Selasa, 21 Juli 2015

PERNIKAHAN

Pengertian
            Menurut pengertian yang dikemukakan dalam kamus besar bahasa Indonesia kata pernikahan berasal dari kata nikah, yang berarti perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami isteri (dengan resmi). Pengertian yang sama juga diperoleh dari kata perkawinan yang berasal dari kata kerja kawin yang berarti a) membentuk keluarga dengan lawan jenis, bersuami atau beristeri, b) melakukan hubungan kelamin, c) brsetubuh. Kata pernikahan yang kemudian sering digunakan dipergunakan karena kemungkinan kata perkawinan seringkali dihubungkan dengan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan.

Menurut J.Verkuyl pernikahan adalah suatu peraturan yang ditetapkan oleh Tuhan. Pernikahan adalah tata tertib suci yang ditetapkan oleh Tuhan, khalik langit dan bumi; dan didalamnya peraturan suci itu diaturNya hubungan pria dan wanita.

Pernikahan dapat dipahami oleh masing-masing orang berdasarkan pola berfikirnya sebagaimana dikemukakan oleh M.Bons-Storm dengan mengatakan bahwa arti nikah Kristen bukanlah sesuatu yang dapat dihafalkan atau diindoktrinasikan kepada anggota-anggota jemaat. Arti nikah Kristen itu tidak sama bagi setiap manusia dan arti nikah ada banyak seginya. Ada segi bahwa dalam hidup perkawinan, manusia itu diselamatkan dari suatu kesepian yang tidak tertahan.

Arti Pekawinan Menurut Beberapa Agama
Perkawinan menurut agama islam yang dikemukakan oleh sarjana islam
  1. Menurut prof. Dr. H. Moh. Yunus, perkawinan adalah aqad antara calon suami-isteri untuk memenuhi hayat jenisnya menurut yang diakui oleh syariat. Aqad artinya ikatan atau perjanjian. Jadi aqad dalam perkawinan artinya perjanjian untuk mengikatkan diri dalam perkawinana antara seorang wanita dan seorang pria.
  2. Menurut Sayuti Thalib SH, perkawinan adalah perjanjian suci untuk membentuk keluarga antara seorang laki-laki dan seorang perempuan.

Perkawinan menurut agama Kristen Protestan
Perkawinan adalah persekutuan hidup antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang total, eksklusif, dan terus menerus (permanen).

Perkawinan menurut gereja Katolik
Gereja katolik merumuskan perkawinan sebagai ikatan cinta mesra dan hidup bersama yang diadakan oleh pencipta dan dilindungi oleh hukum-hukumNya. Hukum gereja Katolik merumuskan perkawinan sebagai perjanjian antara pria dan wanita untuk membentuk kebersamaan menyangkut seluruh hidup, yang terarah pada kesejahteraan suami-isteri serta pada kelahiran dan pendidikan anak.

Perkawinan menurut agama Hindu
Agama Hindu memandang perkawinan sebagai sesuatu yang suci dan obligator sifatnya karena dikaitkan dengan kewajiban bagi seseorang untuk mempunyai keturunan dan untuk menebus dosa-dosa orang tua dengan menurunkan seorang putera.

Perkawinan menurut agama Buddha
Perkawinan menurut agama Buddha adalah suatu ikatan suci yang harus dijalani dengan cinta dan kasih saying seperti yang diajarkan oleh Buddha, atau dengan perkataan lain perkawinan adalah ikatan lahir dan batin dari dua orang yang berbeda kelamin yang hidup bersama-sama untukselamanya untuk mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan sekarang ini dan yang akan datang.

Menurut undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.



Dasar Alkitabiah
Dalam Kejadian 1:26-28 dituliskan tentang penciptaan manusia yang berbunyi :
“ Berfirmanlah Allah : Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi. Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut bambar Allah diciptakanNya dia; lai-laki dan perempuan diciptakanNya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”.

Dasar lain dari kitab Kejadian yaitu Kejadian 2:18-24 yang menceritakan tentang hubungan laki-laki dan perempuan.
“Tuhan Allah berfirman tidak baik kalau manusia itu hidup seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia”. Lalu Tuhan Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. DibawaNyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap mahkluk yang hidup, demikianlah nanti nama mahkluk itu. Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kapada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. Lalu Tuhan Alla membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tampat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangunNyalah seorang perempuan, lalu dibawanya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: “inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki”. Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”.

Menyangkut pernikahan Tuhan Yesus dengan tegas memberi penekanan seperti yang terdapat dalam Injil  Matius 19:6 yang berbunyi :
“Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”.

Menurut Rasul Paulus perkawinan adalah perlindungan laki-laki yang ditetapkan maka bailah laki-laki mempunyai isterinya sendiri hal ini dilihat dalam I Kor 7:1-5 yang berbunyi :
“Dan sekarang tentang hal-hal yang kamu tuliskan kepadaku. Adalah baik bagi laki-laki, kalu ia tidak kawin, tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri. Hendaklah suami memnuhi kewajibannya terhadap isterinya, demikian pula isteri terhadap suaminya. Isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya. Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak”.

Efesus 5:22-23 menjelaska tentang hubungan suami dan isteri yang menggambarkan hubungan Kristus dan jemaatNya :
“hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri samaseperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh”.

Pemahaman Ahli Mengenai Perkawinan
a.      Dr.J.L.Ch.Abineno
Gereja-gereja menganggap perkawinan sebagai suatu karunia atau pemberian Allah. Hal ini mereka dasarkan atas Kejadian 1 dan 2 dan Matius 19:3 dan yang berikutnya. Karena itu umumnya perkawinan dijunjung tinggi oleh anggota-anggota gereja. Tetapi pada waktu-waktu yang terakhir ini hal itu telah mulai berubah salah satu buktnya ialah banyaknya perceraian yang terjadi pada waktu itu. Ketidak bahagiaan perkawinan pada waktu dahulu sering disebabkan oleh pertimbangan-pertimbangan kemasyarakatan dan ekonomi yang dipakai oleh kalangan-kalangan tertentu pada waktu itu untuk perkawinan sehingga yang biasa terjadi ialah bukan pemuda yang kawin dengan pemudi, tetapi uang yang kawin dengan uang, kerbau (sapi) yang kawin dengan kerbau (sapi), tanah yang kawin dengan tanah, dll. Malahan untuk memelihara (mempertahankan) keutuhan pusaka keluarga sering suami dan isteri yang baru kawin dinasehati, supaya mereka jangan mempunyai banyak anak. Untuk maksud yang sama anak-anak dari banyak keluarga bangsawan pada waktu itu biasanya mempunyai lebih dari satu isteri.
      a.1. Nilai Perkawinan
Perkawinan pada waktu itu agak merosot nilainya, hal ini paling jelas dilihat di dunia barat. Di sana pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi umumnya lebih suka “kumpul kebo” (samenleven) dari pada mengikat diri dalam suatu perkawinan.
Terhadap perkawinan secara lembaga mereka mempunyai banyak keberatan :
-          Perkawinan secara lahiriah, menurut mereka kelihatan baik dan rukun tetapi kalau dilihat dari dalam suami dan isteri tidak hidup rukun dan tidak berbahagia. Malahan sebaliknya mereka sering hidup bermusuh-musuhan. Praktik banyak perkawinan yang juga diberkati oleh gereja sama sekali tidak “merangsang” dan memberikan inspirasi. Untuk menutupi keburukan yang terjadi yang terjadi disitu suami dan isteri harus berlaku munafik. Oleh semua hal ini banyak orang di barat tidak begitu suka mengikat diri dalam perkawinan sebagai lembaga.
-          Perkawinan sebagai lembaga menurut mereka pada hakekatnya tidak mempunyai arti. Di situ tidak ada kegairahan hidup dan segala sesuatu berlangsung secara otomatis. Suami dan isteri mempunyai “tempat” mereka masing-masing dalam perkawinan mereka karena itu mereka menjalankan peranan mereka disitu hampir-hampir tanpa kesalahan sesuai dengan apa yang mereka pelajari dan ketahui dari orang tua mereka sebelum mereka melangsungkan perkawinan mereka. Dalam perkawinan sebagai lembaga tidak ada yang baru dan menegangkan, tidak ada yang diinginkan, tidak ada yang didambakan.
-          Perkawinan menurut mereka adalah lembaga yang tidak jujur, yang banyak mempunyai kebohongan. Hal ini nyata dari janji yang sesuai dan isteri ucapkan waktu perkawinan mereka “diteguhkan”, yaitu bahwa mereka akan setia seorang kepada yang lain bukan hanya pada waktu senang, tetapi juga pada waktu susah selama hidup mereka. Dan bahwa hanya kematian saja yang dapat menceraikan mereka sebagai suami isteri. Perkawinan sebagai lembaga menurut mereka adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan.
a. 2. Perkawinan Menurut Ajaran Kristen
-     Perkawinan sebagai persekutuan hidup
      Perkawinan menurut ajaran kristen adalah persekutuan hidup antara suami dan isteri yang dikehendaki oleh Allah karena Dia yang memberikan perkawinan kepada manusia menghendaki supaya perkawinan merupakan suati persekutuan hidup. Perkawinan sebagai suatu perkawinan hidup tidak otomatis terjadi. Ia harus diperjuangkan, ia harus dibentuk, dipelihara dan dibina bersama-sama oleh suami isteri.
      Salah satu syarat yang paling penting untuk itu ialah : keterbukaan suami dan isteri yang taat pada kehendak Allah dan yang karena itu berusaha untuk membuat perkawinan mereka menjadi suatu persekutuan hidup yang lestari, harus bersifat terbuka seorang terhadap yang lain.
-          Perkawinan Sebagai Suatu Hidup Total
Perkawinan menurut ajaran Kristen bukan saja adalah suatu persekutuan hidup, tetapi juga suatu persekutuan hidup yang total. Perkawinan sebagai suatu persekutuan hidup yang total sangatlah penting. Ia yang membedakan hubungan antara suami dan isteri dengan hubungan antara manusia-manusia lain.
-          Perkawinan Sebagai Suatu Persekutuan Hidup Yang Eksklusif
Perkawinan menurut ajaran Kristen adalah perkawinan yang hanya terdiri dari satu pria (suami) dan satu wanita (isteri). Ia tidak mengenal oknum yang ketiga baik dalam kesukaan maupun dalam kedudukan baik dalam kesehatan maupun dalam kesakitan. Dalam praktek perkawinan sebagai persekutuan hidup yang eksklusif  diancam oleh rupa-rupa bahaya yag timbul dari keinginan untuk hidup atau mengadakan hubungan seksual dengan pria atau wanita lain. Keinginan ini adalah dosa, karena ia bukan saja bertentangan dengan kehendak (Hukum dan Kasih) Allah tetapi ia juga dapat merusak hidup sendiri dan hidup sesama manusia.
-          Perkawinan Sebagai Suatu Persekutuan Hidup Yang Kontinyu.
Perkawinan sebagai suatu perkawinan hidup yang kontinyu yaitu perkawinan yang berlangsung terus-menerus siapa yang mengambil keputusan untuk memasuki perkawinan ia harus ingat bahwa ia tidak mungkin lagi keluar dari situ karena ia sudah terikat untuk seterusnya. Kalau ia bisa keluar dari perkawinannya maka kasih yang mempertemukannya dahulu dengan suami atau isterinya bukanlah perkawinan yang benar yaitu perkawinan dibawah hokum Allah sebab kasih dan perkawinan dibawah hukum Allah menuntut bahwa hubungan antara suami dan isteri adalah hubungan yang kontinyu yaitu hubungan yang memerintahkan kesetiaan Allah pada umatNya.
-          Perkawinan Sebagai Suatu Persekutuan Percaya.
Perkawinan sebagai suatu perkawinan yang percaya ialah bahwa suami dan isteri dalam hidup mereka harus mempunyai paling sedikit persesuaian paham tentang soal-soal  yang prinsipil seperti makna hidup, maksud dan tujuan perkawinan, tugas suami dan isteri, tanggung jawab orang tua, pendidikan anak-anak dll. Maksud dan tujuan perkawinan mereka mengakui norma-norma dan nilai-nilai tertentu dan berusaha untuk merealisasikan norma-norma dan nilai-nilai itu.
      Menurut kepercayaan orang-orang Kristen perkawinan adalah pertama-tama peraturan Allah. Berdasarkan kepercayaan ini perkawinan orang-orang kristen yang telah dicatat dan dilangsungkan oleh pemerintah diteguhkan dalam gereja.
      Bagi orang-orang Kristen perkawinan bukan saja suatu kejadian dalam masyarakat, tetapi terutama suatu kejadian dalam gereja, karena itu bagi mereka persekutuan percaya adalah soal yang esensial (hakiki)
b.      Dr.Al.Purwahadi wardoyo M.S.R
Menurut Hadiwardoyo sebagian besar umat manusia sepanjang sejarah hidup dalam lembaga perkawinan. Mereka yang menikahpun pada umumnya hidup bersama dengan keluarganya, yakni bapak-ibu dan saudara-saudaranya. Oleh karena itu masalah perkawinan menyangkut kepentingan semua orang. Maka moral perkawinan patut menjadi salah satu perhatian kita.
  1. Perkawinan Sebagai Lembaga Masyarakat
Menurut Hadiwardoyo perkawinan sebagai lembaga masyarakat, sudah sangat lama, dimana nyata bahwa perkawinan diakui, diatur dan dilindungi oleh masyarakat. Norma-norma atau peraturan-peraturan masyarakat tentang lembaga perkawinan pada awalnya menyangkut hakekat perkawinan pada umumnya diakui bahwa perkawinan merupakan ikatan pria dan wanita yang membenarkan hidup bersama, termasuk hak untuk tidur bersama dan mempunyai anak bersama.
Masyarakat mengakui suami-isteri sebagai wanita yang berhubungan erat dengan suaminya dan mengakui anak-anak sebagai anak-anak mereka berdua,walaupun mungkin hanya memakai hanya ayah saja misalnya; pengakuan masyarakat tampak dari perlindungan dan sikap hormat orang banyak maupun para pemimpin terhadap suami dan isteri dan anak-anak mereka.
  1. Perkawinan Sebagai Lembaga Hukum Negara
Menurut Hadiwardoyo kebanyakan negara modern mengakui perkawinan sebagai lemabaga hukum negara. nyata bahwa Negara ikut mengakui, mengatur dan melindungi lembaga perkawinan warganya.
Kebanyakan negara mengakui perkawinan sebagai ikatan yang kokoh antara pria dan wanita, dan mengakui suami dan isteri sebagai orang tua yang sah dari anak-anak mereka berdua, karena itu pegawai negeri sipil juga mendapat tunjangan anak, selain gaji pokok dan tunjangan-tunjangan lainnya.
Anggapan berbagai negara tentang sahnya perkawinan yakni ada negara yang mengakui bahwa sahnya perkawinan jika sudah melalui perkawinan yang diteguhkan oleh lembaga negara semacam catatan kantor pencatatan sipil.

  1. Perkawinan Sebagai Lembaga Agama
Kebanyakan agama juga telah melembagakan perkawinan dan agama itu memberikan pedoman-pedoman moral dan hukum-hukum dibidang perkawinan, misalnya : persiapan nikah, peneguhan nikah, proses peneguhan nikah, proses perceraian, proses pembatalan nikah danperkawina kedua sesudah ada perceraian. Agama juga melihat perkawinan sebagai ikatan erat antara pria dan wanita serta kebanyakan agama melihat yang lebih luhur lagi dari perkawinan misalnya; sebagai kenyataan yang suci, kenyataan yang menuai nilai sakral, kenyataan yang mendekatkan suami-isteri dengan Tuhan, kenyataan yang membuahkan rahmat atau berkat Tuhan.
  1. Perkawinan Sebagai Lembaga Hidup
      Sebagian orang terpanggil untuk membentuk suatu keluarga. Bagi orang yang hendak menikah harus menguji diri, sejauh mana ia akan mematuhi ketentuan-ketentuan hukum perkawinan yang berlaku, misalnya kalau hukum perkawinan Negara memberikan kewajiban pada suami untuk mencukupi nafkah isteri dan anak-anaknya, kalau hal itu tidak dapat dipenuhi, sebaiknya menunda dulu pernikahan itu.
      Perkawinan juga menuntut kesetiaan dari laki-laki maupun perempuan dan kemauan untuk beranak, serta kemampuan unntuk mendidik anak-anaknya, karena tuntutan ini adalah panggila berkeluarga yang penting.
Kesadaran akan perkawinan sebagai panggilan hidup terutama menuntut dari muda-mudi yang merasa terpanggil kesana untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin, agar nanti benar-benar mampu memenuhi tuntutan pokok cara hidup itu. Perkawinan tidak dilihat sebagai peristiwa yang datang sendiri sesuai dengan kedewasaan usia, maka pemilihan partner pun sebaiknya dilakukan dengan kesungguhan, tidak asal sama-sama mau, masa pacaran justru perlu untuk saling menguji, apakah mereka berdua memang akan mampu menjadi suami isteri yang setia dan saling membahagiakan.
  1. Perkawinan Pebagai Persektuan Hidup
      Melalui perkawinan suami dan isteri sah menjadi teman hidup dalam menjalani kehidupan mereka, mereka mempersatukan diri dengan seluruh pribadi, jiwa dan raga. Sejak pernikahan … bahwa mereka mempersatukan tubuh mereka melalui senggama, sebagai tanda cinta dan ungkapan kehendak yang bulat untuk mempersatukan seluruh hidup mereka.
  1. Sifat-Sifat Pekawinan
      Sifat-sifat pokok perkawinan yang berhasil yaitu: monogami, tak terceraikan, heteroseksual dan terbuka akan adanya anak selain itu masih ada sifat-sifat perkawinan yang lebih sekunder atau hanya terdapat pada perkawinan tertentu saja misalnya sifat yang membahagiakan, menjamin nafkah, menaikkan gengsi, merukunkan dua keluarga besar. Perkawinan yang besar:
-          Perkawinan yang bersifat monogami yaitu perkawinan yang satu isteri dan satu suami saja.sifat ini berasal dari manusia yang normal, atau sifat laki-laki dan perempuan yang menginginkan cinta yang penuh atau tidak terbagi (tidak ada pihak ketiga dan seterusnya).
-          Perkawinan yang bersifat tak terceraikan yaitu suami dan isteri dapat menghindari perceraian resmi walaupun mungkin terpaksa hidup terpisah karena ketidakcocokan yang tak teratasi karena perceraian resmi melibatkan banyak pihak yaitu suami isteri, kedua mertua, anak-anak, saudara-saudara ipar, pengadilan negara dan pengadilan agama.
-          Pekawinan heteroseksual merupakan sifat pokok perkawinan yakni perkawinan yang menyatukan dua orang berbeda jenis kelamin, sehingga keduanya saling melengkapi, saling membahagiakan dan saling menyempurnakan
-          Keterbukaan akan adanya anak, secara spontan suami isteri yang normal dan sehat mengetahui serta menyetujui bahwa persekutuan mereka akan membuahkan anak-anak bahkan ada suami isteri yang sangat merindukan anak sebelum pernikahan mereka.
  1. Tugas Pokok Suami Isteri
      Tugas pokok suami isteri yaitu menyempurnakan cinta, saling membahagiakan, membentuk persekutuan hidup yang penuh cinta, menurunkan dan mendidik anak-anak yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka, ikut membangun dan ikut mengembangkan umat beragama yang seiman.
c. Eka Darmaputera
a.   Sebagai sarana melalui relasi antara manusia diberikan kemungkinan bentuk dan isi yang seluhur-luhurnya. Dalam artian bahwa merupakan saran untuk menjalin hubungan antara manusia. Pola hidup untuk saling menerima dan memberi sangat memegang peranan.
b.   Sebagai sarana melalui makna kreai (penciptaan) Allah memperoleh kemungkinan untuk dilanjutkan. Yakni melalui perkawinan manusia diberi mandat untuk berkembang biak, berketurunan dan memenuhi bumi (Kej 1:28).
c.   Sebagai sarana manusia untuk melaksanakan tugasnya. Berarti bahwa manusia melalui perkawinan diberi tugas untuk menguasai dan memelihara alam semesta, sehingga manusia harus selalu meningkatkan kemampuan yang ada pada dirinya.

e. Theodorus Kobong
            Perkawinan merupakan persekutuan suami isteri yang tidak boleh diceraikan oleh manusia, sebab perceraian itu tidak dikehendaki oleh Allah. Dalam rangka membina persekutuan itu, gereja harus membina persekutuan itu, gereja harus membina warganya untuk menguduskan perkawinan. Sehingga menurutnya segala sesuatu yang merusak dan mengancam kesejahteraan hidup perkawinan adalah dosa. Setiap orang dituntut untuk memelihara perkawinan sebagai suatu persekutuan untuk memlihara kehidupan.

Pertanyaan-pertanyaan:
1.      Bagaimanakah pandangan gereja katolik dan protestan tantang pernikahan?
2.      Apa yang dimaksudkan dengan pernikahan beda agama?
3.      Apa pandangan gereja katolik dan protestan tentang pernikahan beda agama?
4.      Apa yang melatarbelakangi diterimanya pernikahan beda agama dalam gereja Toraja?



DAFTAR PUSTAKA

Alkitab, Terjemahan LAI, Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia, 1997
Abineno, J.L.Ch, Sekitar Etika Dan Soal-Soal Etis, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2003
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Idonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1991
Eka Darmaputera, Keluarga Berenacana dalam Rangka Keluarga Bertanggung Jawab, Jakarta : Dewan Gereja-Gereja di Indonesia, 1971
Hadiwardoyo, Perkawinan Menurut Islam dan Katolik, Yogyakarta : Kanisius, 1990
Hadiwardoyo. Purwa, Perkawinan dalam Tradisis Katolik, Yogyakarta : Kanisius, 1998
Stott John, Isu-Isu Global ( Terjemahan GMA Nainggolan ), YKBK/OMF, 1994
Thalib Sayuti, Hukum Keluarga Indonesia (Berlaku Bagi Umat Islam ), Jakarta : UI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar