maka alam pun akan terus membisu dan keberadaannya tanpa arti. Alam memiliki arti ketika ia disentuh oleh tangan manusia untuk meninggikan peradaban manusia.
Dalam konteks teologis, agar Tuhan tidak diselewengkan untuk kepentingan-kepentingan rendah yang ujung-ujungnya menenggelamkan manusia kembali, maka manusia harus terus menghidupkan sisi nuraninya karena jiwa manusia adalah cermin terang yang memantulkan gambar Tuhan. Manusia adalah citra Tuhan. Maka, seluruh ajaran agama harus terarah pada penghormatan martabat manusia. Agama diturunkan untuk kebaikan manusia. Kalau agama justru menistakan manusia, maka sesungguhnya dia telah kehilangan raison d’etre-nya. Inilah yang disebut dengan agama pembebasan, yaitu agama yang spirit dasarnya adalah untuk membebaskan manusia dari posisi ketertindasannya.
26 February, 2015 | 97 Views | Diposting oleh: Saiful Arif

Judul: Menuju Keselarasan Lingkungan: Memahami Sikap Teologis Manusia terhadap Pencemaran Lingkungan
Penulis: Yosef Eko Budi Susilo
Penerbit: Averroes Press
Tahun: 2003
Tebal: 156
ISBN: 9799711630


Tidak ada komentar:

Posting Komentar