KESATUAN
DI DALAM KRISTUS: BERBEDA TETAPI SATU
1 Kor 12:12-26
Hidup dalam kesatuan, hidup rukun, adalah
panggilan bagi setiap orang Kristen. Orang yang menginginkan perpecahan
bukanlah cerminan hidup dalam Kristus. Setiap orang percaya harus memiliki
benih kesatuan sejak ia menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru selamatnya,
karena benih kesatuan ini adalah benih yang berasal dari Allah dan yang dibawa
Yesus kedalam diri kita. Ini bukan benih yang berasal dari keinginan daging
manusia, seperti yang terjadi ketika manusia membangun Menara Babel.
Tentu
kita semua mendambakan kesatuan, bukan? Baik itu kesatuan dalam keluarga, gereja, masyarakat, bangsa dan negara. Kesatuan itu sungguh indah dan menyenangkan.
Di mana ada kesatuan di situ ada kekuatan
dan berkat. Orang
Indonesia berkata: “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh,” dan orang Batak
mengatakan: “Tampakna do rantosna, rim
ni tahi do gogona.” Yesus sendiri berdoa kepada Bapa yang di sorga, agar
orag-orang yang percaya dan yang akan percaya senantiasa hidup dalam kesatuan,
sebab kesatuan orang percaya menjadi penentu
percaya tidaknya dunia ini kepada Yesus( Yoh. 17: 21). Keinginan
dan kerinduan akan kesatuan ini berasal dari Yesus sendiri. Kesatuan di dalam Yesus Kristus jauh lebih kokoh, lebih kuat dari segala
bentuk kesatuan yang ada di dunia ini. Melalui penebusan-Nya di kayu salib, maka segala perseteruan
dilenyapkan, dan damai sejahtera dinyatakan, sehingga mereka yang dulu jauh
menjadi dekat. Oleh penebusan-Nya, kita
diangkat menjadi anak-anak-Nya, dan dipersatukan dalam satu kasih, satu
iman,dan satu pengharapan. Kita
menjadi satu keluarga yakni keluarga
Allah, yang dibangun di atas dasar iman kepada Yesus Kristus.
Pada dasarnya manusia itu berbeda. Perbedaan merupakan desain Allah
sejak manusia diciptakan (Kej. 1:27). Perbedaan itu indah, nikmat, dan
membahagiakan. Perbedaan juga merupakan kekayaan, potensi, kekuatan, untuk
membangun sebuah persekutuan yang rukun, damai, dan harmonis. Perbedaan
bukan untuk memisahkan kita,
namun justru memaksa kita untuk bersatu. Paulus menggambarkan keragaman
dalam jemaat itu ibarat tubuh yang
banyak anggota (1 Kor. 12: 12-31), namun saling keterhubungan, saling
melengkapi, saling membutuhkan, saling merasakan, saling memperhatikan, saling menghormati, dan
tidak ada anggota yang dianggap lebih utama dari anggota yang lain. Setiap
orang yang sudah menjadi anggota tubuh Kristus statusnya sama dihadapan Tuhan.
Paulus berkata: “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak
ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu
semua adalah satu di dalam Kristus Yesus (Gal. 3:28; bnd. BE. 369:1).
Meskipun kita senantiasa mendambakan kesatuan
dalam persekutuan, namun dalam realiata
kadang ada terjadi keretakan,
perpecahan. Apa penyebabnya? Penyebab yang paling mendasar adalah adanya
rasa superioritas, yakni perasaan
yang selalu menganggap dirinya lebih hebat dari orang lain. Tinggi hati adalah musuh utama dalam mewujudkan kesatuan. Kesatuan menjadi sebuah realita bila
masing-masing anggota memiliki sifat rendah hati, yang seorang
mengganggap yang lain lebih utama dari dirinya sendiri (Fil. 2:3). Untuk
itu hendaklah kita meninggalkan dan
melenyapkan segala tembok pemisah yang hanya merusak persekutuan. Marilah kita membangun persekutuan kita di
atas dasar iman kepada Yesus Kristus.
Paulus berkata: “Karena tidak seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang
telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus (1 Kor. 3:11). Kesatuan yang sejati hanya ada di dalam
Yesus Kristus. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar