I. APA DAN BAGAIMANA: ARTI APOKALIPTIK, CIRI-CIRI
APOKALIPTIK, DAN THEOLOGIA APOKALIPTIK
1.1.    
Latar Belakang 
Menjelang akhir abad 
ke  3 sM banyak sastra  yang dihasilkan  dunia Yunani termasuk munculnya  sastra 
apokaliptik. Pada masa ini juga terjadi proses  penulisan 
kitab suci tulisan Ibrani  ke
terjemahn  Yunani (septuaginta).  Kanon kitab suci yang  ditulis di Palestina  dalam bahasa Ibrani atau Aram, beberapa
diantaranya tergolong Apokaliptik, yang kemudian hari diterjemahkan ke dalam
bahasa Yunani dan dikenal  di
kalangan  orang-orang Yahudi  diaspora (perantauan)  yang berbahasa Yunani. Kemudian  diantaranya masuk ke dalam  septuaginta yang akhirnya  diambil alih 
gereja Kristen. [1]
Pada dasarnya unsur-unsur muatan  tentang apokaliptik telah muncul dalam  dunia Kanaan, mitos-mitos zoroaster, peramal-peraal
Babilonia, mitos-mitos Yunani, sejarah-sejarah Helenis, keyahudian, orang-orang
bijaksana dan kemungkinan  dimunculkan
oleh  pengarang-pengarang  masa lampau.[2]
 Menurut  Herbert: naskah-naskah atau tulisan
apokaliptik berasal dari  karya
tulisan-tulisan Yahudi dan  Kristen yang
di tulis  di Mesir dan di Palestina
selama  periode  dari tahun 200 sM sampai dengan tahun 200 M.
Kata apokaliptik  berasal dari   bahasa Yunani yang berarti “wahyu”. Adapun
tulisan apokalaiptik  adalah sebuah jenis
tulisan yang muncul diantara orang Yahudi dan Kristen untuk menunjukkan sebuah
ratapan, kisah-kisah tentang surga dan duniawi, kemanusiaan dan Tuhan,
malaikat-lmalaikat, setan-setan/iblis, 
hidup dunia pada masa kini dan  
masa yang akan datang.  Tulisan
apokaliptik mungkin  muncul dalam
tradisi  kenabian Israel, namun
diperkirakan muncul beberapa  abad  setelah masa peran kenabian dalam Israel.
Nabi terakhir dari Israel adalah  
Maleakhi tahun 450 sM. Dalam Alkitab 
ada dua  buku apokaliptik
yakani  buku Daniel dalam PL dan  Wahyu dalam PB, dua  contoh 
buku tesebut   merupakan
bentuk  tulisan apokalptik yang  baik yang 
mengikuti  tradisi  buku-buku Yahudi dan Kristen[3]
Secara khsus Dalam PL sastra Apokaliptik ditemukan
dalam  Yesaya 24-27, Yer  24:1-3, 
Hesekiel  1-37, dan  puncak 
apokaliptik ditemukan dalam kitab Daniel (200-64 sM), namun banyak  buku-buku yang  bersifat apokaliptik yang tidak termasuk
dalam kanon. [4]
Memang banyak   tulisan-tulisan  Apokaliptik sebenarnya masih  dipertimbangkan, misalnya  tulisan yang ditemukan  di Qumran (laut Mati) dan  komentar-komentar  tulisan orang Yahudi.  Adakalanya  tulisan-tulisan apokaliptik sulit untuk dimengerti
dan dibuktikan secara duniawi, oleh sebab itu nubuatan  tentang Apokaliptik hanya dapat  diterima dalam sikap iman dan
pengharapan.  Dalam hal ini nubuatan  tentang masa 
depan dipahami sebagai perbuatan 
Tuhan atas kejadian-kejadian yang terjadi dalam sejarah dunia (Yes 7).
Walaupun   mungkin apokaliptik tidak
dapat dibuktikan dengan  perpekstif
apokaliptik eskatologi yang berhubungan dengan kehidupan masa sekarang,
dimana  apokaliptik tersembunyi dalam
apokaliptik yang akan datang. Namun  
pandangan  tersebut  dibiarkan 
saja bertumbuh. Sejarah dan 
kondisi sosial boleh-boleh saja menunutun setiap  kelompok masyarakat dalam perspektif  ke 
ideologi yang  berlawanan antara  pengharapan 
dan sejarah  kenyataan yang
dihubungkan dengan kondisi  sosial  politk[5]
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa  pengaruh dan 
perkembangan apokaliptik dilatar belakangi oleh dua faktor yakni pertama: pengaruh gerakan Juadaisme dan
Helenisasi dan kedua; pengaruh
perkembangan dan  tekanan politik yang
menimpa orang Yahudi.
1.2.
Etimologi 
Istilah Apokaliptik 
berasal dari kata Yunani apokaloptein apokaloptein artinya  penampakan
(to reveal) dan apokalufij apokalupsis artinya  membukakan rahasia (revelation) Arti kata
tersebut dapat ditemukan dalam Wahyu 1:1; 
Mat 16:17, Efesus 3:1-5 (Parousia); Luk 17:30; Rom 2:5; 2 Tess 1:7; 1
Pet 4:13. Panggilan   sebagai Rasul yang
langsung diterima dari Allah : Gal 1:11-17. Dalam PB sejarah keselamtan itu
“dinyatakan” atau dibuka, namun tidak  dijelaskan 
perbedaan antara  apokaliptik  dengan eskatologi, hal ini menjadi
problematika dalam PL. [6]
Lazimnya Apokaliptik  mengacu pada suatu  hal yang sebelumnya tersebunyi  namun kini telah disingkapkan.  Istilah apokaliptik pada awalnya  merupakan suatu ungkapan teknis yang dipakai
oleh gereja  sejak  abad ke 2 sM untuk menunjukkan suatu  jenis 
sastra  yang erat hubungannnya dengan  Wahyu  
kepada Yohnnes dalam PB, dan  
kemudian  menjadi sebutan  untuk gaya  
bahasa peneulisan seperti itu. 
Oleh sebab itu pada  awalnya
“apokaliptik”  adalah satu kata  yang sulit 
dibuat batasannya.[7]
1.3.
Mengenal Sastra  Apokaliptik. 
                Sastra
apokaliptik  merupakan jenis  tulisan penyataan ilahi yang dihasilkan dari
lingkungan keyahudian  sekitar tahun  250 sM 
dan tahun 100 sM yang kemudian diambil alih dan dipertahankan oleh
gereja.  Gaya pengkungkapannya nampaknya
sulit diterima, sebab isinya akan membawa pembaca pada  satu dunia khayalan dan mimpi yang gaib dan  menakjubkan, ada binatang-binatang dengan
tanduk   yang panjang, ular naga yang menyemburkan  api, binatang-binatang yang berjatuhan, orang
yang berkuda yang misterius, gunung-gunung yang gaib, sungai-sungai suci,
gempa-gempa bumi  yang  menghancurkan,  raksasa-raksasa yang mengerikan, anak-anak
setan, persalinan  yang dasyat, pertanda
di sorga dan pertanda  dilangit.  Gaya 
penulisan apokaliptik yang paling jelas ditemukan dalam Kitab Daniel
dan  Wahyu.  Untuk kedua kitab tersebu, H.H. Rowley
merumuskan “Bukan hanya kebetulan saja
dimana yang satu dimasukkan dalam PL dan 
satu lagi dimasukkan dalam PB, sebab keduanya memiliki  makna yang lebih khusus  dari semua kitab lainnya[8] yang
ada diantara keduanya”. 
Untuk memperoleh ruanglingkup tentang apokaliptik,
maka perlu membuat batasan  apokaliptik
berdasarkan tanda-tanda  atau ciri-ciri
sastra apoaliptik meliputi:[9]
Ø  Ada gagasan  tentang 
dunia luar
Ø  Adanya
mitos
Ø  Penglihatan-penglihatan  tentang jagat raya
Ø  Pemahaman
sejarah yang tanpa pengharapan
Ø  Dualisme                                                         
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               
Ø  Pembagian
sejarah kurun-kurun waktu
Ø  Pengajaran
mengenai dua zaman, masa kini dan masa yang akan datang. 
Ø  Angka-angka
sebagai simbol
Ø  Penegasan
yang dibuatbuat atas atas pengilhaman
Ø  Pemakaian
nama penulis samaran, dan sikap mental 
yang tertutup  terhadap  kalangan luar (esoterisme)
Ø  Sastra
apokaliptik bersifat esoteric
Ø  Bentuknya  berupa 
sastra
Ø  Tuliasna
apokaliptik juga  menuliskan tentang
“Surga baru dan  dunia  baru”. Tulisan  apokaliptik  menuliskan tentang  penciptaan kembali. Surga akan datang sebagai
sebuah  surga yang baru dan dunia yang
baru dan menggantikan dunia yang lama dengan penciptaan dunia yang baru oleh   hukum dan 
ketetapan Allah (Wahyu 20-22; 2 Henokh 65:7-10; 2 Barukh 48)[10]
Ø  Memakai
bahasa simbolik dan penulisnya 
memakai  bahasa simbolik dan
penulisnya memakai nama  samaran.  Herbert mengatakan bahwa “penggunaan simbol
dalam  buku-buku apokaliptik  memiliki maksud dan tujuan. Simbol menjadi
kekuataan, simbol-simbol yang dipergunakan 
penulis   buku apokaliptik adalah
beraneka ragam. Adapun maksud dari simbol tersebut adalah untuk membuat
perbedaan antara  yang baik dan yang
jahat yang besumber  dari kekuatan iblis.[11]
Ø  Tentang
kerajaan Allah  (bnd  Henokh 41), dimana  dunia 
akan diadili oleh Allah sebagai hakim.  Apokaliptik lain   menekankan tentang kerajaan Allah seperti hukum
di dalam penciptaan baru (Henokh 84:3, Wahyu 11:15, Dan 4:17).  Hampir seluruh buku-buku apokaliptik  mengggambarkan tentang kerajaan  atau hukum daripada Allah sebgai pusat. Dan
seluruh peristiwa adalah  berasal dari Allah.[12]
Seorang Mesias akan  datang   sebagai mediator antara  Allah dan 
manusia dalam rangka keselamatan dunia[13]
Ø  Tulisan
apokaliptik juga  menekanakan tentang
sukacita  manusia  pada masa yang akan datang. Sukacita akana
membawa  manusia kepada  Allah dan manusia akan  merasakan kehidupan yang penuh arti dalam
kehidupan yang baru[14]
(bnd Yes 25-26:16)
Sehubungan dengan 
ciri apokaliptis di atas maka unsur-unsur yang  terdapat dalam  agama para nabi meliputi:[15]
1.       
Dualisme; Para
nabi  menempatkan  penyelamatan terakhir  dalam dunia 
ini. Dunia baru yang akan datang tidak terlepas dari  dunia yang terus berjalan, walaupun dalam
dunia baru tersebut segala kejahatan akan dihapuskan. (Yes 11:6-9). Dunia baru
yang akan datang adalah  akibat dari
kedatangan Ilahi, bukan  akibat  dari proses-proses alami yang bekerja  dalam sejarah ( Yes 26:21, 24:1-4). Oleh
sebab itu  para penulis  apokaliptik 
mengembangkan ide tentang  adanya
dua zaman, yakni masa kini dan masa yang akan datang.
2.       
Determinisme yakni
kedatangan zaman baru tergantung dalam 
kuasa Allah, manusia dalam hal ini mampu untuk menjegah atau menentukan.
3.       
Pesimisme.
Penulis  apokaliptik  mendambakan 
kemenangan  akan kedatangan  kerajaan Allah pada  akhir zaman, namun mereka  pesimis tentang hal itu.  Dalam hal ini segala pergumulan yang sulit
dijawab oleh manusia hanya  dapat  melalui pengharapan akan masa   akan datang
4.       
Sikap  etis 
pasif.  Penulis
Apoliptik tidak menekankan tentang hukuman seperti  yang ditekankan oleh para nabi.  Namun penulis 
melihat bahwa Israel masih menderita yang dipahami tidak layak.  Penulis apokaliptik  tidak 
menyoroti secara tegas tenetang persoalan  moral dan 
etis, terkecuali dalam  
wasiat  dua  belas 
bapak leluhur.
Klaus Koch
memperjelas dengan membedakan  apokalipsis
dan apokaliptik. Apokalipsis dibatasi jenis 
sastra, dan apokaliptik dipahami sebagai gerakan intelektual. Apokaliptik
ditulis dalam bahasa  Ibrani dan  Aram dan yang termasuk dengan  apokaliptik adalah  kitab Daniel, I Henokh, II Barukh, IV Ezra,
Apokalipse Abraham dan  Kitab  Wahyu Yohanes.[16]
                Kemudian
P.D.  Hanson  mengusulkan pembedaan dan  pembagian menjadi tiga  yakni[17]
a.       
 Apokalipsis, yakni  satu jenis 
sastra   yang ditemukan  bersama-sama 
jenis sastra  lainnya seperti
kitab wasiat, ucapan  kenabian   yang memaklumatkan  penghakiman 
dan keselamatan dan  perumpamaan
yang digunakan oleh penulis-penulis 
apokaliptik
b.       
 Eskatologi apokaliptik,  yaitu 
perspektif   tentang  rencana-rencana Allah dalam hubungannnya
dengan  kenyataan-kenyataan dunia. 
c.       
Apokaliptisisme  dibatasi sebagai  gerakan sosial keagamaan  yang mengambil alih wawasan  eskatologi 
apoaliptik, tetapi  karena
“gerakan” seperti itu  mengungkapkan  dirinya 
dengan cara-cara  lain
sebagai  akibat  dari keadaan-keadaan  kesejarahan yang terus berubah, maka  tidaklah 
mungkin untuk memberikan  ‘batasan
pemikiran yang  resmi terhadap apokaliptisisme”.
  Namun
pembagian rangkap tiga ini ditolak oleh 
Knibb dan  juga  Micahel Stone, sebab  apoakaliptisime tidak dapat dipisahkan  dengan apokalipsis itu sendiri.  Mereka memberi saran untuk  meninggalkan isitilah  apokaliptisisme  dan mempertahankan istilah eskatologi
apokaliptik  dan apokalipsis.[18]
Collins  merumuskan bahwa 
“Apokalipsis”
adalah jenis  sastra  mengenai penyataan ilahi yang
disampaikan  dalam kerangka  cerita. 
Penyataan ini sampai kepada 
seorang manusia  sebagai
penerimanya melalui perantara “oknum” adikodrati. Melalui oknum ini  disisipkanlah 
kepadanya suatau kenyataan yang luar kawasan dunia, kenyataan
transedndden. Kenytaan  ini  bersifat 
waktu, sejauh  yang digambarkannya
adalah keselamtan eskatologi dan bersifat spasial sejauh kawasan lain yang
adikodrati tercakup juga”.[19]
 Dari paparan
diatas  D.S. Russel menyimpulkan
bahwa  apokalipsis sebagai  satu jenis 
sastra yang mencakup  pokok yang
luas,  dan memberi gambaran yang  lebih rinsi mengenai  kawasan sorgawi,  sejarah Yahudi dan  nasip dunia dan keberadaaan orang yang
tinggal didalammnya dan semua itu telah disingkapkan  sebagai penyataan yang diterima langsung dari
Allah melalui mimpi  atau  penglihatan atau melalui malaikat-malaikat
yang diutus.
Apokaliptik merupakan suatu kawasan  keagamaan tertentu atau sekelompok ide yang
diperlihatkan di dalam apokalipsis atau sastra-sastra lain  yang berkaitan, suatu wawasan yang lebih luas
daripada eskatologi, namun  memiliki ciri  perenungan 
tentang  “hal-hal atau
penghakiman  masa yang akan datang”, dan
lebih luas dari  kitab-kitab yang
disebut  “apokalipsis”.
Eskatologi 
apokaliptik merupakan ungkapan kepercayaan  mengenai akhir zaman yang ditemukan dalam
tulisan-tulisan  yang mengetengahkan
kawasan  apokaliptik. Dari aspek latar
belakang,  eskatologi kenabian  dan  eskatologi 
apokaliptik  memiliki korelasi
satu dengan yang lain.  Namun keduannya tidak sama, dan  perbedaan 
setidaknya dalam dua segi: Eskatologi 
kenabian memandang keselamatan bersifat universal yakni untuk sisa umat
yang benar, sedangkan  ekatologi apokaliptik
memandang  untuk orang perorangan,
eskatologi kenabian  memusatkan
perhatian  pada kawasan  dunia 
dan pemulihan Israel, sedangkan eskatologi apokaliptik    berpusat pada  suatu kawasan di luar  dunia yang didalamnya  kebahagiaan 
dan penghakiman sesudah kematian dialami. [20]
Kitab apokaliptik merupakan  dokumen atau catatan-catatan  keagamaan yang lahir pada zamannya
sekitar  tahun  250 sM sampai 100 sM.  Dokumen itu tidak hanya catatan historis
saja, namun   merupakan catatan  dan 
refleksi iman  yang  diperlihatkan 
bangsa Israel ketika mereka 
diperhadapankan  pada  krisis dan 
problematika akibat ancaman dari penindas.  Kitab itu merupakan catatan pergumulan  iman dan 
gejolak  batin yang berlangsung
selama  3 abad.   Sastra apokaliptik  mengungkapkan 
kehampaaan pengharpan jika ditinjau dari 
aspek  politik dan  sejarah 
bagi umat. Oleh sebab itu tulisan apokaliptik melukiskan  penderitaan yang menimpa umat adalah “perang
antara  Allah dengan dunia kegelapan“
oleh sebab itu maka   umat diarahkan
untuk  melihat ke sesuatu  yang berada 
di luar sejarah yakni  campur
tangan Allah yang ajaib dan luar bisa, rayakan akan membebaskan  segala 
ketidakadilan yang telah menimpa umatNya[21]
Latar belakang munculnya sastra apokaliptik sangat
dipengaruhi  perkembangan  kebudayaan 
Yunani dan  pengaharpan orang
Yahudi.  Kebudayaan Yunani mendapat
perhatian yang  istimewa bagai  Raja 
Aleksander Agung (336-323 sM), 
namun  apokaliptik  Yahudi 
sangat bertentangan dengan  nilai
yang dibawa oleh kebudayaan  Yunani
tersebut.  Aleksander sangat    giat dan berusaha  menyatukan 
semua peradaban  barat adan Timur
yang mengacu pada  kebudayaan  Yunani. Oleh sebab itu segala  hambatan baik aspek politik dan kebudayaan,
dan kebangsaan  diruntuhkan dan
semua  latar belakang harus merasakan
bagian dari “dunia yang didiami” (Oikumene). Proses helenisasi   sinkritisme, melibatkan  pengaruh agama-agama  Timur Kuno dari Babel  dan Persia 
memiliki pengaruh yang besar. Ketiak 
Aleksander  merebut  Kerajaan Babel dan  kemudian Persia, dan juga  bergerak menuju ke India, menjadikan   percampuran 
kebudayaan-kebudayaan Timur dan Barat dan akhirnya  mempengaruhi kehidupan  dan agama-agama  bangsa Yahudi di seluruh  diaspora kecuali  Yerusalem sendiri.[22]
Pada masa pemerintahan  Ptolomeus dan Seleukid percampuran keagamaan
antara Yudaisme dan helenismey ang hiup berdampingan membuat orang Yahudi tidak
bergairah dan sebaliknya mereka  
berusaha untuk mempertahankan 
tradisi nenek moyang mereka, dan keretebukaan agama dan kebudayaan terhadapa
helenisme    merupakan ancaman besar bagi
kehidupan mereka. Orang Yahudi  memahami
janji Allah  melalui nabi-nabinya dan
sama sekali bertentangan dengan  janji
dalam   konsep kebudayaan helenisme
suatu  zaman baru, yang didalanya   orang  
mengalami pembebasan dan  pikiran
serta kesadaran mereka dibukakan.[23]
Ditengah tantangan tersebut orang Yahudi mengalami pertentangan  antara pengaharapan  dan 
kenyataan sejarah, dan  realitas
pergumulan disekitar mereka,  mereka
tidak menemukan jala keluar dan   menyakini
hanya Allah satu-satunya jalan keluar 
yang datang turun tangan untuk mendirikan kerjaan-Nya melalui utusan
yang diurapinya, kerajaan yang di dalamnya musuh akan dibinasakan dan  Israel 
akan merenima  kedaulatan dan
kekuasaaan untuk selamanya. Inilah keyakinan dan amanat para   penulis 
apokaliptik. Penulisan apokaliptik memahami bahwa tindakan
pembebasan  Allah  dalam sejarah bukan berhenti disitu saja,
namun  akan disingkapkan  penyataan Allah yang memberikan jaminan   pembebasan 
akan dialami sesudah sejarah dunia 
berakhir. Jika  Aleksander  berencana menyatukan  umat 
manusia  di  dalam satu ”dunia  yang didiami” namun
penulis Apokliptik  meyakini  rencana Allah lebih  agung yakni 
menyatukan   semua sejarah   manusia 
dan bahkan  seluruh jagat   dalam satu kesatuan  yang 
berwujud  dalam kedatangan kerajaan-Nya
ketika umat Allah  ada akhirnya  menerima warisan  yang dijanjikan kepada mereka.  Dalam pengharapan itu digambarkanlah   langit dan bumi  seolah-olah melebur  menjadi satu, dan hal-hal sorgawi dan
duniawi  menyatu.[24]
II. SASTRA APOKALIPTIK MUNCUL PADA  ABAD 
ATAU PADA MASA  PENGEJARAN
TERHADAP YAHUDI, YANG MEMPERTAHANKAN IMAN ISRAEL YANG MENCAPAI PUNCAKNYA  PADA ABAD KE 2 SM YAKNI PADA ZAMAN  ANTIOKHUS IV, PADA ZAMAN INILAH MUNCUL  KITAB DANIEL PADA ABAD KE 2 SM.
Eskatologi  Kenabian Sebagai Akar Apokaliptik 
Sebagaimana yang telah disinggung di atas bahwa: Para
ahli memberi argumen bahwa pengaruh utama 
akar apokaliptik adalah berasal adari kenabian Perjanjian Lama, dan  berkembang mencapai puncaknya pada  awal abab ke 2 sM.  Sehubungan dengan hal itu Otto Ploger menilai
bahwa asal usul apokalipti sampai pada  
pengharapan   eskatologi  kenabian 
dari abad ke 5 sM sepeti  tulisan
Yesaya  24-27, Zakharia 12-14, dan Yoel
3-4 dan  berkembang dalam kitab
Daniel  pada abad ke 2 sM. [25]
Hanson menyimpulkan  bawah  mulai 
abad ke 6, terjadi  perubahan
eskatologi kenabian  menjadi apokaliptik
dalam kitab nabi-nabi terakhir Israel. Oleh sbb itu ia   menggabarkan   bahwa Deutro Yesaya sebagai “proto apokaliptis” (Yes 24-27,
34-35, 60-62 dan Zak 9-10 sebagai “apokaliptis pertengahan”  pertengahan abad  ke 5 sM) dan bagian trito Yesaya dan Zak 11
sebagai apokaliptis dalam bentuk  yang
sepenuhnya (475-425 sM)[26]
Bangsa  Yahudi
mengalami tekanan keagamaan, politik dan budaya semakin berat pada masa pemerintahan
Antiokhus Efifanes IV, pada saat itulah jugalah kitab Daniel ditulis.
Kebijakan  pemerintahakan Antiokhus  sangat gencar  mendorong untuk melakukan  proses helenisasi lebih  agresif lagi untuk menjamin keutuhan  kerajaannya.  Ia 
melakukan pengangkatan Imam besar atas Yahudi, dimana hal ini  melahirkan pemberontakan. Namun sang raja mulai
marah dan  menindak
orang-orangYahudi  dengan  menajiskan bait Allah dan merampas semua
perlengkapan bait Allah. Pada  tahun 167
sM, Antiokhus mengeluarkan  ultimatum dan
 perintah untuk melarang orang-orang Yahudi  menjalankan hukum-hukum   dan adat-istiadat nenek moyang  dan 
ciri-ciri kebepercayaan  orang
Yahudi dilarang untuk dilaksanakan,dan jika  
melanggar akan dihukum mati. Puncak penghinaan yang  terhadi ketika  altar dewa 
Zeus Olympus  ditempatkan  di atas 
altar bait Allah dan  disitu
daging babi dipersembahkan sebagai sesajen ( II Makabe 6:2, Dan 11:31, 12:11)[27]
Ditengah 
fenomena sosial yang mengancam orang Yahudi tersebut lahirlah
tulisan-tulisan  Apokaliptik
Tulisan-tulisan tersebut berupa pernyataan-pernyataan ilahi yang memberikan  penghiburan dan  kekuatan bagi orang yang  menderita dengan  menjanjikan datangnya  pertolongan bagi orang yang menantikannya[28]
Kitab Daniel 
ditulis  tahun 164 sM, pada masa  puncak 
perjuangan  Makkbeus.  Dalam 
Daniel 11 dicertakan  
sejarah   penguasa  Seleuka sampai zaman Antiokhus IV. Pada  dasarnya 
Kitab Daniel bukanlah   laporan
sejarah yang sebenarnya pada  waktu itu, namun
mengangkat  nama samaran.  Tujuan 
Kitab Daniel dialamatakan  secara
khusus bagi  kaum minoritas  yang masih 
setia  mempertahankan iman.  Isi kitab Daniel bukanlah bersifat historis
melainkan    menekankan  pernyataan 
Allah   mengenai  hal-hal yang akan  terjadi. Dengan demikian kitab Daniel  temasuk 
tulisan  apokalipsis yang  ditulis oleh para orang bijaksana yang  mendapat 
penyataan  Ilahi. Pemakaian nama
Daniel yang sudah dikenal  abad  14 sM menunjukkan  bahwa 
tulisan apokaliptik merujuk pada 
sesuatu hal  yang sudah
bermula  sejak  masa lampau. 
                Penulis  Apokaliptik 
meyakini    tentang makin dekatnya  akhir zaman. Oleh sebab itu para penulis  apokaliptik 
menguraikan  masa  lampau, masa kini dan masa  akan datang dengan menggunakan istilah simbolis
dan bersifat  teka-teki (bnd  Mark 13:14). Pesan yang disampaikan  oleh penulis Apokaliptik adalah ‘meskipun  keadaan zaman penuh dengan kekacauan,
kesulitan, namun  orang harus senantiasa
setia, sebab  kehendak Allah akan segera
datang dan  tetap menang.  Hal ini menjadi penghiburan  bagi orang-orang   Yahudi yang  
terjajah  oleh penguasa  asing (Yunani dan romawi)[29]
III. YESAYA 
PASAL 24-27 ADALAH TERGOLONG 
SASTRA APOKALIPTIK:
3.1.              
Apakah Theologia Yang Terkandung Dalam Yesaya Pasal 24-27, Yang Diakaitkan
Dengan Zaman   Pengejaran Pada Masa
Anthiokhus Iv Pada Abad Ke  2 sM?
Jika 
menganalisa  tulisan  pasal 24-27, maka ada beberapa pokok penting
yang menjadi thema theologianya:[30]
Ø  Hukuman,
penghakiman pada hari TUHAN(bnd Yes 24)
Ø  Keselamatan.  Tuhan adalah 
penolong adan pemberi kehidupan masa depan bagi umat-Nya  menjaadi pemahaman  yang sangta mengakar  dalam 
keadaan politis  yahudi   sesudah pembuangan, dimana   kehidupan mereka   dirasakan makin sempit karena berada
dalam  pembuangan.  namun yahudi 
masih  meyakini janjian Allah  kepada nenek moyang mereka ( Ul 19:8, Yes
54:2, Yes 47:13-48:3)
Ø  Pemulihan
Israel (bnd Yes 27:2-13)
Kesetiaan
Allah terhadap perjanjian tetap aktual di dalam rencama keselamatan umat. Hal
ini menjadi pengharapan dan penghiburan yang ditekankan dalam Kitab Yesaya (
7:4; 6:13. Allah akan mendatangkan zaman baru di dalkam pemerintahan raja damai
untuk mebawa kebenaran dan keadilan secara universal. Allah  yanag Mahakudus merupakan satu-satunya Allah
yang bertindak dan berkuasa atas sejarah hidup manusia dan seluruh ciptaan-Nya[31].
Kekudusan Allah menujukkan eksisntesi manusia yang berdosa. Kekudusan
Allah   menjadi panggilan terhadap umat
untuk memuji dan memuliakan-Nya (bnd Mzm 29, 93,96-99).  Yesaya melihat bahwa pemulihan Allah merupakan
keterbatasan manausia. Dalam hal inilah Yesaya mengkritik para raja Yehuda
untuk mengandalkan kekuatan politk sebagai solusi untuk menyelamatkan dan
menjadi ukuran untuk menentukan nasip sendiri. Dalam hal itulah Yesaya
menekankan pentingnya iman kepada Allah, sebagaimana yng dianjurkan kepada raja
Ahas (7:9). Iman dalam hal ini adalah kesetiaan yang teguh. Pada awalnya
konteks dari iman merupakan gagasan di dalam dinasti Daud (bnd 2 Sam 7:10-16).
Janji kepada Daud menjadi teologi yang aktual, dalam konteks dari iman Yesaya
(tidak seperti nabi sezamannya yakni Amos,. Hosea, Yesaya  tidak mengambil tradisi keluaran). Panngilan
untuk hidup beriman menjadi anjuran Yesaya bagi raja dan seluruh rakyat.  Krisis politk akibat ancaman dari Asyut
menjadi tantangan umat untuk berim,an kepada Alllah. Namun sejalan dengan itu
Yesaya mengakui penderitaan dan kehancuran tidak dapat dielakkan, akan tetapi
Allah dinyatakan tidak berdiam dalam penderitaan itu. Nama anaknya Syar Yashub (sebuah sisa akan kembali) memiliki makna
ganda yakni “sikacita dan dukacita”. Di tengah kehancuran masih ada
kehidupan yang tersisa, pohon yang ditebang akan muncul tunas baru yakni raja
masa depan. Dalam hal ini makna Sion berubah dari pemahanan geografis atau
teritorial kepada universal.  Teologia
politik nabi Yesaya menekankan nama simbolis “Imanuel” (Tuhan beserta
kita) yang merupakan keyakinan iman dalam dinasti Daud. Keselamatan dari Allah
sulit diterima dalam pemahaman manusia. Keselamatan tidak idenik dengan
kekayaan secara materi. Kerajaan yang ideal bukan berorietasi pada kekuasaan
politik, melainkan kesedehanaan  dan
kedamaian.  Kehadiran Allah yang tampak
dalam pedang Asyur merupakan cambuk dari kemarah-Nya (10-5), merupakan proses
pembelajaran untuk menyadarkan umat yang 
mengandalakan kekuatan dan kemewahan materi.[32]
 D.C. Mulder 
merumuskan empat muatan teologi 
Proto Yesaya yakni:[33]
Pertama  Menekankan tentang kekudusan  Allah.  Kekudusan dalam kitab Yesaua  bertentangan dengan dosa  dan ketidakadilan (6:7). Kedua; Menekanakan tentang hukuman 
terhadap bangsa Israel Utara an Yehuda. Allah  memakai Asyur untuk menghukum bangsa-Nya
(10:5) namun asyur juga dihukum karena kseombongannya ( 10:15-17). Ketiga; Tuhan sebagai pengharapoan dan
pertolongan bagi  umat pilihan-Nya. Hal
ini ditekankan Yesaya dalam menjelang perang 
Syro Efraim, dimana  Yesaya tidak
menyetuji Ahhas meminta pertolongan dari kuasa lain (Asyur). Keempat; nubuat tentang  masa depan, bangsa yang bertobat akan diselamatkan
oleh TUHAN ( 10:20). Hari Tuhan akan datang melalui tunas Daud (9:1-6;
11:1)  akan mendirikan kerajaan kekal
dan  sempurna (9:6; 11;1-10; 29:17-24;
30:18-26; 32:1-8). Kemudian redaktur 
menyisipkan  nubuta-nubuat
yang  diucapkan  pada zaman sesudah pembungan seperti  pasal 11:11-16; 24-27; 35.  Penempatan pasal  24-27 menunjukkan  bahwa kitab Yesaya  menekankan bangsa “keselamatan itu  tidak bersifat esklusif (Israel dan Yehuda),
namun keselamatan itu bersifat kolektif dan universal (11:10; 25:6-9). Kehidupan
dan keselamatan yang datang dari Allah yang dilukiskana dalam pasal 24-26
merupakan pesan theologis tentang pengharapan kehidupan masa  depan dalam jaminana dan  karya Allah. 
Seperti nabi Hosea, 
nabi Yesaya  meletakkan pemahaman
yang kuat tentang pengharapan pada keselamatan yang akan datang. Namun orientasi
keselamatan itu tidak dibatasi oleh satu tempat saja, melainkan seluruh  dunia. Oleh
sebab itu dapat disimpulkan bahwa Yesayalah yang meletakkan   pengharpan eskatologi yang bersifat
universal. Pengharapan eskatologis memainkan pengaruh dan peranan penting
dalam pemikiran Israel setelah satu abad kematian Yesaya, yakni ketika kerajaan
Yehuda  hancur.  Konsep itulah kemudian dikembangkan dalam
Deutro Yesaya, yang menekankan pengharapan 
akan kehidupan masa depan yang lebih indah, dan pengharapan itu
kemudian  semakin berkembang pada zaman
berikutnya dan menjadi inspirator dan motivator gerakan pembaharuan yang diprakarsai  kalangan Yudaisme, yanag kemudian
pengaruhnya   meluas ke dunia di luar
Israel dan berakar dalam tradisi Kristen.[34]
3.2.              
Apakah Akibat Dari Pemberitaan Dari 
Proto Yesaya Sesudah 
Gulungan  Ini Diletakkan  Diantara Pasal 1-23 Dan   Pasal 28-39, Apa  Akibatnya?
Jika ditinjau
dari penulisan proto Yesaua maka dapat disimpulkan bahwa : Redaktor menyatukan
Proto-Yesaya secara teologis. Secara khusus bagian inti dari kitab Proto-Yesaya
dapat kita lihat dalam Yes 6-8, yang yang mana isinya berhubungan dengan Syro-Efraim, perang antara Siria dengan
Israel. Nabi Yesaya menasehati raja Ahas agar tidak terlibat dalam perang
tersebut. Namun, raja Ahas tetap melibatkan dirinya. Tema penghukuman dan
penebusan Eskatologis menyebar luas dibagian utama kitab Proto-Yesaya ini
dengan kata lain, bagian inti daripada proto-Yesaya dikelilingi oleh tema-tema
penghukuman dan penebusan Eskatologis. (Yes 2-11). Redaktor mengatakan bahwa
Yesaya dipanggil Tuhan untuk memberikan hukuman Tuhan pada uamat itu. Tetapi
kemudian, redaktor membubuhi kitab-kitab itu dengan tema-tema Eskatologis
yakni: 
Ø 
Pasal 1-12 : Memuat kumpulan hukuman dan keselamatan
Ø 
Pasal 13-23 : Merupakan 
ucapan-ucapan  bahagia terhadap
bangsa-bangsa
Ø 
Pasal 24-27              :
Penindasan dan keselamatan yang akan datang
Ø 
Pasal 25-35 :Nubuat tentang penghukuman terhaap Efraimi,
Yehuda dan  penebusan Sion
Ø 
Pasal 35-39              :Sejarah
serangan Sanhenrib terhadap Yehu dan dan kota Yerusalem [35]
Eksisntensi pasal 24-27 dalam Proto Yesaya merupakan
sisipan yang  mirip dengan  Trito Yesaya. Pasal 24-27 merupakan  karya yang menggambarkan  kondisi kehidupan yang mengalami putus asa
dan mengharapkan  masa depan yang lebih
baik. Pasal 24-27 disebut sebagai “apokaliptis
Yesaya” sebab bahasa yang dipakai 
identik dengan  simbol-simbol
mitologis yang merupakan ciri khas 
sastra apokaliptik. Para ahli 
menempatkan bahwa isi pasal 24-27 menggambarkan zaman  sesudah pembuangan sekitar tahun 500 sM, dan
bahkan  tahun 300 sM.[36]
 DC. Muller juga menyimpulkan bahwa[37]
“pasal 24-27 ini berasal dari zaman  sesudah
pembuangan (abad ke  6) dan   dan terjadinya apokalipse  ini 
ditempatkan pada bad ke 5 sM atau sesudahnya. Secara umum para ahli mengatakan
bahwa pasal 24-27 bukanlah asli dari nabi Proto Yesaya. Nama nabi Yesaya
sendiri tidak disinggung dalam pasal-pasal ini. 
Mengacu pada pasal 27:12-13, TUHAN 
akan mengumpulkan  orang-orang
Israel yang tersebar di  Asyur dan Mesir,
ayat ini menunjukkan  kepada umat di
dalam  diaspora dimana bangsa Yahudi jauh
dari Yerusalem”. 
Pasal 24-27 mempunyai tempat tersendiri dalam kitab
Yesaya. Penempatan pasal 24-27 yang ditempatkan 
sesudah pasal 13-23 yang menyatakan 
ucapan ilahi  dan hukuman
atas  bangas-bangsa. Namun pasal  ini merupakan klimaks yang menyatakan  seluruh  
bumi berasal  di bawah   penghukuman Tuhan (24:1) Tak seorang pun
yang luput dari hukuman  itu ( 24:17).
Leaviathan, ular yang  melingkar itu akan
dihancurkan (27:1), dan sebaliknya Sion akan diselamatkan dan Tuhan akan
memerintah untuk selamanya ( Yes 24:23, 25:6-12; 27:1-3a). maut akan   ditiadakan (25:8a) kebangkitan orang yang
sudah mati (26:19), Israel yang terbuang akan dikumpulkan kembali dalam Sion
untuk menyembah Allah (27:12-13), Israel menjadi kebun anggur Tuhan  yang indah (27:2-4) , Tunas akan muncul dari
Israel (27:6)[38]
Pasal 24-27 menyinggung tentang  kehancuran sebuah kota dalam 24:10-12;
25:1-5; 26:5; 27:10-11.  Kota yang
dimaksud   bisa menunjukkan  wilayah kota Babel pada abad ke 6 sM sampai
Samaria pada abad ke 2 sM.  Oleh sebab
itu sebutan kota dalam pasal tersebut dapat merujuk  pada kota  Babel[39]
namun tidak ada perincian yang spesifik, dalam hal ini isi  sebutan tentang kota yang dimaksud    lebih cocok untuk  umum yakni 
sebuah dunia  yang terasing dan
harapan  untuk mendapat  keselamatan 
yang  pasti melalui kuasa Allah.[40]
[1] D.S.
Russell, Penyingkapan Ilahi, Pengantar Kedalam Apokaliptik  Yahudi, (Jakarta  : BPK Gunung Mulia, 2000),  13
[2]
John  R Hinnells, A New  Dictioanry Of Religions, (USA,
Blackwell Publishers, 1995), 30
[3] Herbert
Lockyer, Ilustrated Bible Dictionary, (New York: Thomas  Nelson Publisher, 1986), 71
[4]Modeleine,.
S Miller & J Lane Miller,  Harpers
Bible Dictionary, (USA: Harper & Row Publisher, 1973), 24-27
[5] E.
Mory  Stevens Bucke (dkk) The
Interpreter’s Dictionary Of The Bible, Supplementary Volume,  USA, Abingdon Nashville, 1976, 29
[6] E.
Mory  Stevens Bucke (dkk), Op.
Cit, 30
[7]
J.J. Collins mengajukan  tiga  alas an mengapa  sulit untuk membuat batasan tentang
apokaliptik: pertama, karena istilah 
apokaliptik dipakai   sebagai
sebuah kata  benda  yang 
mernunjuk pada  suatu  campuran 
berbagai unsur sastra, social, dan berbagai hal yang  luar biasa, Kedua, karena  sebenarnya 
jenis sastra  apokaliptik  sendiri 
tidak jelas dikenal   dan
diakui  oleh umat zaman dulu, dana
ketiaga,  karena nyatanya jenis
apoaliptik sendiri banyak  kali
menyerap   juga  perbagai  
bentuk sastra  yang masing-masing
memiliki  kekhususan sendiri seperti
penglihatan-penglihatan, doa-doa, wasiat-wasiat, legenda-legenda dan
sebagainya. .Ibid, 19
[8]
Yang termasuk kita-kitab Apokaliptik yakni: 
I Henokh (kitab  Henokh Etiopik),
abad  ke 3 sM samapai abad  pertama 
M.  II Henokh (kitab  Henokh 
slavonik) akhir abad pertama M, Apokaliptik  zefanya, abad 
pertama sM sapaia  abad pertama M,
Apoaliptik (atau  Wahyu) Abraham, abad
pertama sM samapai abad  ke 2 M, II
Esdras (+ 4 Ezra) 3-14, k.l. tahun 100 M, II Barukh (Apokalipyik Barukh Syiria)
awal abad ke 2 M. Kemuan  yang  termasuk 
ke dalam golongan sastra apokaliptim adalah : Kitab  Yobel (kitab Kekadian kecil), abad ke  2 sM, Wasiat-wasiat Keduabelas bapa Leluhur,
abad ke  2sM, Risalat sem, abad pertama
M, Wasiat (kenaikan) Musa,  abad pertama
M, Wasiat Abraham, abad  pertama, abad ke
2 M. Lih, D.S. Russell, Op. Cit, 20
[9] Ibid, 23
[10] Herbert
Lockyer, Op. Cit, 71
[11] Ibid,
71
[12] Ibid,
71
[13] Ibid,
71
[14] Ibid,
71
[15]
G.I. Emmerson: “Apokaliptik” dalam J.D. Douglas (ed), Eksiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid,
I, Penerjemah, W.B. Sijabat, ( Jakarta  :
YKBK, 2007), 62
[16] Ibd, 23
[17] Ibid,
24
[18] Ibid,
25
[19] Ibid,
26
[20] Ibid, 2
[21]
Ibid,  30-31
[22] Ibid,
31-32
[23] Ibid,
32
[24] Ibid,
32-33
[25] Ibid,
36-37 
[26] Ibid,
37
[27]
Disinilah dilukiskan pengalaman berada di pembuangan pada  abad ke 6 sM, dialami lahi dalam abad ke  2 sM. Lih, D.S. Russell, Penyingkapan Ilahi, Pengantar
Kedalam Apokaliptik  Yahudi, (Jakarta  : BPK Gunung
Mulia, 2000),  34
[28] G.I.
Emmerson: “Apokaliptik” dalam J.D. Douglas (ed), Op. Cit, 61
[29]
Wismoady Wahono, Disini Kutemukan, (Jakarta  :
BPK Gunung Mulia, 2000), 275
[30] S. H
Widyapranawa,  Op.Cit, 150-205
[31] Ibid,
4
[32]
John J. Collins “Yesaya” dalam  Dianne
Bergant & Robert J Karris (ed), Tafsiran Alkitab Perjanjina Lama,
terjemahan  A.S. Hadiwiyata, Yokyakarta,
Kanisius, 2006, 511-512
[33]
D.C.  Mulder, Pembimbing Kedalam Perjanjian
Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1970), 104
[35]
D.C.Mulder, Op. Cit, 99-102
[36]
John  J Collins: “Yesaya” Dalam  Dianne bergant & Robert  J Karris (ed), Tafsiran Alkitab Perjanjian Lama,( Yokyakarta: Kanisius, 2002),  514
[37] D.C.
Mulder, Op. Cit, 101
[38] S.H.
Widyapranawa, Tafsiran  Yesaya 13-27,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979), 149
[39] Kota
Babel  dihancurkan  oleh 
Kserkes dari Persia  
tahun  482 sM. 
[40] John J.
Colins, Op. Cit,  526