ABORSI
(Suatu Tinjauan Etis-Teologis)
I. Pendahuluan
Masalah aborsi memang pelik.
Aspeknya bermacam-macam, legal, teologis, etis, sosial dan personal. Malasah
aborsi juga bersifat emosional, sebab menyentuh dimensi seksualitas dan
reproduksi, dan sering melibatkan dilema-dilema menyakitkan dan problematis.
Dewasa ini kasus tentang aborsi menjadi fenomena sosial yang semakin marak terjadi. Pergaulan
bebas di kalangan para remaja menimbulkan
kehamilan di luar nikah, dan pada
akhirnya mencari solusi melalui aborsi
dengan motif menghilangkan aib untuk menjaga status sosial, beban psikologis.
Secara moral sikap dan tindakan aborasi
merupakan indikasi dari kejahatan dan
mengabaikan kebajikan. Secara historis masalah aborsi selalu menjadi kontroversi, ada
pro dan kontra. Nampaknya tidak mudah untuk menghentikan praktek aborsi, dan bahkan ada
kecenderungan yang lebih signifikan melakukan aborsi ketimbang tidak melakukan
aborsi. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul seputar aborsi, apa, mengapa dan
bagaimana itu aborsi adalah menarik untuk dikaji. Dalam pembahasan ini penulis akan
membahas dan mengupas tindakan
aborsi secara umum dan akhirnya bagaimana aborsi ditinjau dari perspektif etis teologis. Oleh sebab itu untuk
mempermudah topik ini maka penulis
membuat sistematika pembahasan sebagai berikut:
I.
Pendahuluan
II.
Kajian Teoritis
Defenisi
Sejarah praktek
aborsi
Jenis-jenis aborsi
Faktor-faktor terjadinya praktek aborsi
Tindakan aborsi
dan konsekuensinya
III.
Tinjauan Etis-Teologis
Aborsi dalam
sejarah dunia dan gereja
Tanggapan pro dan
kontra
Pro aborsi
Aborsi yang
dilakukan sekali-kali
Kontra aborsi
Tanggapan terhadap
Aborsi
Secara umum
Tanggapan etis-teologis
Aborsi dalam
kaitannya dengan titah ke 6
Aborsi dalam
kaitannya dengan konsepsi
IV.
Kesimpulan dan
implikasi
V.
Daftar pustaka
II. Kajian Teoritis
2.1. Defenisi
Secara etimologi aborsi/abortus (berasal dari kata
Latin) artinya “keguguran”. Pengguguran
kandungan atau pengakhiran kehamilan atau membuang janin. Dalam istilah kedokteran disebut pengakhiran
kehamilan sebelum masa gestasi
(kehamilan) 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1000 gram. Sedangkan
menurut istilah umum aborsi berarti penghentian kehamilan atau matinya janin
sebelum waktu kelahiran.
Dalam kamus bahasa Indonesia kata yang dipakai “menggugurkan” yang diartikan
menjatuhkan, menyebabkan gugur dan dipakai juga kata “pengguguran” yang artinya
melahirkan bayi sebelum waktunya. Dalam
terminologi moral dan hukum, aborsi berarti pengeluaran janin sejak konsepsi
sampai dengan kelahirannya yang mengakibatkan kematian. Aborsi
juga diartikan sebagai salah satu cara
untuk mengurangi dan mengatur frekwensi kelahiran dan jumlah penduduk.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahawa
aborsi merupakan suatu tindakan yang disengaja atau tidak disengaja dengan
tujuan agar janin yang ada di dalam rahim si ibu dilahirkan dalam keadaan mati.
2.2. Sejarah
praktek aborsi
Menurut catatan sejarah, metode aborsi yang tertua
adalah melalui “pelebaran dan pengikisan”. Leher rahim diperlebar untuk memudahkan
memasukkan “alat pengikis”. Dinding rahim dikikis hingga janin hancur
terpotong-potong, atau melalui penyedotan terhadap janin sehingga janin disedot
keluar setelah tercabik-cabik dalam potongan-potongan kecil. Metode kedua (yang
dilakukan pada waktu antara 12 dan 16 minggun sesudah pembuahan, dengan menyuntikkan
cairan yang mengandung racun melalui jarum yang panjang, janin yang kena
racun akan hangus, lalu mati dan
kemudian didorong ke luar secara spontan. Aborsi juga dilakukan melalui
pembedahan (semacam pembedahan caesar tapi bukan untuk menyelamatkana bayi,
melainkan membunuhnya). Metode lain dengan menggunakan memberikan obat yang
mengakibatkan kelahiran prematur. Menurut
buku Tiongkok tentang obat-obatan yang ditulis 4600 tahun yang lalu, bahwa air
raksa sudah digunakan untuk melakukan aborsi
Kemudian perkembangan IPTEK pada abad 20, khususnya dalam dunia kedokteran
menyangkut reproduksi manusia dan alat-alat cangkih dalam bidang medis turut
memicu peningkatan aborsi
Meningkatnya praktek aborsi dimungkinkan beberapa hal:
a.
Kurangnya
pengenalan ajaran iman tentang Allah, kedaulatan Allah dan kesucian hidup.
Dialah satu-satunya pemberi, pemelihara, pengambil hidup. Disatu pihak Dia-lah
yang memberikan hidup dan napas kepada semua orang (Kis 17:25). Jadi mengambil
hidup bagi orang Kristen adalah hak prerogatif Allah (bnd Ayb 1:21)
b.
Dekadensi moral
c.
Adanya peluang
melalui rancangan Undang-undang aborsi dengan pertimbangan:pertama aborsi dapat
dilakukan untuk menyelamatkan si ibu, kedua, kesehatan jasmani dan mental si
anak yang sudah ada yang lebih besar jika kehamilan itu dihentikan, ketiga, resiko
substansial, jika bayi dilahirkan akan menderita ketidaknormalan badani
sehingga menjadi anak yang cacat.
d.
Perkembangan ilmu
pengetahuan modern secara khusus dalam dunia kedokteran, praktek aborsi menjadi
ajang bisnis para dokter dan klinik-klinik tertentu
2.3. Jenis-jenis
aborsi
Secara umum aborsi dapat dikelompokkan menjadi dua
bagian:
a.
Aborsi spontan,
yaitu terjadinya aborsi dengan tidak sengaja
b.
Aborsi buatan
(provocatus) yakni aborsi yang dilakukan dengan sengaja, hal ini meliputi dua
tipe yaitu:
-
Aborsi
therapeutic provocatus, yaitu
aborsi buatan yang dilakukan atas alasan medis untuk kepentingan
si ibu, baik dilihat dari segi
fisik, mental adan sosial.
-
Aborsi
criminalis provocatus, yaitu pengguguran dengan sengaja tanpa adanya
alasan medis yang biasanya dilakukan secara
sembunyi oleh tenaga yang terdidik dan aborsi yang bersifat ilegal.
Secara klinis aborsi
dapat dibedakan atas:
a.
Aborsi
immenence, yakni kondisi kehamilan
masih dapat dipertahankan
b.
Aborsi
incipient, yakni kondisi
kehamilan masih dapat dipertahankan
dan pengobatan hanya bertujuan untuk
menjegah pendarahan dan
membersihkan rongga rahim dari hasil
konsepsi
c.
Aborsi
incomplete, yakni sebahagian hasil
konsepsi masih tertinggal di rahim, sehingga pengobatan bertujuan menghentikan pendarahan dari sisa hasil
konsepsi
d.
Aborsi
complete, yakni seluruh hasil
konsepsi dikeluarkan
e.
Aborsi habitual
adalah aborsi spontan yang dialami tiga kali berturut-turut atau lebih
2.4.Faktor-faktor terjadinya praktek aborsi
Sedikitnya ada tiga indikasi penting yang menyebabkan tindakan aborsi,
yakni:
a.
Pergaulan bebas
kaum remaja yang mengakibatkan kehamilan
di luar nikah
b.
Kegagalan
kontrasepsi, sehingga saat berhubungan intim dapat terjadi kehamilan yang tidak
diinginkan
c.
Faktor ekonomis
dan psikologis, yaitu ketidakmampuan untuk merawat anak
2.5.Tindakan aborsi
dan konsekuensinya
Ada beberapa hal yang menjadi indikasi terjadinya
aborsi yakni:
a.
Indikasi medis.
Dalam pertimbangan ini aborsi dapat dilakukan
jika kehamilan dapat membawa maut bagi si ibu, karena si ibu mengidap penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit paru-paru,
tumor payu dara, leper, hypertensi, diabetes millitus dan sebagainya.
b.
Indikasi Sosial.
Indikasi ini mempertimbangkan alasan ekonomi atau karena
pemerkosaan
III. Tinjaun Etis -Teologis
3.1. Aborsi
dalam sejarah dunia dan gereja
Secara historis tindakan aborsi sudah ditentang baik
pada masa Hammurabi (abad 18 sM), Hukum Musa, masa pemerintah Tiglat Pileser,
Hippocrates abad ke 5 sM, Agustus (abad
ke 4 M), Santo Aquinas (abad ke 13 M), John Calvin (abad ke 16 M).
Dari sejarah gereja, sejak awal
aborsi merupakan tindakan yang dilarang dan bahkan dikutuk. Gereja-gereja
menentang untuk melegalkan tindakan aborsi.
Hal ini dapat dilihat bahwa pada tahun 1930 di dalam “Casti Connubi” dan dalam “Humanae Vitae” (1971), gereja Katolik
Roma keberatan terhadap aborsi atas dasar indikasi sosial. Uskup Agung Canterbury,
Lord Ramsey menjelaskan dalam sidang gereja tahun 1967, kita harus nyatakan
dengan tegas “janin insani harus dujungjung tinggi sebagai embrio kehidupan yang suatu ketika
bakal mampu mencerminkan kemuliaan Allah”.
Pada tahun 1973, Uskup-uskup di Jerman Barat menyatakan penolakannya terhadap
terbitnya undang-undang aborsi atas dasar indikasi sosial. Demikian juga
gereja-gereja Orthodox Timur dan sebagian gereja Protestan mennetang
undang-undang Aborsi
3.2. Tanggapan
pro dan kontra
Masalah aborsi sangat problematik, ada
kontroversi sebagai konsekuensi dari perbedaan pemahaman, intepretasi teologis, ilmiah dan etis terhadap
aborsi. Sehubungan dengan hal itu, Geisler mengajukan pertanyaan etis dapatkah dibenarkan tindakan untuk mengakhiri kehidupan
dalam kandungan melalui aborsi? Pertanyaan sekitar status janin terkait aborsi
memunculkan 3 sikap dasar:
a)
Pertama: kelompok
yang berpendapat bahwa janin itu merupakan
bagian dari tubuh manusia sehingga kelompok ini menyutujui aborsi sesuai
permintaan.
b)
Kedua: Kelompok
yang berpendapat bahwa janin itu berpotensi menjadi manusia sehingga mereka
menyetuji aborsi dalam situasi tertentu.
c)
Ketiga: Kelompok
yang berpendapat bahwa janin itu benar-benar manusia sehingga mereka menolak aborsi.
Ketiga kelompok di atas masing-masing
memiliki sikap dasar dengan argumentasi alkitabiah maupun ilmiah.
Aborsi dapat dilakukan kapan
saja. Pandangan ini meyakini bahwa janin merupakan bagian dari tubuh manusia.
Kelompok pro aborsi/pro choice, menekankan kebebasan memilih, memberi tekanan
utama pada hak seorang ibu untuk memutuskan apakah dia ingin memiliki bayinya.
Dalam hal ini seorang wanita tidak dapat dipastikan untuk memiliki anak yang
bertentangan dengan keinginanya. Tindakan aborsi di Amerika dilegalkan di
selutru 50 negara bagian. Argumentasi alkitabiah yang dibangun oleh kelompok
ini bertolak dari Kej 27, Ayub 34:14-15, Yes 57:10, Peng 6:3-5, Mat 26:24, yang
semuanya ditafsirkan bahwa janin bukanlah manusia sebab belum dapat bernafas.
Hal ini kemudian didukung oleh argumentasi ilmiah yang mengatakan bahwa:
a)
Argumentasi karena
kesadaran diri: Dalam hal ini janin hanaya dipahami sebagai bagian dari tubuh
manusia, dan bukanlah manusia seutuhnya samapai dia memiliki kesadaran diri.
b)
Argumentasi karena
ketergantungan fisik. Bayi adalah gangguan bagi daerah kekuasaan fisik seorang
ibu, oleh sebab itu ibu memilik hak untuk mengaborsinya.
c)
Argumentasi
psikologis dan phisikis. Kehamilan yang tidak didinginkan berakibat pada
anak-anak yang akan mengalami penyiksaan dan disia-siakan orangtua. Oleh sebab
itu aborsi menjadi solusi yang efektif untuk mengatasinya.
d)
Argumentasi karena
cacat. Kemajuan ilmu kedokteran dapat mengidentifikasi sejak dini bayi yang
cacat, oleh sebab itu kelahirannya dapat ditolak daripada menjadi beban
keluarga dan masyarakat dikemudian hari.
e)
Argumentasi
kebebasan personal
f)
Argumentasi karena
pemerkosaan. Mempertahanan kehamilan dalam kondisi terhina akibat pemerkosaan
merupakan sikap tidak bermoral dan wanita tidak harus dipaksanakan memiliki
bayi yang bertentangan dengan keinginannya.
Dalam argumentasi ini Geisler menilai bahwa argumentasi
Alkitabiah yang memandang janin sebagai bagian dari tubuh manusia sama sekali tidak benar sebagaimana yang
dimaksud oleh Alkitab. Napas tidak dapat menjadi ukuran dimulainya hidup
manusia. Kehidupan manusia sudah ada sebelum adanya nafas saat kelahiran, yakni
saat pembuahan, misalnya Maz 51:7 “dalam dosa aku dikandung ibu” atau Mat 1:2
“anak yang ada dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus”. Kelahiran merupakan
permulaan kehidupan yang dapat dilihat orang, akan tetapi bukan permulaan
kehidupan itu sendiri sebab seorang ibu dapat merasakan kehidupan dalam kandungan
saat bayi bergerak, bahkan melonjak (Luk 1:44). Kisah penciptaan Adam adalah
kasus unik dan hanya Allah yang memberikan kehidupan bagi manusia dan bagaimana
kehidupan itu diberikan pada saat pembuahan (Kej 4:1)
3.2.2. Aborsi yang dilakukan sekali-kali.
Kelompok ini berkeyakinan bahwa janin berpotensi
menjadi manusia. Padangan ini menegaskan bahwa sifat manusia dari individu
berkembangan berangsur-angsur diantara pembuahan dan kelahiran. Janin itu mulai
sebagai sesuatu yang mungkin menjadi manusia dan menjadi manusia secara
berangsur-angsur. Kelompok ini menyetujui aborsi dengan alasan untuk
menyelamatkan sang ibu, karena kasus peerkosaan dan cacat genetik. Argumentasi
Alkitabiahnya mengacu pada Kel 21:22-23, yang ditafsirkan, bahwa kematian janin
karena kecelakaan, nilainya tidak sebandung dengan kematian sanga ibu, sebab
janin tidak dianggap benar-benar sebagai manusia. Mzm 51:7, ditafsirkan bahwa
dalam kandungan, janin berdosa dan karena itu masih dalam proses “ditenun” dan
dapat disebut “belum berbentuk” (bakal anak). Rom 5:12, ditafsirkan bahwa janin
hanyalah berpotensial sebagai manusia sebelum dilahirkan. Ibr 7:9, ditafsirkan
bahwa janin itu hanya secara potensial manusia ketika mereka di dalam tubuh
sang ibu. Argumentasi Alkitabaih tersebut diperkuat dengan argumentasi ilmiah
yang menekankan:
a.
Kepribadian
manusia berkembang secara berangsur-angsur, karena janin hanyalah sesuatu yang
berpotensi menjadi manusia.
b.
Perkembangan
manusia saling berhubungan satu sama lain dengan perkembangan fisik, karena janin
berpotensi menjadi manusia sebab belum lengkap fisiknya sebagai manusia.
c.
Analoginya dengan
mahluk hidup hanya seperti biji pohon/sebutir telur yang memberi potensi untuk
hidup.
Menurut Geisler,
Kel 21:22-23, tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengatakan bahwa janin
berpotensi sebagai manusia. Interpretasi yang benar adalah bahwa janin yang
gugur karena kecelakaan tetaplah seorang manusia yang sama harganya dengan
nyawa sang ibu. Oleh sebab itu Mzm 51:7, harus ditafsirkan, bahwa sejak dari
pembuahan manusia berdosa dan menjadi bagian dari keturunan adam yang berdosa. Mzm
139:13,16 dapat dipahami bahwa bayi yang belum terbentuk adalah manusia yang
diciptakan Allah dan telah dikenal Allah sebelum dilahirkan. Dengan demikian
Rom 5:12, tidak dimaksudkan bahwa janin berpotensi sebagai manusia sebelum dilahirkan,
melainkan kita semua termasuk berada di dalam Adam dan bertanggungjawab di
dalam dosa. Maka Ibr 7:9 sama sekali tidak berbicara embrio manusia, melainkan
secara kiasan mau dikatakan tentang persekutuan Lewi dengan Abraham secara
iman. Oleh sebab itu Geisler
berpendapat, bahwa kepribadian adalah konsep psikologis dan pribadi merupakan
sebuah kategori ontologi, karena janin adalah pribadi manusia yang diciptakan
Allah. Setelah kelahirannya kepibadiannya akan berkembang seturut pertambahan
usianya. Jiwa manusia tetap sama sejak dari pembuahan hingga mengalami
perkembangan tubuh, sehingga jiwa dapat hadir secara keseluruhan dan komflit.
Dengan demikian tidak dapat dibenarkan, jika dikatakan bahwa buah biji pohon X,
maupun embrio berpotensi memiliki
kehidupan. Biji pohon X merupakan satu pohon X hidup yang sangat kecil di dalam
sebuah tempurung dan embrio adalah seorang manusia kecil dalam potensi besar
Lebih sejauh Philip
Edgcumber Hughes, menekankan bahwa janin itu merupakan kehidupan, yakni
kehidupan kemanussiaan dan bukan kehidupan kebinatangan. Janin yang digugurkan
adalah manusia, sebab jann itu merupakan hidup dari suatu oindividu sehingga
mematikan yang hidup adalah mematikan hidup dari suatu individu
Dan menurut Susan Foh, sebagaimana dikutip oleh P.E. Hughes bahawa janin itu
merupakan suatu kombinasi dari gen si ibu dan si bapa. Janin itu mempunyai
sustu sistim/sususnan syaraf tertentu
yang terpisah dari si ibu, juga mempunyai sistim sirkulasi ddan alat-alat
(organ tubuh), oleh sebab itu ia menolak aliran feminis yang mengatakan bahwa
janin itu merupakan bagian dari tubuh si ibu.
Kelompok ini mendasari
keyakinanya bahwa janin itu benar-benar manusia. Argumentasi alkitabiah yang
dibangun adalah : Luk 1:41-44; 2:12,16, Kel 21:22. Bayi yang belum lahir disebut
anak-anka dan diciptakan Allah (Mzm 139:13), hidup mereka dilindungi
undang-undang (Kel 21:22), sama seperti dewasa (Kej 9:6). Yesus sendiri menjadi
manusia sejak dari rahim Maria (Mat 1:20-212, Luk 1:26-27).
Alasan secara ilmiah didasari
pada fakta bahwa: sejak dari pembuahan jenis kelamin pria/wanita sudah
ditentukan dan sesuai dengan jenis
kelamin (Kej 1:27), anak-anak yang belum lahir memiliki karakteristik pribadi
seperti dosa (Mzm 51:5,7), tetapi dikenal dekat oleh Allah (Mzm 139:15-16, Yer
1:5), bahkan sudah dipanggil Allah sebelum dilahirkan (Kej 25:22-23, Yes
49:1,5, Gal 1:15). Oleh sebab itu anak yang belum dilahirkan secara pribadi
sama seperti manusia lainnya (Yer 1:5). Seacara ilmiah, bahkan ilmu pengetahuan
kedokteran membuktikan bahwa hidup manusia individual sudah dimulai pada saat
pembuahan dimana seluruh informasi genetik ada pada saat terjadi pembuahan
ketika sperma laki-laki (23 kromosom) dan sel telur wanita (23 kromosom)
bersatu manusia baru yang kecil yang terdiri dari 46 kromosom, dan sejak saat
itu sampai kematiannya tidak ada informasi genetik baru yang ditambahkan. Semua
yang ditambahkan di antara pembuahan dan kematian adalah makanan, air dan
oksigen. Secara sosial, jelas bahwa embrio yang dikandung adalah manusia yang
memiliki orang tua.
Dari keterangan di atas dapat
disimpulkan bahwa bayi yang belum dilahirkan bukanlah calon manusia, melainkan
manusia. Artinya bayi yang belum dilahirkan itu adalah manusia yang sama dengan
manusia dewasa. Dengan demikian praktek aborsi merupakan tindakan menghancurkan
manusia.
Dengan dasar Alkitabiah dan juga
ilmiah, secara etis teologis, tindakan aborsi adalah tindakan pembunuhan yang
sama seperti pembunuhan anak bayi.
Secara umum aborsis telah dinyatakan bersalah oleh banyak masyarakat dan
orang-orang moralis, baik Kristen maupun penganut agama yang lain.
Aborsi
dari sudut Moral
3.3. Tanggapan
terhadap Aborsi
3.3.1.
Secara umum
Secara moral menghormati kehidupan sejak pembuahan
merupakan tuntutan dasar etis berdasarkan keyakinan bahwa manusia adalah
ciptaan Allah.
Mengatasi persoalan aborsi merupakan panggilan bagi orang Kristen untuk
mengambil dan memutuskan keputusan etis sesuai iman Kristen. Sehubungan dengan
itu maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam
aborsi yakni:
a.
Kehamilan bukan
hanya tanggungjawab wanita semata, oleh sebab itu kehamilan merupakan
tanggungjawab bersama (suami dan istri)
b.
Alsan sosial tidak
dapat menjadi dasar utama dalam melakukan aborsi
c.
Jika kehamilan
menimbulkan ancaman bagi si ibu, baik faktor kesehatan, mental, mapun sosial,
maka perlu melakukan konseling, bimbingan, baik secara psikis, moral, maupun
medis.
d.
Jika si ibu tidak
menginginkan kehamilan, maka dapat difasilitasi dengan memberikan pengetahuan,
dan sosialisasi obat-obatan dan alat-alat kontrasepsi.
e.
Apabila aborsi
merupakan satu-satunya pilihan, maka alternatif ini hanya dapat diambil melalui
pertimbangan matang baik secara medis, etis dan moral.
f.
Undang-undang
negara dan kode etik kedokteran, dalam penjelasan pasal 10, seorang dokter
harus berusaha mempertahankan hidup makhluk insani. Oleh sebab itu, menurut hukum agama dan undang-undang negara maupun
kode etik kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan melakukan aborsi.
Larangan aborsi juga dijelaskan dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana yang di atur dalam pasal 283, 299 serta pasal
346-349. Dalam pasl-pasal tersebut dinyatakan sanksi bagi sipelaku dan si ibu. Kemudian
pasal 299 KUHP intinya ancaman hukuman penjara maksimal 4 tahun, kepada
seseorang yang memberi penghapan kepada si ibu bahwa kandungannya dapat
digugurkan. Selanjutnya pasal 346 KUHP, menyebutkan si wanita dengan sengaja
menggurkan kandungan, atau membunuh kandungannya atau menyuruh orang lain akan
mendapat sanksi penjara selama-lamanya.
Namun dalam aturan KUHP ada pengecualian lewat
undang-undang kesehatan yang dicantumkan pada pasal 15 ayat 1. Ayat ini
menyebutkan tindakan medis dalam bentuk pengguguran dengan alasan apapun
dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, agama, kesusilaan. Namun dalam
keadaan darurat dalam upaya untuk menyelamatkan jiwa si ibu dan janin yang
dikandungnya, dapat diambil tindakan medis. Penjelasan terhadap hal tersebut juga
kurang jelas. Oleh sebab itu, di Indonesia karena undang-undang aborsi tidak
begitu jelas, maka aborsi meskipun diperlukan untuk kesehatan si ibu dalam
keadaan darurat, namun banyak dokter tidak mau melakukannya.
3.3.2.
Tanggapan etis teologis
Alkitab mengisyaratkan dan
menegaskan bahwa proses pertumbuhan janin bukanlah proses yang terjadi dengan
sendirinya atau secara otomatis melainkan campur tangan Allah (bnd Mzm
139:13-14, Ayb 10:18). Alkitab memberikan konsep penting untuk melindungi
kehidupan janin dan juga bagi perlindungan si ibu (bnd Kej 9:5).
Dalam Perjanjian baru, secara
khusus tulisan-tulisan Paulus dan Wahyu, ditegaskan bahwa hidup dan kehidupan adalah
sangat berharga, oleh sebab itu memberikan obat tertentu untuk menghancurkan
kehidupan sangat ditentang. Dalam pengertian ini minuman atau obat-obatan yang
diberikan dengan tujuan, atau menimbulkan keguguran waktu tejadinya kehamilan
merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan firman Tuhan.
Meskipun Alkitab tidak secara
langsung menyoroti tentang Alkitab, namun ajaran Alkitab terhadap abosi dapat
dikemukakan dalam beberapa hal:
a.
Alkitab menyatakan
bahwa kehidupan manusia berbeda dari segala bentuk kehidupan lainnya, sebab
manusia diciptakan segambar dengan Allah (bnd Kej 1
b.
Alkitab
mengajarkan bahwa anak adalah berkat (Kej 1:28)
c.
Anak dalam rahim
adalah sungguh-sungguh adalah manusia yang bahkan memiliki hubungan dengan
Tuhan (Mzm 51:7, 139:1)
d.
Alkitab mengutuk
pembunuhan orang yang tak bersalah ( Kel 20:1,3, Ul 17, Mat 19:18)
e.
Alkitab menyatakan
bahwa Tuhan adalah Tuhan atas keadilan. Maka melakukan aborsi adalah menolak
keadilan. Aborsi adalah pembinasaan terhadap yang tidak berdaya
f.
Alkitab
mengajarkan untuk mengasihi. Kasih bertentangan dengan tindakan pembunuhan ( 1
Yoh 3:11-12)
3.3.3. Aborsi
dalam kaitannya dengan titah ke 6
Menurut Dietrich Bounhofer
“penghancuran embrio di dalam kandungan adalah pelanggaran dari hak untuk hidup
yang Allah telah berikan kepada
kehidupan yang mulai muncul dan berkembang itu. Selanjutnya R.J. Rushdoony
menegaskan bahwa “praktek aborsi merupakan pembunuhan dan hal itu bertentangan
dengan titah ke 6.
Sehubungan dengan hal itu, J
Verkuyl merusmuskan bahwa:
a.
Kehidupan manusia
telah dimulai, dan berawal dari waktu konsepsi dalam kandungan.
b.
Setiap hidup
manusia, adalah juga hidup janin, dan berhak atas perlindungan.
c.
Setiap pengambilan
tindakan, yang membinasakan hidup yang sedang mulai itu, maka itu identik
dengan pembunuhan hidup manusia yang sedang mulai.
Melengkapi penegasan di atas, D Rumondor menyatakan
bahwa dalam terang etika Kristen dan standar moral yang mutlak, aborsi
dipandang sebagai pembunuhan manusia, sebab aborsi merupakan tindakan
memutuskan kehidupan manusia secara dini. Dalam hal inilah aborsi melanggar
perintah Allah “jangan membunuh”.
3.3.4. Aborsi
dalam kaitannya dengan konsepsi
Dalam Alkitab sebenarnya tidak
ada membicarakan secara langsung tentang aborsi, jika diteliti secara cermat, maka
ditemukan “konsep mentah” mengenai aborsi dalam Alkitab. Konsep mentah ini
dapat ditemukan dalam hubungan antara seksual dengan konsepsi. Beberap
kesaksian Alkitab menuliskan, misalnya Kej 4:1…Hawa menyatakan bahwa ia telah
memperoleh Kain dari Tuhan, Kej
16:2..Sara percaya bahwa Tuhan tidak memberi dia anak, Kej 29:31..Tuhan membuka
kandungan Lea, Kej 30:22.. Tuhan membuka kandungan Rahel, Rut 4:13…atas karunia
Tuhan Rut mengandung dan Maz 139:13-18..Daud menyatakan bahwa Tuhan secara aktif terlibat dalam proses
pembentukan festus
Nampaknya dari kutipan nats Alkitab di atas menyatakan bahwa Allah terlibat
aktif dalam hubungannya dengan konsepsi. Dalam Yer 1:5 tertulis “Sebelum Aku
membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau”. Jadi jelaslah
Alkitab memandang bayi atau janin yang belum dilahirkan adalah manusia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, Allah memberi kesempatan kepada
manusia untuk bekerja sama dalam proses terciptanya hingga lahirnya manusia
Dalam pengertian dan pemahan ini, maka praktek aborsi sama artinya dengan
merusak hubungan kerjasama yang telah dipercayakan kepada manusia. Oleh sebab
itu menerima aborsi identik dengan menerima diskriminasi, itu berarti membuka
peluang untuk menyingkirkan orang-orang yang cacat jasmani, para lansia, korban
AIDS, pecandu narkoba, maupun para marjinal.
IV. Kesimpulan
1.
Aborsi adalah
keguguran. Pengguguran kandungan atau
pengakhiran kehamilan atau membuang janin. Aborsi merupakan suatu
tindakan yang disengaja atau tidak disengaja dengan tujuan agar janin yang ada
di dalam rahim si ibu dilahirkan dalam keadaan mati
2.
Kehidupan janin
adalah kehidupan insani dengan potensi menjadi makhluk manusia seutuhnya (bnd
Mzm 139:13-18, Yer 1:5). Oleh sebab itu sejak pembuahan janin adalah manusia. Secara
etis teologis, orang Kristen harus menjungjung tinggi bahwa janin adalah embrio
kehidupan yang suatu ketika bakal mampu mencerminkan kemuliaan Allah. Maka secara
etis teologis aborsi tidak dapat disetujui karena melanggar kebebasan hidup
yang ditetapkan Allah. Hidup/kehidupan manusia adalah bijak dihargai lebih
utama (pro-life) dibandingkan memperjuangkan hak kebebasan memilih (pro-choice)
yang mengakibatkan kematian janin dan kemungkinan si ibu.
3.
Secara
etis-teologis, aborsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan Alkitab. Orang
Kristen terpanggil untuk mengajarkan penekanan Alkitab mengenai kemanusiaan dan
nilai, bahkan kesucian hidup manusia. Jika aborsi dilakukan karena kehamilan
yang tidak diinginkan, akan tetapi semua kehamilan yang tidak diinginkan adalah
akibat dari suatu kegagalan tertentu. Menolong lebih baik dari pada menggugurkan.