Rabu, 27 Juni 2012


TAFSIRAN I SAMUEL 8-10
PENDEKATAN SECARA HISTORIS KRITIS DAN NARATIF

1. Pengantar
                Beranekaragam bentuk tafsiran yang berkembang dewasa ini. Bentuk tafsiran historis kristis dan tafsiran naratif merupakan dua pendekatan tafsiran yang sangat berkembang yang dipergukana oleh para penafsir. Pendekatan tafsiran historis kritis merupakan pendekatan yang sangat baik untuk menggali isi dan makna yang terkandung dalam Alkitab, secara khusus dalam menggali teks Alkitab PL yang sangat sulit untuk dipahami. Selain itu pendekatan naratif juga merupakan pendekatan yang lebih sederhana dalam melakukan interpretasi terhadap isi Alkitab. Sehubungan dengan tugas take home examination yang diberikan oleh dosen pengampu dalam mata kuliah hermen LP II untuk melakukan tafsiran terhadap perikop 1 Samuel 8-10, maka  ulasan tafsiran ini akan digali melalui dua pendekatan tafsiran historis kritis dan naratif.

2. LATAR BELAKANG KITAB SAMUEL
               
Kitab  1 dan 2  Samuel    pada awalnya  merupakan satu kumpulan  ( bnd 1-2 Raja-raja dan  1-2  Tawarikh). Dala perkembangan kemudian kitab Samuel dibagi menjadi dua bagaian yang disebut sebagai kitab kerajaan.[1] Proses  pembangian kitab Samuel terjadi ketika terjemahan  Perjanjian Lama dan bahasa  Yunani  (Septuaginta) Penerjemahan Kitab Samuel    kedalam bahasa   Yunani   dilakukan pada  abad  ke 2  atau  ke  3  sM. Alkitab   bahasa Yunani  dan bahasa  Latin, kitab-kitab  I dan II  Samuel  serta  I dan II  Raja, disebut  I, II, III, dan IV kerajaan.[2]
Dilihat dari  isi dan karakteristik Kitab Samuel, nampak sebagian memiliki persamaan dengan Pentateukh, Kitab Yosua, dan Hakim-hakim, dan dalam beberapa peristiwa ada yang paralel.[3]
Dalam perikop  1 Samuel 8-10 mengindikasikan adanya  dua sumber  yang menceritakan    tentang naiknya   Raja Saul sebagai Raja. Sumber  yang pertama   adalah pihak yang oposisi yang menampilkan   kontradiksi terhadap pengangkatan Saul sebagai raja, namun menampilkan figur   Samuel sebagai  tokoh yang memiliki peranan penting dan  Allah menolak peralihan  umat kedalam sistim kerajaan. Sedangkan  sumber  yang kedua adalah pihak yang pro terhadap sistim kerajaan yang baru dan    menampilkan  Saul  sebagai profil yang menarik dalam artian Saul dianggap sebagai tokoh kharismatis  yang menjanjikan harapan  dan pahlawan dalam  peperangan.[4]

3. PENULIS DAN   TAHUN PENULISAN
Ada pendapat yang mengatakan bahwa Kitab Samuel berasal dari Samuel karena Samuellah yang menjadi figur yang sentral. Penyusunan bahan-bahan kitab Samuel diambil dari berbagai bahan tradisi lokal yang sudah dikenal masyarakat  serta tersimpan di berbagai tempat. Salah satu bahan itu adalah dari kelompok Silo yang isinya tentang nasib tabut perjanjian adan pemberontakan Absalom. [5]   namun kesimpulan yang mengatakan bahwa Samuel sebagai penulis, hal ini nampaknya tidak mungkin karena  sebagaian isi kitab samuel berisikan tentang cerita kematian Samuel yang dicatat dalam 2  Sam 25:1. hal berarati Samuel bukalah penulis utama kitab Samuel.[6]
Namun para ahli lebih setuju bahwa kitab Samuel merupakan hasil karya “kaum Deutronomium” yang menyusun Kitab Samuel  kira-kira  tahun 560 sM. Kesimpulan ini didasari isi kitab samuel merujuk pada  teologi  ajaran Kitab Deutronomiun (bnd  Ulangan).[7] Para  penyunting Deutronomis  menghasilkan karya yang besar yang disebut   buku sejarah Deutronomis yang meliputi  Kitab Ulangan sampai 2 Raja.
Penyusunan Kitab Samuel tersusun dalam proses dan tahapan dalam proses pengumpulannya. yakni:[8]
1.        Peran utama kaum Deutronomitis. Kitab Samuel merupakan hasil karya  Deutromomistik  adalam artian kelompok  Deutronomistik memberikan kontribusi dalam penyusunan kitab Samuel.
2.        Proses  pengembangan  kemudian dengan melakukan   penyisipan bagian-bagian yang puitis dari latar belakang  kultus   yang asli
Penulisan  kitab  Samuel   bukanlah merupakan  laporan historis yang langsung dilihat oleh penulis , melainkan hasil dari pergumulan dan penafsiran kembali sejarah perjalanan umat dibawah pemeliharaan Allah [9] Menurut kesimpulan para ahli penulisan   Kitab Samuel    berlangsung  pada masa  pembungan ( sekitar  tahun  550 sM). Proses   penulisan,  penyususnan   dan penyaduran  Kitab Samuel berlangsung kira-kira    400 tahun.[10]

4. LATAR BELAKANG HISTORIS SOSIAL, POLITIK, EKONOMI DAN KEAGAMAAN KITAB SAMUEL
                Sejarah Israel tidak dapat dipisahkan dari keluaran perbudakan Mesir karena dari perbudakan itulah mulai muncul seorang pemimpin yang pada kenyataannya bukan hasil upaya bangsa Israel atau keputusan nasional sebagai bangsa namun terlihat Allah sendiri yang berperan dalam mengangkat dan memilih pemimpin sebagai perpanjangan tangan Allah. Pembebasan Allah adari perbuadakan Mesir tidak dapat dipisahkan dari dimensi sosial politik, ekonomi dan keagamaaan pada waktu itu. Aspek politik, ekonomi dan kebudayaan merupakan dimensi yang penting untuk diketahui dalam memahami perikop 1  samuel 8-10.

4.1. Sosial Politik
Kehidupan bangsa Israel pada akhir pemerintahah Samuel diwarnai dengan fenomena krisis politik. Pada waktu itu bangsa Israel mengahapi ancaman agresi militer dari bangsa Filistin yang berusahan memperluas  daerah kekuasaan. Keadaan itu memungkinkan bagi bangsa filistin karena mereka sedikit lebih maju dari bangsa Israel. Falistin yang sudah memiliki pasukan militer dan sudah terorganisasi dengan baik membuat serangan-serangan mereka benar-benar telah diperhitungkan sesuai dengan strategi perang pada zamannya sehingga bangsa Israel  banyak yang eksudus dari tempat-tempat pemukimana mereka di daarha pegunungan.[11]
Dalam menghadapi krisisi politik pada waktu itu, maka muncullah keinginan umat Israel akan keberadaan seorang raja yang mampu menggorganisie uamt dalam menghadapi tantangan dari musuh.[12] Dalam perkembangan selanjutnya  kepemimpinan  para Hakim-hakim  berakhir  sebab  orang Israel   kemudian   menghadapi perlawan   yang sangat berat  dari pihak  musuh, sehingga mereka  mengharapkan  seorang pemimpin  yang mampu berperang dan mampu  memimpin  masyarakatnya.  Pada akhirnya   Israel   memilih   seorang raja    yaitu Saul. Dialah raja yang pertama  Israel  ketika bangsa Israel    beralih menjadi sisitim kerajaan. Pada masa pemerintahan Saul, bangsa Israel    mengalami pasangsurut, dan  selalu menghadapi   ancaman dari bangsa Filistin. Secara politik  pemerintahan Saul  tidak mampu   memberikan  jaminan keamanan  bagi bangsa Israel, karena    diseluruh    wilayah kekuasaanya  selalu  terjadi    pemberontakan, hal ini   disebabkan  usaha-usaha    dari  pihak Filistin  untuk membebaskan   diri dari penjajahan  bangsa Israel dan pada akhirnya    gerakan   tersebut  dapat  mengakibatkan   jatuhnya   Israel  ke tangan orang  Filistin.  Sejak awal  pemerintahan Saul  bangsa Israel  senantiasa    diperhadapakan    pada konflik  perang, dampak   ini dapat disimpulkan, bahwa   masa pemerintahan   Saul keadaan Israel   semakin buruk.[13]

4.2. Sosial ekonomi
                Masa  pemerintahan  Saul diwarnai dengan ketegangan politik akibat perang, yang berdampak pada krisis  ekonomi, politik,   budaya, moral    yang pada akhirnya     mengakibatkan penderitaan bagi umat Israel sendiri. Perubahan sistim  kerjaan  di tengah-tengah  bangsa Israel  pada masa  transisi  zaman Hakim-hakim  ke sistim  kerajaan berdampak negatif pada perekonomian rakya karena rakya harus menanggung beban dalam sistim monarki. Masyarakat yang sangat terbebani adalah masyarakat miskin yang mengandalkan hidunya pada pertanian.[14] Dampak negatif politk adalah dalam bidang   ekonomi rakyat yang mendandalkan   pertanian dan peternakan yang menjadi mata pencaharian rakyat pada waktu itu.[15]
4.3. Sosial Keagamaan
Zaman Hakim-hakin telah menunjukkan betapa buruknya kondisi keagamaan di Israel. Dalam Hak 17 digambarkan betapa para imam-imam murtad, terjadinya penyembahan berhala, kejahatan seksual, perang saudara dan hampir semua jenis dosa yang ada merajalela di Israel. Demikian juga buruknya perlakuan buruk orang Gibea terhadap salah seorang gundik orang Levi. Persoalan ini menjadi sangat luas ketika suku-suku Israel menyerang orang-orang Gibea yang terletak di Benyamin dan menghancurkan serta membakar kotanya sampai habis. Fenomena ini mempengaruhi terhadap seluruh bentuk nasionalisme Israel.[16]
            Pada masa zaman hakim-hakimdan masa transsi kepemimpinan peran kuil sangat penting. Keberadaan Kuil dijadikan sebagai pusat   berkumpul bagi marga-marga, suku-suku  dan keluarga dari  wilayah  sekitar kuil untuk   merayakan   ketiga  masa raya   pertanian, dan  menghantar persembahan   buah sulung   dan persembahan korban seabagai tardisdidi keagamaan Israel pada waktu itu.[17]
            Kuil menadi tempat untuk mengadakan perjamuan sakral, berkumpul. Kuil  juga  menjadi tempat berkumpul  pasukan tentara     sebelum melakukan perang, dan  masyarakat  juga berkumpul di kuil untuk melakukan pemilihan atas raja (1 Sam 11:13).  Dalam cerita 1 Samuel 8-10, Pemilihan  Saul menjadi raja menunjukkan   pengaruh kuil semakin besar.[18]
                Munculnya  kerajaan  di Israel   pada  masa pemerintahan Saul merupakan  permulaan zaman baru. Masa  pemerintah Saul merupakan awal   pembentukan pola-pola    pemerintahan baru namun hanya sedikit terasa dampkanya dan belum menghasilkan perubahan-perubahan   besar dalam pola kehidupan masyarakat. Hidup keagamaan Israel masih berlangsung secara  lokal, dan belum ada pengaruh internasional, wilayah istana raja tidak dibangun dalam dasar sosi-religi sebab    tidak ada  kultus    bait  kerajaan.[19]
               
5. PESAN TEOLOGI
                Tema tentang ketaatan merupakan tema teologi yang termuat dalam Kitab Samuel. Pemilihan  Allah atas  umat Israel memiliki konsekuensi, dimana kesetiaan dan ketaatan menimbulkan damai sejahtera, dan sebaliknya  pemberontakan  menimbulkan hukuman. Hukuma itu pada dasarnya bukan merupakan  penyangkalan kasih Allah. Namun hukuman merupakan sarana Allah untuk membei pelajaran kepada umat untuk memahami kasih Allah yang sejati[20] dalam hal inilah Penulis  Deutronomis menekankan teologi tentang  ketaan Tuhan sebagai interpretasi dan refleksi umat atas pemiliharaan umat atas Israel.[21] Ketaatan  pada  perintah Allah merupakan  respon atas  kebaikan dan rahmat Allah atas umat. Penulis  Deutronomis   menegaskan bahwa ketidaktaatan  memiliki korelasi sebab akibat pada   malapetaka nasional. Hal itu secara  khusus   nampak dalam Kitab Hakim-Hakim[22]
                Maksud dan tujuan Kitab Samuel menunjukkan bahwa  sejarah tidak  berjalan dibawah  kehendak dan kendali dunia,  melainkan  Allah yang  berperan dalam  sejarah. Dalam  pengertian inilah berkat dan kutuk menjadi sarana   untuk melaksanakan  rencana-Nya  dengan umat pilihan, dan juga  bangsa lain. [23] Pengangkatan raja  bagi Israel dalam perikop   1 Sam 8 dan  10:17-27, memberikan kesan yang pesimistis  tentang pengangkatan raja. Pengangkatan raja   pertama    melalui pengurapan pada hakekatnya adalah memiliki tujuan supaya  raja  memerintah  sesuai dengan kehendak Tuhan dan memberikan keadilan kepada umat[24]

 6. Tafsiran
a. Pembagian
ANTI RAJA

v  Pasal 8: 1-3
v  Pasal 8:4-9             
v  Pasal 8:10-18         
v  Pasal 8:19-20
v  Pasal 8:21-22

PRO RAJA
v  Pasal 9:1-2
v  Pasal 9:3-6             
v  Pasal 9: 15-27        
v  Pasal 10:1-8           
v  Pasal 10:2-6
v  Pasal 10:7-8
v  Pasal 10:9-13
v  Pasal 10:14-16

ANTI RAJA

v  Pasal 10:17-19
v  Pasal 10:20-21a
v  Pasal 10: 21b-24
v  Pasal 10:17-27       
         
Perikop 1 Sam 8-10 mengisyaratkan ketegangan dua teori sumber. Secara  khusus 1 Sam 1 Sam 8-12 menceritakan pandangan yang berbeda tentang pendirian kerajaan. Pandangan yang pertama mendukung sitim kerajaan yang  tertulis dalam 1 Sam 9:1-10, 16-27b; 11:1-15 dan yang kedua kelompok yang  menolak sitim kerajaan yang terdapat pada 1 Sam 8:10, 17-27a; 12. Dua  pandangan tersebut tidak hanya sedikit menyebabkan penyimpangan, tetapi   menimbulkan masalah teologi satu dengan yang lain. Pandangan yang satu   mengganggap bahwa sitim kerajaan sebagai ordinasi dari Allah untuk   memelihara dan menggembalakan umat dari  ancaman musuh.[25]
1 Sam 10:1-16 adalah merupakan satu kesatuan, sedangkan 1 Sam 8 merupakan suatu sisipan yang dilakukan oleh redaktor, untuk mempersiapkan cerita pada 1 Sam 13:7b-15a, dan akan menyenangkan untuk menghubungkan hal ini dengan 1 Sam  13:1-16 untuk melanjutkan cerita pada 1 Sam 9.[26]

b. Tarsiran
1 Sam 8:1-5
Ayat 1:1-3: Dalam ayat ini disebut Samuel sudah tua. Pasal ini merupaan lanjutan cerita  pasal 7 yang waktunya  mempunyaia jarang yang jauh dengn pasal 8. [27] Ketika Samuel sudah tua, ia  ingin mewariskan jabatan hakimnya kepada  anaknya, yang pada waktu itu mereka bertugas di Berseba yakni tempat kebaktian    diujung selatan Israel. Namun sikap hidup anak Samuel identik dengan anak-anak Eli yang dulu di Silo. Kesalahan  anak-anak Samuel adalah mereka tidak mampu menegakkan hukum dan mengejar laba[28] Sikap anak-anak Samuel indetik dengan anak-anak imam Eli (Hopni dan pinehas) yang melakukan tindakan sesuai dengan kehendak nafsunaya sendirinya[29]
Saul berasal dari keluarga berada dari suku Benjamin. Saul juga disebut sebagai seorang yang berpenampilan menarik dan memiliki keistimewaan dalam fisik melebihi orang-orang sebangsanya.[30]
Ayat 4-5: Dalam ayat ini diceritakan bawah para tua-tua mendatangi Samuel dan berkumpul di Rama, dan meminta kepada Samuel untuk mengangkat bagi mereka  seorang raja untuk menghakimi bangsa Israel. Hal yang menarik adalah mereka  tidak meminta “hakim namun seorang raja”. Tuntutan meminta raja adalah merupakan kebutuhan yang mendesak bagi umat agar mereka dipimpin seorang raja yang mampu berperang melawan musuh mereka[31]
Permintaan Israel tentang seorang raja menunjukkan bahwa mereka tidak sadar bahwa mereka adalah umat pilihan Allah yang dikepalai oleh ALLAH  sendiri yang memerintah melalui imam, nabi dan hakim-hakim.[32]  Permintaan para tua-tua nampaknya kurang tepat dalam konsep teokrasi karena latar belakang mereka ingin seperti bangsa lain yang memiliki seorang raja[33] walaupun  dari sudut politik permintaan para tua-tua Israel dapat dimengerti[34]
1 Sam  8:6-9
Kedatangan para ua-tua Israel kepada samuel dalam misi meminta seorang raja adalah suatu penghianatan kepada Samuel seabagai pemimpin yang resmi pada waktu itu. Namun terlebih pada Allah seabagai sumber yang mengendalikan sejarah yang telah memberikan kepercayaan kepada Samuel sebagai hakim di tengah-tengah umat-Nya. Permintaan itulah yang membuat Smuel sangat kesal, namun sebagai seorang pemimpin yang diurapi oleh Tuhan, dia tidak menunjukkan kekesalahnya kepada umat Israel. Sebaliknya Samuel mengutarakan isi hatinya dan pergumulanya sekaligus pendurhakan bangsa itu kepada Allah karena dia tahu Allah akan memberikan solusi yang terbaik dalam setiap pergumulan  yang dia hadpai sebagai pemimpin dan yang dihadapai oleh bangsa bangsa Israel.[35]oleh umat membuat hati Samuel terpukul, namun melalui pergumulan doanya Samuel menemukan jawaban dari Allah, bahwa penolakan   umat atas kepemimpinannya adalah penolakan terhadap Allah sendiri. Dengan demikian pertentangan yang terjadi bukanlah antara Samuel dengan Israel tapi antara Tuhan dengan Israel. Respon allah untuk menjawab pergumulan Samuel dikatakan dengan “dengarkanlah perkataan mereka” tetapi kamu harus menjelaskan bahwa ada hak raja yang harus mereka penuhi bila keinginan mereka telah bulat[36] Sebab permintaan Israel tersebut menunjukkan  ketidaksetiaan Israel kepada Allah walaupun sebenarnya mereka senantiasa  dipelihara Allah.[37] Meskipun dalam perjalanan sejarahnya Israel selalu memberontak kepada Allah. Namun Allah tidak melarang Samuel untuk mengangkat raja sesuai dengan keinginan mereka.[38]
1 Sam  8:10-18
Penguarain secar panjang lebar akan konsekuensi sistim monarki yang harus ditanggung oleh bangsa Israel tidak emmbuat mereka mengundurkan niatnya, mereka seakan-akan tuli atas apa yang disampaikan oleh Samuel (ayat 11-18).[39]Samuel menyatakan akibat dari sistim kerajaan: anak-anak muda Israel akan dijadikan menjadi para pekerja dalam mengolah bidang pertanian, para  pelayan untuk urusan domestik, dan raja akan mengambil alih hasil dari pertanian, ladang terbaik yang di olah rakyat untuk keperluan dan  kebutuhan para pegawai-pegawai raja yang bertugas.[40] Hasil tanah menjadi wajib diberikan kepada raja untuk kebutuhan istana. Termasuk budak-budak, dan hewan akan diambil untuk kepentingan raja.[41]
1 Sam  8:19-22
Samul melihat konsekuensi sistim monarki yang disamapaiakn kepada umat tidak dmembuat israel mengurungkat niatnya untuk mengingkan seorang raja, sebab hati mereka telah bulat: ingin sama dengan bangsa-bangsa lain. Dengan perdebatan yang panjang akhirnya Tuhan mengabulkan permintaan bangsa Israel yang disampakan oleh Samuel.[42] Pengangkatan  raja yang disebutkan  pada  bagian akhir  ayat ini agak  lunak untuk menghubungkan  cerita pada 1 Sam 9.[43]  waluapuan pada dasarnya raja  sebagai tuan  yang diktator  yang menimbulkan derita bagi umat sendiri.[44]
1 Sam 9:1-2
Melihat cerita dalam bagian ini penulis melakukan pencitraan terhadap keluarga Kish adai suku Benjamin. Saul berasal dari keluarga yang kaya dan terpandang dari suku Benjamin, ia anak dari Kish. Ayahnya adalah seseorang terkemuka dan bangsawan.[45] Pencitraan terhadap Sauld alam Ayat ini adalah Saul  disebut-sebut  memiliki penampilan menarik, tanpa dan tinggi, penampilannya sangat berbeda dengan pemuda-pemuda sezamanya[46]
1 Sam  9:3-8
Saul menyuruh anaknya dan pelayannya untuk mencari keledai betina yang hilang. Bagi pemelihara keledai betina kehilangan keledai betina dianggap rugi besar. Saul dan pelayannya pergi ke pegunungan Efraim dan akhirnya tiba diaerah Zuf, yakni kampung halaman  Samuel.  Dalam pencarian itu Saul sudah putus asa karena tidak menemukan keledai yang dicarinya. Kemudian Saul menyuruh pelayannya untuk pulang terlebih dahulu. Namun pelayannya mengusulkan ada seorang yang abdi Allah yang dapat memberitahukan hal-hal yang tersembunyi kareana Samuel adalah abdi Allah, ia adalah nabi yang benar (Ul 21-22)[47]
1 Sam  9: 9-14
Ayat  ini merupakan tambahan dikemudian hari tentang  “pelihat” yang sebenarnya baru muncul dalam ayat berikut. Pada zaman dahulu ada dua macam  orang yang mempunyai hubungan khusus dengan Allah, yakni: Pertama, “pelihat” yakni orang yang diberi kesanggupan oleh ALLAH   untuk melihat dan mengetahui hal yang tersembunyi. Kedua, terdapat para nabi yang hidup dalam rombongan berrsifat  ekstati (dikuasai oleh Roh ALLAH, seperti cerita dalam 1 Sam 10:5-6, 10-12). “Pelihat”, para nabi diberi kemampuan oleh Allah untuk menyatakan hal-hal yang tersembunyi, yang berhubungan dengan Allah dan umat-Nya.[48] 
Saul dan bujangnya mencoba untuk pergi menjumpai Samuel ke kota, Letak kota itu biasanya berada di atas bukit yang. dikelilingi tembok-tembok.[49] Dalam perjalanan menuju kota itu Saul dan bujangnya bertemu dengan para gadis dan menanyakan keberadaan “pelihat’ itu. Dan para gadis memebrikan informasi kepada Saul sehingga itu  meyakinkan mereka untuk meneruskan perjalanan menemui Samuel. Sambil menurut nasihat  gadis, mereka bertemu dengan Samuel yang justru pada waktu itu keluar dari kota.[50]


1 Sam  9: 15-16
Allah telah memberikan suatu  penyingkapan Sebelum perjumpaan Samuel dengan Saul, seorang dari keturunan Benjamin akan datang  menemui Samuel, dimana Saul akan menjadi raja. Oleh sebab itu pemilihan raja merupakan kepemilikan dan pemanggilan dari Allah. Samuel   mengurapi  Saul menjadi raja karena ia adalah yang dipilih oleh Allah.[51]
1 Sam  9:17-21
Nampaknya redaktor menceritakan bahwa Samuel dan Saul belum saling mengenal itu dapat diterima  karena pada waktu itu Saul masih muda dan tinggal di daerah Benjamin sementara Samuel tinggal di rama ataukeungkinan lain bahwa Samuel belum dikenl oleh seluruh suku sehingga saul tidak mengenalnya.[52] Perjumpaan Samuel dengan Saul sudah diketahui oleh Samuel terlebih dahulu, dan dalam pertemuan itu Samuel tidak hanya mengatakan tentang keledai yang sudah ditermukan, namun Samuel mengatakan rencana yang lebih penting terhadap Saul.[53] Dalam perwahyuan dimana Allah menyiapkan Samuel untuk menyambut    kedatangan Saul. Pengurapan sangat istimewa yang diberikan kepada Saul merupakan petunjuk bahwa kerajaan yang baru adalah kerajaan bersifat keagamaan.[54] Saul menolak pujian Samuel dia, mengatakan bahwa  seperti halnya Gideon dulu, keluarganya adalah yang terkecil  di antara sukunya.[55]
1 Sam  9:22-27
Ayat 22-24, Setelah percakapan antara Samuel dan Saul, mereka memasuki pendopo tempat diadakannya perjamuan. Semua undangan telah menunggu kedatangan Samuel, dan ketika itulah Samuel memberikan penghormatan khusus kepada Saul, sebab para pelayan telah menyiapkan makanan yang paling enak[56] bagi mereka. Kondisi ini tentu mengherankan bagi seluruh undangan yang ikut dalam perjamuan tersebut, namun redaktur tidak memberikan penjelasan apa-apa tentang mereka. Mungkin tujuan dari sipencerita adalah makna teologis dari perjamuan itu.[57]
Ayat: 25-27, Setelah turun ke kota, orang-orang menyediakan tempat tidur untuk Saul di atas Sotoh, di sanalah dia beristirahat menunggu pagi. Sotoh merupakan tempat yang dianggap paling enak beristirahat/tidur di waktu musim panas. Pada keesokan harinya ketika fajar menyingsing, Saul akan pulang ke kampungnya, dan Samuel mengantarkannya sampai ke batas kota. Karena masih pagi, suasana masih sunyi dan kesempatan itu digunakan Samuel untuk memberitahukan rencana Tuhan atas dirinya. Samuel juga tidak membenarkan pembantu Saul mengetahui apa yang akan dilakukannya kepada Saul, sehingga ia menyuruh Saul agar mengatakan kepada pembantunya berjalan mendahului mereka.[58]
1 Sam  10:1-4
Penguarapan saul menjadi raja dilakukan secara rahasia sesuai dengan perintah Tuhan kepada Samuel, walaupun dia ditelorkan oleh keinginan n para tua-tua Israel namu  pada prinsipya Allah lah yang berinisitaif memlih Saul  menjadi raja.[59]Dalam Perjanjian Lama Saul disebut sebagai orang yang memiliki  karakter yang spesial. Sifat istimewa bukanlah ditentukan oleh unsur dari  minyak yang dipakai dalam pengurapan, namun ALLAH sendirilah yang  memperlengkapi seseorang dengan kuasa dan kewibawaan yang luar biasa. Tindakan Samuel merupakan bukti dari tindakan ALLAH. Pada pengurapan Saul,  Samuel mencium Saul, ini merupakan bukti dari kasih sayangnya, sebab dalam PL, ciuman itu adalah tanda penghormatan dan cinta kepada manusia.[60]


1 sam 10:2-8
Samuel mengatakan kepada Saul tanda-tanda yang akan saul lihat. Ada  3 tanda mujizat dalam perjalanannya pulang ke rumahnya. Pertama, ia akan bertemu dengan dua orang laki-laki yang akan memberitahukan kepadanya bahwa keledai-keledai yang dicarinya itu telah ditemukan, justru sekarang Saul yang dicemaskan ayahnya, bukan lagi keledainya. Pertemuan itu terjadi di dekat kubur Rahel,[61] di perbatasan Efraim dengan Benjamin. Kedua, Tidak jauh dari tempat itu, Saul akan bertemu dengan tiga orang laki-laki yang naik ke tempat suci di Betel untuk mempersembahkan korban kepada Tuhan. Mereka membawa tiga roti sebagai persembahan, dan dua dari roti itu akan diberikan kepada Saul. Hati mereka digerakkan oleh Tuhan untuk memberi makanan kepada Saul dan pemberian itu dipandang sebagai tanda penghormatan kepada raja, walaupun ketiga orang laki-laki itu belum mengetahui siapa sebenarnya Saul. Ketiga, Mujizat yang terjadi di Gibea, yaitu sebuah bukit dengan tempat tempat suci di atasnya. Saul akan bertemu dengan serombongan nabi yang memakai bermacam-macam alat musik yang menimbulkan ekstase, mereka bernubuat sambil menari-nari sehingga orang-orang menyebut mereka gila (bnd. 2 Raja 9:11; Yer 29:26). Mereka digerakkan oleh Tuhan untuk melawan pengaruh agama kafir, dan saat itu Saul pun ikut bernubuat dengan mereka, di sanalah Saul disebut sebagai nabi.[62]
1 Sam  10:7-16
 Dalam cerita ini peneguhan Saul diteguhkan melalu pemenuhan Roh Allah atas Saul. Roh Allah berkuasa atas Saul dan menjadi tanda Allah menyertai dia     dan memimpin dia. Ayat 8 sebenarnya kontras dengan ayat 7, sebab atas perintah  Samuel, Saul tidak boleh berbuat apa-apa atas inisiatifnya sendiri, melainkan harus menunggu perintah dari Samuel. Ayat 8 ini dapat dipahami sebagai  tambahan dari redaktor untuk mempersiapkan tempat dari sumber lain yang terdapat  dalam 1 Sam 13:7dst. Pengangkatan Saul  mengingatkan pada posisinya  seperti para hakim Barak, Gideon, Yepta  dan Simson.[63] Pada waktu itu kenabian lebih umum daripada di masa-masa sesudahnya. Para nabi melakukan tugasnya dengan berkeliling secara berkelompok yang dipimpin oleh seorang “bapa” mereka (ay 12), dan mengalami keadaan ekstase,  atas bantuan musik, Elia dan Elisa termasuk dalam kelompok ini (1 Raj  17-221; 1 Raj 1-9). Pengalaman Saul menandaskan kejadian yang serupa dalam 1 Sam  19:22dst. Setelah selesai kepenuhan, pulanglah ia. Saul tidak menceritakan pengurapannya pada pamanya, hal ini kurang  jelas diketahui apa alasan mengapa Saul tidak menceritakan. Walapun demikian   pengakuan itu akhirnya terjadi di Mizpa (20-24). Saul sebenarnya belum menjadi raja sampai ia membuktikan diri mampu mengalahkan orang Filistin.[64]
1 Sam  10:17-27
Dalam rangka memenuhi keinginan bangsa Israel sesuai dengan petunjuk tuhan amuel mengumpulkan bangsa Israel di Mizpa. Tempat ini dihunjuk sebagai tempat pemilihan Saul sebagai raja karena Mizpa sudah merupakn tempat perkumpulan sejak zaman dahulu.[65] Biarpun pemilihan raja itu atas    dasar kehendak Israel, namun pemilihan itu adalah merupakan pilihan ALLAH karena pemilihan dengan cara  undi..[66] Pemilihan Saul dinyatakan menjadi raja, Saul adalah orang yang ditentukan oleh ALLAH, untuk tugas untuk memimpin bangsa Israel walaupun dalam pemilihannya  ada orang-orang durssila yang mengejeknya[67]
TAFSIRAN  1  SAMUEL 8-10
SECARA NARATIF

1. Pembagian Adegan
v  Adegan  I (1 Sam  8:1-3).
1. Plot :                   Cerita menunjukkan alur maju
2. Tokoh :                Samuel, Yoel, Abia.
3. Karakter              Samuel memikirkan kepemipinan di Israel. Yoel dan Abia, tidak menuruti sikap ayahnya yang telah mengangkat mereka  menjadi hakim, mereka menyalahgunakan tugas dan tanggungjawab mereka.
4. Setting :               Bersyeba.
5. Masalah  :           Yoel, Abia melakukan yang tidak benar dihadapan Tuhan.  Mereka mengejar laba, menerima suap, dan membelokkan keadilan dan hukum.
6. eEfek                   Merebaknya ketidakadilan karena lemahnya supremasi hukum tidak ditegakkan.
v   Adegan II  (1 Sam 8:4-9)
1. Plot :                   Cerita adalah alur  maju
2. Tokoh :                Allah, Tua-tua Israel, Samuel, anak-anak Samuel, Umat Israel
3. Setting:                Rama , Mesir.
4. Masalah :            Tua-tua berkumpul dan meminta kepada Samuel untuk mengangkat seorang raja bangsa Israel.Tua-tua Israel menuntut Samuel untuk mengangkat seorang raja atas bangsa Israel, karena Samuel sudah tua. Yoel dan Abia tidak mampu melaksanakan fungsinya sebagai hakim.
v   Adegan III (1 Sam 8:10-18:)
1. Plot :                   Cerita alur maju
2. Tokoh :                Allah,  Samuel,  Umat Israel.
3. Karakter              Samuel seorang yang taat pada firman Allah, dan umat Israel sebagai umat yang suka memberontak.
4. Setting :               Istana  raja, di kota, desa, diladang, diseluruh wilayah umat Israel.
5. Masalah :            Tuntutan kerajaan,
v   Adegan IV (1 Sam 8:19-22:)
1. Plot :                   Cerita ini alur maju.
2. Tokoh :                ALLAH,  Samuel, Umat Israel, bangsa-bangsa lain,
3. Karakter              Samuel seorang hakim yang taat kepada ALLAH.
4. Setting :               Di Kota.
4. Masalah :   Bangsa Israel menolak perkataan Samuel, dan menuntut harus ada  raja. Oleh tuntutan umat, maka Samuel mengurapi Saul sebagai raja yang pertama bagi umat Israel.
v  Adegan V (1 Sam 9:1-2:)
1. Plot :                   Cerita  alur maju
2. Tokoh :                Kish bin Abiel, Saul.
3. Karakter              Dalam cerita ini disebut Kish adalah merupakan keturunan  Benjamin yang kaya dan terpandang, atau dari kalangan sukunya. Saul sebagai anak yang hormat dan patuh pada perintah orangtuanya.
3. Setting  :              Di rumah, tempat tinggal, di sebelah Utara Israel.  

v   Adegan VI (1 Sam 9:3-14:)
1. Plot :                   Cerita alur  maju.
2. Tokoh :                Allah,  Kish, Saul, pelayannya gadis-gadis, Samuel, orang banyak.
3. Karakter              Saul menunjukkan sikap sebagai  seorang anak yang taat.
4. Setting :               Pegunungan Efraim, Tanah Salisa, tanah Sahalim, tanah Benjamin, tanah Zuf. Sebuah Kota: kuil mempersembahkan kurban.
5. Masalah :   Pencarian keledai yang hilang.
6. Narator :             Narator dalam cerita menampilkan sebuah sarana dengan maksud dan tujuan yang bersifat simbolis dan teologis. Pencarian keledai yang tidak berhasil memiliki makna tersendiri dalam cerita ini karena pada akhirnya narator menjadikan ketidakberhasilan untuk menemukan keledai.
v   Adegan VII (1  Sam 9: 15-21:)
1. Plot :                   Alur cerita maju.
2. Tokoh :                Allah Samuel, Saul, Orang Filistin.
3. Karakter              Saul menunjukkan sikap orang yang rendah hati
4. Setting :               Pintu gerbang, sebuah bukit penyembahan.
5. Masalah :            Saul mengelak diangkat menjadi raja, ia merasa  dirinya belum layak. Samuel memberitahukan Saul tentang panggilannya sebagai raja, dan merupakan pilihan Allah.
v   Adegan VIII (1 Sam 9: 22-27)
1. Plot :                   Cerita bersifat alur maju.
2. Tokoh :                Samuel, Saul, pelayannya, para  undangan, juru masak.
3. Karakter              Saul memperlihatkan sikap ketaatan kepada perintah Samuel.
4. Setting :               Di atas sotoh, tempat perjamuan di bukit penyembahan, dalam suasana  keramaian, kota.
5. Masalah :            Cerita menunjukkan keraguan Saul atas panggilan Allah untuk menjadi raja, kemudian Samuel menyuruh Saul agar pergi lebih dahulu sebab Samuel akan menyampaikan  firman Allah kepadanya.
6. Efek                     Saul menerima firman Allah melalui Samuel.
v  Adegan IX (1 Sam 10: 1-8)
1. Plot :                   Cerita alur maju.
2. Tokoh :                Samuel, Saul, para nabi, orang Filistin.
3. Karakter              Saul bersedia diurapi oleh Samuel.
4. Setting :               Zelzah, Gibea Allah, Gilga.
5. Masalah :            Saul harus sabar menunggu perintah Samuel, ketika Samuel akan menyampaikan firman Allah terhadap dirinya.
6.Efeknya                Cerita ini menunjukkan Saul diurapi dengan minyak dari buli-buli dan Samuel menciumnya sebagai tanda penghormatan kepada Saul.
v  Adegan X (1 Sam 10:9-16)
1. Plot :                   Cerita  Alur maju.
2. Tokoh :                Allah, Samuel, paman Saul, serombongan nabi, orang banyak.
3. Karakter              Paman Saul sebagai seorang yang perduli terhadap keberadaan Saul.
4. Setting :               Gibea.
5. Masalah :            Dalam cerita ini Saul tidak memberitahukan kepada pamannya masalah pengangkatannya sebagai raja.
6. Efek                     Samuel mengangkat Saul menjadi raja  melalui undi di hadapan seluruh bangsa Israel.
v  Adegan XI (1 Sam 10:17-27)
1. Plot :                   Cerita  alur  maju-mundur.
2. Tokoh :                Allah, Samuel suku-suku Israel, orang-orang dursila.
3. Karakter              Samuel digambarkan sebagai seorang yang tegas dan yang setia menyampaikan firman Allah.
4. Setting :               Mizpa, Gibea.
5. Masalah :            Dalam cerita ditunjukkan bahwa pengangkatan Saul menjadi raja mendapat kritikan dan penghinaan melalui perkataan orang-orang dursila yang menggap Saul tidak layak menjadi raja, dan menganggap Saul tidak mampu untuk  memerintah dan menyelamatkan bangsa Israel dari musuh-musuh mereka.
6. Efek                     Setelah Saul diangkat menjadi raja, ada beberapa orang pengawalnya mendampingi dan mengawal dia, sebagai pertanda sebuah kekuasaan.

2. Tafsiran Naratif
Redaktur dalam pengangkatan cerita Israel yang menginginkan seorang raja dalam 1  Samuel 8-10 menggambarkan bagaimana bangsa Israel dengan ketidakpeduliannya terhadap perasaan Samuel sebagai pemimpin yang resmi pada saat itu tidak mereka hiraukan. Bangsa Israel melalui utusannya para tua-tua datang menghadap Samuel untuk meminta seorang pemimpin (raja). Kondisi ini merupakan pelajaran yang sangat berharga tentang pentingnya memiliki seorang pemimpin yang harus takut akan Allah, jadi bukan motivasi yang digerakkan oleh karena mengadopsi tradisi bangsa-bangsa lain di sekitarnya. Namun  pada akhirnya umat Israel menuntut seorang raja merupakan penolakan terhadap keabsolutan Allah sebagai raja atas mereka. Perikop 1 Samul 8-10 menggambarkan perubahan pemerintahan teokrasi ke sistim pemerintahan kerajaan (monarki). Kebutuhan akan seorang pemimpin merupakan tuntutan politis dalam rangka menjawab tantangan pada zamannya, sekaligus mampu untuk memberi jaminan bagi umat Israel dalam kehidupan ekonomi, sosial dan politik. Kehadiran Samuel sebagai seorang hakim yang terakhir bagi bangsa Israel adalah langkah yang dipergunakan oleh tua-tua Israel dalam menuju pemerintahan seorang raja. Alasan menginginkan seorang raja karena Samuel sudah tua dan juga didukung oleh perlakuan anak-anaknya yang tidak memberikan jaminan pada pemerintahan yang baik membuat bangsa itu semakin bersekukuh untuk menerusakn permintaan mereka untuk mendapatkan seorang raja. Oleh sebab itu para tua-tua mengadakan pertemuan di Rama dalam rangka menjawab persoalan bangsa yang saat itu menjadi priorias yang sangat penting bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, sekaligus memberikan jaminan keamanan dari ancaman pihak asing khususnya bangsa Filistin dan Amori.
Dengan demikian  tuntuan untuk meminta  raja dipahami sebagai salah satu cara terbaik untuk memberikan jaminan keamanan bagi umat Israel yang pada waktu itu juga  menghadapai pergolakan politik, ekonomi dan keagamaan. Raja yang diharapkan mampu membawa kehidupan umat Israel ke dalam situasi yang lebih baik. Tuntutan umat untuk meminta raja pada awalnya tidak dapat diteriman oleh Samuel, sebagai bangsa pilihan Allah, sebab raja  Israel adalah Allah sendiri yang memerintah dan menuntun mereka dari perbudakan Mesir. Namun khotbah  yang disampaikan oleh Samuel kepada umat tentang bahaya dari sistim monarki  tidak digubris oleh umat Israel. Oleh sebab itu tuntutan umat akhirnya dijawab oleh Allah melalui petunjuk yang diterima Samuel. Allah dalam penyataanNya  kepada Samuel  mengatakan supaya Samuel mendengarkan apa yang dimintakan oleh umat. Secara teologis permintaan umat tentang raja  merupakan penolakan  umat terhadap Allah sebagai raja dalam dimensi teokrasi.
Redaktor dalam cerita ini merangkai ceritan delam bingaki cerita yang sangat menarik. Cerita yang diawali dari tuntutan, kemudian cerita yang mempertemukan Samuel dengan Saul dengan hilangnya keledai ayah Saul merupakn cerita yang memiliki aakna  simbolis  dalam rangkan mempersiapkan proses pemilihan raja.  Walaupun dalam cerita ini umat yang menuntut raja namun pada akhirnya  pemilihan Saul menjadi raja  mengisyaratkan inisitaif Allah yang memilih  Saul.  Pengurapan Saul oleh Samuel  menunjukkan bahwa  pemilihan saul dalam dimensi politis dirangkai menjadi dimensi yang bersifat religisu. Hal ini berarti pemelihan Saul menjadi raja merupakan perwujudan rencana Allah terhadap umatnya. Peneguhan Saul kemudian dikuatkan melalui pemenuhan Roh Allah yang memperbaharui hidupnya. Pembaharuan oleh Roh Allah dalam cerita ini memiliki makna teologis dala dimensi yang bersifat universal.  Dengan demikian peneguhan melalui Roh Allah sekaligus penguatan Saul untuk melakukat mandat yang diberikan oleh Allah kepada-Nya agara Saul dapat menjadi raja bagi Israel.

3. Skopus:
“Allah adalah pemimpin bagi umat yang mengendalikan sejarah”


4. Refleksi
Cerita  1  Sam 8-10 menggambarkan makna refleksi kuasa politik   dan tujuan teologis. Allah Israel adalah Allah yang menyatakan diri-Nya dalam aspek dan dimensi sejarah perjalanan  umat Israel dari perbudakan dan pembebasan dari Mesir hingga masa hakim-hakim dan raja-raja. Dalam pemilihan  umat Israel, mereka terikat didalam perjanjian Allah. Dalam perjanjian itu  umat Israel dipanggil untuk setia, dan  taat kepada  Allah yang memilihara dan menjadi jaminan masa depan mereka. Namun umat Israel senantiasa  mengingkari dan menolak  penyataan akan kehadiran Allah ditengah-tengah  mereka.
Pemberontakan umat Israel terhadap Allah dengan menuntut raja adalah merupakan gambaran sikap hidup manusia pada saat ini.  Ketaatan kontras dengan pemberontakan. Ketidaktaan manusia akan melahirkan sikap hidup yang egosenstris, dan konsekuensi sikap egosentris akan melahirkan hubungan yang tidak sehat baik secara vertikal dan horizontal dalam hidup manusia.  Oleh sebab itu ketika hubungan manusia dengan Tuhan tidak selaran maka akan melahirkan krisis morala dan iman.   Maka krisis  iman adan moral akan menjadikan manusia cenderung pada sikap mengabaikan kebajikan dan kebenaran.
Kebajikan dan kebenaran adalah tolak ukur dalam membangun hidup yang harmonis dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam cerita ini figur Saul merupakan figur  yang patut untuk ditelaadani sebagai pemimpin. Sikap hidup yang ditunjukkan oleh Samuel merupakan pelajaran yang berharga dalam cerita ini, karena dalam seriap tindakan Samuel, ia selalu  lebih dahulu bergumul dalam doanya untuk mendengarkan apa yang dikatakan Allah kepadanya.Ketaatan adalah merupakan sikap hidup orang yang takut akan Tuhan. Orang yang takut akan Tuhan pasti bertindak dan berpikir dengan benar sesuai dengan kehendak Allah.
Dalam dimensi politik cerita ini dapat menjadi refleksi poilitis.  Sehubungan dalam pesta demokasi yang  akan  berlangsung di negara kita pada bulan juli mendatang, maka siapapun yang terpilih nanti, maka sebagai warga negara yang baik dan orang percaya, pemimpin yang terpilih itu  kita akui sebagai pemimpin yang dipilih oleh Allah. Karena dengan demikian dukungan moral adan spiritual menjadi tanggungjawab seluruh warga negara, karena dalam iman Kristen tidak ada pemimpin yang tidak berasal dari Allah sebagaimana yang disebut oleh Paulus “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah (Rom 13:1). Sehubungan engan itu maka pemiimpin yang berasal dari Allah adalah pemimpin yang melayani untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat (teologi politik).













DAFTAR PUSTAKA

W.S Lasor (dkk), Pengantar Perjanjian Lama I, Jakarata: BPK Gunung Mulia, 1995
Joseph  P .Free, Arkeologi  Dan   Sejarah Alkitab, Malang: Gandum Mas, 1997
A. S. Geden, “Samuel, Books of” Dalam Bibelworks, ISBE Bible Dictionry
W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007
Dennis Green, Pembimbing Kedalam perjanjian lama, malang, gandum Mas, 2004
William Mckane, I & II Samuel, Introduction  anad  Commentary, , SCM Press LTD, Bloommsbury  Street  London, 1963
H. Rothlisberger, Tafsiran  1 Samuel, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1969
John Baright, Histori of Israel, Philadelphia. Published of The Wesminster, 1960
S. Wismoady wahoni, Disini Kutermukan, jakarta, BPK gunung Mulia, 2000
Bonar  Lumbantobing. Materi Kuliah Sejarah Israel, Pematang Siantar, 12  September  2007
Joseph P. Free, Arkeologi dan Sejarah Alkitab, Malang, YP. Gandum Mas, 1997.
Calin Brown, Zondervan, The New Internasional Dictionary Of New Testament Teologi Vol 3 Michigan, 1981
Th.C. Vriezen, Agama Israel Kuno, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000
Dianne  Bergant & Robert  J Karris, Tafsiran Alkitab  Perjanjian Lama,  Yokyakarta: Kanisius, 2002
William  Mckane, I & II Samuel, Intoduction  and  Commetary, SCM Press LTD, 1963
Walter Bueggman, Firt And  Secon Samuel Interpreter, john Kbnoc Press 1990



[1] W.S Lasor (dkk), Pengantar Perjanjian Lama I, Jakarata: BPK Gunung Mulia, 1995, hlm, 325
[2] Joseph  P .Free, Arkeologi  Dan   Sejarah Alkitab, Malang: Gandum Mas, 1997, hlm, 185
[3] A. S. Geden, “Samuel, Books of” Dalam Bibelworks, ISBE Bible Dictionry
[4] Ibid, hlm, 399
[5] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007,  hlm, 399
[6] Dennis Green, Pembimbing Kedalam perjanjian lama, malang, gandum Mas, 2004, hlm, 84
[7] Dianne  Bergant & Robert  J Karris, Tafsiran Alkitab  Perjanjian Lama,  Yokyakarta: Kanisius, 2002, hlm,  276
[8] William Mckane, I & II Samuel, Introduction  anad  Commentary, , SCM Press LTD, Bloommsbury  Street  London, 1963, hlm, 27-28
[9] H. Rothlisberger, Tafsiran  1 Samuel, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1969, 11
[10]H. Rothlisberger Op. Cit,  hlm, 9
[11] John Baright, Histori of Israel, Philadelphia. Published of The Wesminster, 1960, hlm, 183-184
[12] S. Wismoady wahoni, Disini Kutermukan, jakarta, BPK gunung Mulia, 2000, hlm, 129
[13] S. Wismody Wahono. Op. Cit, hlm, 130
[14] Bonar  Lumbantobing. Materi Kuliah Sejarah Israel, Pematang Siantar, 12  September  2007
[15] Robert  B Coote & Mary  Coote, Op. Cit, hlm, 30
[16] Joseph P. Free, Arkeologi dan Sejarah Alkitab, Malang, YP. Gandum Mas, 1997. hlm. 183-184
[17] Calin Brown, Zondervan, The New Internasional Dictionary Of New Testament Teologi Vol 3 Michigan, 1981,  419-420
[18] Th.C. Vriezen, Agama Israel Kuno, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000, hlm,  186
[19]Th.C. Vriezen, Op. Cit , hlm, 189
[20] Dianne  Bergant & Robert  J Karris, Tafsiran Alkitab  Perjanjian Lama,  Yokyakarta: Kanisius, 2002, hlm,  276
[21] S. Wismody Wahono, Op. Cit, hlm, 121
[22] Ibid, hlm,  121
[23] H. Rothlisberger, Op. Cit, 10
[24] Ibid, hlm, 11
[25] Williwm  Mckane, I & II Samuel, Intoduction  and  Commetary, SCM Press LTD, Bloomsbury  Street London, 1963, hlm, 22
[26] Ibid, hlm,  77
[27] Walter Bueggman, Firt And  Secon Samuel Interpreter, john Kbnoc Press 1990, hlm, 61
[28] H. Rothlisberger, Op. Cit, 61
[29] William  Mckane, Op. Cit, hlm,  64
[30] H. Rothlis Berger, Op.Cit, hlm. 69
[31] Ibid, hlm, 62
[32]H. Rothlisberger, Op. Cit, hlm, 62
[33] William  Mckane, Op. Cit, hlm,  65
[34] D.F. Payne, Op. Cit, hlm, 450
[35] H. Rothlisberger, Op. Cit, hlm, 62
[36] William  Mckane, Op. Cit, hlm,  64-65
[37] Dianne  Bergant & Robert  J Karris, Op. Cit, hlm,  284
[38] H. Rothlisberger, Op. Cit, hlm, 62
[39]Ibid, hlm, 62
[40] William  Mckane, Op. Cit, hlm,  64-65
[41] H. Rothlisberger, Op. Cit, hlm, 63
[42] Dianne  Bergant & Robert  J Karris, Op. Cit, hlm,  283
[43] H. Rothlisberger, Op. Cit, hlm, 63
[44] Ibid, hlm, 63-64
[45] H. Rothlisberger, Op. Cit, hlm, 69
[46]Ibid, hlm, 68
[47] Hans  Wilhem Herzberg, Op. Cit, hlm,  81
[48] Ibid, hlm, 70
[49] Hans  Wilhem Hertzberg, Op.Cit, 82
[50] H. Rothlisberger, Op. Cit, hlm, 71
[51] Hans  Wilhem Hertzberg, Op.Cit, 82
[52] Dianne  Bergant & Robert  J Karris, Op. Cit, hlm,  284
[53] H. Rothlisberger, Op. Cit, hlm, 72
[54] Dianne  Bergant & Robert  J Karris, Op. Cit, hlm,  284
[55]  Hans  Wilhem Hertzberg, Op.Cit, 83
[56] H. Rothlis Berger, Op. Cit,  hlm. 72-73).
[57], Ibid, hlm. 72
[58] Ibid, hlm. 73
[59] Ibid, hlm. 73[59]
[60] Hans  Wilhem Hertzberg, Op.Cit, 84
[61]. H. Rothlis Berger, Ibid, hlm. 74)
[62] Hans Wilhem Hertzberg, Op.Cit, hlm. 85
[63] H. Rothlisberger, Op. Cit, hlm, 73
[64] Ibid, hlm, ,  284
[65] Ibid, hlm. 74
[66]Ibid, , hlm, 78
[67] Ibid, hlm, 78

Tidak ada komentar:

Posting Komentar