Minggu, 10 Februari 2013

Jamita Minggu, Renungan. Khotbah

ORANG PERCAYA MENCERMINKAN KEMULIAAN TUHAN
2 Kor 3:12-4:2

Surat  2 Korintus memiliki tema yang dominan yaitu pembelaan terhadap kerasulan Paulus. Paulus mengeluarkan pembelaan penuh semangat atas pelayanan, kewibawaan dan martabatnya sebagai rasul Kristus. Ia amat peduli dengan kemuliaan Kristus dan kemenangan Injil.  Kompleksitas/kerumitan  permasalahan yang terjadi dan dialami oleh jemaat Korintus memang mendapat perhatian khusus dari Paulus. Beberapa masalah yang menonjol diantaranya munculnya kelompok yang mengancam keutuhan jemaat, hadirnya pengajar-pengajar sesat yang mempengaruhi pertumbuhan iman jemaat. Oleh karena itu Paulus dengan kewibawaan dan keberanian sebagai Rasul Kristus berjuang meyakinkan orang-orang kristen di Korintus. Hidup jemaat pada waktu itu dikenal dan dipuji sebagai surat Kristus yang ditulis dengan Roh yang hidup. Paulus menjelaskan bahwa hanya jika terang kemuliaan Kristus bersinar atas diri seseorang, barulah ia memiliki pengertian akan pernyataan Tuhan. Itu bisa terjadi ketika orang berbalik pada Tuhan dan menyambut anugerah Kristus (16). Pada saat itulah Tuhan menyingkapkan selubung dari hatinya sehingga penglihatan rohaninya tidak terhalang lagi. Maka pada saat itu orang akan memahami bahwa anugerah Tuhan Yesus memenuhi tuntutan hukum Taurat (Rom 10:4), dan di situlah terletak makna kemerdekaan (17). Kemerdekaan yang bukan hanya meliputi selubung yang tersingkap; tetapi juga kemerdekaan dari dosa, maut dan tuntutan hukum Taurat. Pada saat dimerdekakan, orang akan memancarkan kemuliaan Tuhan (18). Bukan hanya di wajah, tetapi dalam hidup dan terpancar melalui karakter. Kemuliaan ini tidak akan memudar tetapi akan terus mentransformasi hidup hingga makin lama makin menyerupai Kristus. Keserupaan dengan Kristus ini bukan hasil pencapaian manusia. Itu merupakan pertumbuhan yang dihasilkan oleh karya dan kuasa Roh Kudus. Kita memang harus mengerjakan keselamatan kita sebagai respons atas karya Allah di dalam hidup kita. Kita sadar bahwa proses transformasi menuju keserupaan dengan Kristus tidaklah selalu lancar dan mudah, karena merupakan arena peperangan melawan dosa dan si jahat. Dalam proses pertumbuhan meninggalkan dosa dan makin maju ke arah Kristus ini, kita perlu dua hal bersamaan: bergantung pada kuasa Roh Kudus dan menaklukkan diri pada proses pemurnian-Nya.

Kehadiran kekristenan memang menghadirkan semacam perjuangan untuk menaklukan dunia. Kondisi-kondisi seperti  kerusuhan, kemiskinan, arogansi kekuasaan, kemajuan zaman dapat saja menimbulkan keragu-raguan masihkah terang Injil itu bersinar? Atau dengan semakin kuatnya pengaruh-pengaruh kemajuan, modernisasi, mamonisme (pengaruh uang), materialisme, masih adakah lagi kuasa Injil Kristus itu menguasai seluruh gerak aktifitas orang percaya. Namun pada sisi lain, kondisi tersebut diatas bagaikan mengingatkan gereja/orang percaya bahwa hal-hal tersebut tidak bisa dan tidak boleh menggoyahkan pelayanan gereja/orang percaya didunia ini. Hal-hal yang menekan, mempengaruh,menghina atau menghujat gereja Tuhan  didunia ini. Bagaikan rasul yang imannya tidak tergoyahkan oleh apapun, kita terpanggil menyampaikan kemuliaan Tuhan. Maka sebagai Gereja/orang percaya yang terus bergumul dan berjuang, diingatkan bahwa pergumulan /perjuangan gereja/orang percaya adalah pergumulan /perjuangan, yang berpengharapan berdasarkan karya Allah di dalam Roh yang menghidupkan dan memerdekakan, maka dengan kuasa Roh yang menghidupkan dan memerdekakan harus ada perubahan dalam kehidupan bergereja yang berdampak pada kehidupan bermasyarakat. Hidup kita disini yang berada pada suasana bangsa yang begitu multi agama, multi ras, multi tradisi bahasa akan menempatkan gereja Tuhan pada posisi dilematis. Gereja terpanggil untuk menjadi perekat umat dan pada pihak lain gereja dirangsang untuk menjadi alat rekonsiliasi dari akibat buruk yang keluar dari balik dunia ekonomi, politik, pendidikan dstnya. Menjadi pertanyaan sudahkah kita orang percaya betul-betul menjadi pelayan Yesus atau kita hanya sebagai pelayan manusia? Sesungguhnya satu hal yang pasti bahwa hidup kita orang percaya adalah hidup yang merdeka di dalam Roh Kudus. Rohlah yang memberi kita berbagai kemampuan  untuk membangun kehidupan bersama dikeluarga, jemaat dan masyarakat dan berjuang untuk kehidupan yang lebih adil dan damai karena Tuhan yang kita imani adalah Roh dan dimana ada Roh Allah di situ ada kemerdekaan.

Kesatuan di Dalam Kristus:Berbeda Tapi Satu


KESATUAN DI DALAM KRISTUS: BERBEDA TETAPI SATU
1 Kor 12:12-26

Hidup dalam kesatuan, hidup rukun, adalah panggilan bagi setiap orang Kristen. Orang yang menginginkan perpecahan bukanlah cerminan hidup dalam Kristus. Setiap orang percaya harus memiliki benih kesatuan sejak ia menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru selamatnya, karena benih kesatuan ini adalah benih yang berasal dari Allah dan yang dibawa Yesus kedalam diri kita. Ini bukan benih yang berasal dari keinginan daging manusia, seperti yang terjadi ketika manusia membangun Menara Babel.
Tentu kita semua mendambakan kesatuan, bukan? Baik itu kesatuan dalam keluarga,  gereja, masyarakat, bangsa dan negara.  Kesatuan itu sungguh indah dan menyenangkan. Di mana ada kesatuan di situ ada kekuatan  dan berkat. Orang Indonesia berkata: “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh,” dan orang Batak mengatakan:  “Tampakna do rantosna, rim ni tahi do gogona.” Yesus sendiri berdoa kepada Bapa yang di sorga, agar orag-orang yang percaya dan yang akan percaya senantiasa hidup dalam kesatuan, sebab kesatuan  orang percaya menjadi penentu percaya tidaknya dunia ini kepada Yesus( Yoh. 17: 21). Keinginan dan kerinduan akan kesatuan ini berasal dari Yesus sendiri. Kesatuan di dalam Yesus Kristus jauh lebih kokoh, lebih kuat dari segala bentuk kesatuan yang ada di dunia ini. Melalui penebusan-Nya  di kayu salib, maka segala perseteruan dilenyapkan, dan damai sejahtera dinyatakan, sehingga mereka yang dulu jauh menjadi dekat.   Oleh penebusan-Nya, kita diangkat menjadi anak-anak-Nya, dan dipersatukan dalam satu kasih, satu iman,dan satu pengharapan.  Kita menjadi  satu keluarga yakni keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar iman kepada Yesus Kristus.
Pada  dasarnya manusia itu berbeda.  Perbedaan merupakan desain Allah sejak manusia diciptakan (Kej. 1:27). Perbedaan itu indah, nikmat, dan membahagiakan. Perbedaan juga merupakan kekayaan, potensi, kekuatan, untuk membangun sebuah persekutuan yang rukun, damai, dan harmonis.  Perbedaan  bukan untuk memisahkan kita,  namun justru memaksa kita untuk bersatu. Paulus menggambarkan keragaman dalam jemaat itu ibarat tubuh yang  banyak anggota (1 Kor. 12: 12-31), namun saling keterhubungan, saling melengkapi, saling membutuhkan, saling merasakan,  saling memperhatikan, saling menghormati, dan tidak ada anggota yang dianggap lebih utama dari anggota yang lain. Setiap orang yang sudah menjadi anggota tubuh Kristus statusnya sama dihadapan Tuhan. Paulus berkata: “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus (Gal. 3:28; bnd. BE. 369:1).
Meskipun kita senantiasa mendambakan kesatuan dalam persekutuan,  namun dalam realiata kadang ada terjadi keretakan,  perpecahan. Apa penyebabnya? Penyebab yang paling mendasar adalah adanya rasa superioritas, yakni perasaan yang selalu menganggap dirinya lebih hebat dari orang lain. Tinggi hati  adalah musuh utama dalam mewujudkan kesatuan.  Kesatuan menjadi sebuah realita bila masing-masing anggota memiliki sifat rendah hati,  yang seorang   mengganggap yang lain lebih utama dari dirinya sendiri (Fil. 2:3). Untuk itu hendaklah  kita meninggalkan dan melenyapkan segala tembok pemisah yang hanya merusak persekutuan.  Marilah kita membangun persekutuan kita di atas dasar iman kepada  Yesus Kristus. Paulus berkata: “Karena tidak seorang pun yang dapat  meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus (1 Kor. 3:11).   Kesatuan yang sejati hanya ada di dalam Yesus Kristus.  Amin.