TAFSIRAN I SAMUEL 8-10
PENDEKATAN SECARA HISTORIS KRITIS DAN NARATIF
1. Pengantar
                Beranekaragam bentuk tafsiran yang berkembang dewasa ini. Bentuk
tafsiran historis kristis dan tafsiran naratif merupakan dua pendekatan
tafsiran yang sangat berkembang yang dipergukana oleh para penafsir. Pendekatan
tafsiran historis kritis merupakan pendekatan yang sangat baik untuk menggali
isi dan makna yang terkandung dalam Alkitab, secara khusus dalam menggali teks
Alkitab PL yang sangat sulit untuk dipahami. Selain itu pendekatan naratif juga
merupakan pendekatan yang lebih sederhana dalam melakukan interpretasi terhadap
isi Alkitab. Sehubungan dengan tugas take home examination yang diberikan oleh
dosen pengampu dalam mata kuliah hermen LP II untuk melakukan tafsiran terhadap
perikop 1 Samuel 8-10, maka  ulasan
tafsiran ini akan digali melalui dua pendekatan tafsiran historis kritis dan
naratif.
2. LATAR BELAKANG KITAB SAMUEL
Kitab  1 dan 2  Samuel   
pada awalnya  merupakan satu
kumpulan  ( bnd 1-2 Raja-raja dan  1-2 
Tawarikh). Dala perkembangan kemudian kitab Samuel dibagi menjadi dua
bagaian yang disebut sebagai kitab kerajaan.[1]
Proses  pembangian kitab Samuel terjadi
ketika terjemahan  Perjanjian Lama dan
bahasa  Yunani  (Septuaginta) Penerjemahan Kitab Samuel    kedalam bahasa   Yunani  
dilakukan pada  abad  ke 2 
atau  ke  3  sM.
Alkitab   bahasa Yunani  dan bahasa 
Latin, kitab-kitab  I dan II  Samuel 
serta  I dan II  Raja, disebut 
I, II, III, dan IV kerajaan.[2]
Dilihat dari  isi dan
karakteristik Kitab Samuel, nampak sebagian memiliki persamaan dengan
Pentateukh, Kitab Yosua, dan Hakim-hakim, dan dalam beberapa peristiwa ada yang
paralel.[3]
Dalam perikop  1 Samuel 8-10
mengindikasikan adanya  dua sumber  yang menceritakan    tentang naiknya   Raja Saul sebagai Raja. Sumber  yang pertama  
adalah pihak yang oposisi yang menampilkan   kontradiksi terhadap pengangkatan Saul
sebagai raja, namun menampilkan figur  
Samuel sebagai  tokoh yang
memiliki peranan penting dan  Allah
menolak peralihan  umat kedalam sistim
kerajaan. Sedangkan  sumber  yang kedua adalah pihak yang pro terhadap
sistim kerajaan yang baru dan   
menampilkan  Saul  sebagai profil yang menarik dalam artian Saul
dianggap sebagai tokoh kharismatis  yang
menjanjikan harapan  dan pahlawan
dalam  peperangan.[4]
3. PENULIS DAN   TAHUN PENULISAN
Ada pendapat yang mengatakan bahwa Kitab Samuel berasal dari Samuel
karena Samuellah yang menjadi figur yang sentral. Penyusunan bahan-bahan kitab
Samuel diambil dari berbagai bahan tradisi lokal yang sudah dikenal
masyarakat  serta tersimpan di berbagai
tempat. Salah satu bahan itu adalah dari kelompok Silo yang isinya tentang
nasib tabut perjanjian adan pemberontakan Absalom. [5]   namun kesimpulan yang mengatakan bahwa
Samuel sebagai penulis, hal ini nampaknya tidak mungkin karena  sebagaian isi kitab samuel berisikan tentang
cerita kematian Samuel yang dicatat dalam 2 
Sam 25:1. hal berarati Samuel bukalah penulis utama kitab Samuel.[6]
Namun para ahli lebih setuju bahwa kitab Samuel merupakan hasil karya
“kaum Deutronomium” yang menyusun Kitab Samuel 
kira-kira  tahun 560 sM.
Kesimpulan ini didasari isi kitab samuel merujuk pada  teologi 
ajaran Kitab Deutronomiun (bnd 
Ulangan).[7]
Para  penyunting Deutronomis  menghasilkan karya yang besar yang
disebut   buku sejarah Deutronomis yang
meliputi  Kitab Ulangan sampai 2 Raja.
Penyusunan Kitab Samuel tersusun dalam proses dan tahapan dalam proses
pengumpulannya. yakni:[8]
1.       
Peran utama kaum Deutronomitis. Kitab Samuel
merupakan hasil karya 
Deutromomistik  adalam artian kelompok  Deutronomistik memberikan kontribusi dalam
penyusunan kitab Samuel. 
2.       
Proses 
pengembangan  kemudian dengan
melakukan   penyisipan bagian-bagian yang puitis dari
latar belakang  kultus   yang asli 
Penulisan  kitab  Samuel  
bukanlah merupakan  laporan
historis yang langsung dilihat oleh penulis , melainkan hasil dari pergumulan
dan penafsiran kembali sejarah perjalanan umat dibawah pemeliharaan Allah [9]
Menurut kesimpulan para ahli penulisan  
Kitab Samuel    berlangsung  pada masa 
pembungan ( sekitar  tahun  550 sM). Proses   penulisan, 
penyususnan   dan penyaduran  Kitab Samuel berlangsung kira-kira    400 tahun.[10]
4. LATAR
BELAKANG HISTORIS SOSIAL, POLITIK, EKONOMI DAN KEAGAMAAN KITAB SAMUEL
                Sejarah Israel tidak dapat
dipisahkan dari keluaran perbudakan Mesir karena dari perbudakan itulah mulai
muncul seorang pemimpin yang pada kenyataannya bukan hasil upaya bangsa Israel
atau keputusan nasional sebagai bangsa namun terlihat Allah sendiri yang
berperan dalam mengangkat dan memilih pemimpin sebagai perpanjangan tangan
Allah. Pembebasan Allah adari
perbuadakan Mesir tidak dapat dipisahkan dari dimensi sosial politik, ekonomi
dan keagamaaan pada waktu itu. Aspek politik, ekonomi dan kebudayaan merupakan
dimensi yang penting untuk diketahui dalam memahami perikop 1  samuel 8-10.
4.1. Sosial Politik
Kehidupan bangsa Israel pada akhir pemerintahah Samuel diwarnai dengan
fenomena krisis politik. Pada waktu itu bangsa Israel mengahapi ancaman agresi
militer dari bangsa Filistin yang berusahan memperluas  daerah kekuasaan. Keadaan itu memungkinkan
bagi bangsa filistin karena mereka sedikit lebih maju dari bangsa Israel.
Falistin yang sudah memiliki pasukan militer dan sudah terorganisasi dengan
baik membuat serangan-serangan mereka benar-benar telah diperhitungkan sesuai
dengan strategi perang pada zamannya sehingga bangsa Israel  banyak yang eksudus dari tempat-tempat
pemukimana mereka di daarha pegunungan.[11]
Dalam menghadapi krisisi politik pada waktu itu, maka muncullah
keinginan umat Israel akan keberadaan seorang raja yang mampu menggorganisie
uamt dalam menghadapi tantangan dari musuh.[12]
Dalam perkembangan selanjutnya 
kepemimpinan  para
Hakim-hakim  berakhir  sebab 
orang Israel   kemudian   menghadapi perlawan   yang sangat berat  dari pihak 
musuh, sehingga mereka 
mengharapkan  seorang
pemimpin  yang mampu berperang dan
mampu  memimpin  masyarakatnya.  Pada akhirnya   Israel  
memilih   seorang raja    yaitu Saul. Dialah raja yang pertama  Israel 
ketika bangsa Israel    beralih
menjadi sisitim kerajaan. Pada masa pemerintahan Saul, bangsa Israel    mengalami pasangsurut, dan  selalu menghadapi   ancaman dari bangsa Filistin. Secara politik  pemerintahan Saul  tidak mampu  
memberikan  jaminan keamanan  bagi bangsa Israel, karena    diseluruh   
wilayah kekuasaanya  selalu  terjadi   
pemberontakan, hal ini  
disebabkan  usaha-usaha    dari 
pihak Filistin  untuk
membebaskan   diri dari penjajahan  bangsa Israel dan pada akhirnya    gerakan  
tersebut  dapat  mengakibatkan   jatuhnya  
Israel  ke tangan orang  Filistin. 
Sejak awal  pemerintahan Saul  bangsa Israel 
senantiasa    diperhadapakan    pada konflik  perang, dampak   ini dapat disimpulkan, bahwa   masa pemerintahan   Saul keadaan Israel   semakin buruk.[13]
4.2. Sosial ekonomi
                Masa  pemerintahan 
Saul diwarnai dengan ketegangan politik akibat perang, yang berdampak
pada krisis  ekonomi, politik,   budaya, moral    yang pada akhirnya     mengakibatkan penderitaan bagi umat Israel
sendiri. Perubahan sistim  kerjaan  di tengah-tengah  bangsa Israel 
pada masa  transisi  zaman Hakim-hakim  ke sistim 
kerajaan berdampak negatif pada perekonomian rakya karena rakya harus
menanggung beban dalam sistim monarki. Masyarakat
yang sangat terbebani adalah masyarakat miskin yang mengandalkan hidunya pada
pertanian.[14]
Dampak negatif politk adalah dalam bidang  
ekonomi rakyat yang mendandalkan  
pertanian dan peternakan yang menjadi mata pencaharian rakyat pada waktu
itu.[15]
4.3. Sosial Keagamaan
Zaman Hakim-hakin telah menunjukkan betapa buruknya kondisi keagamaan di
Israel. Dalam Hak 17 digambarkan betapa para imam-imam murtad, terjadinya
penyembahan berhala, kejahatan seksual, perang saudara dan hampir semua jenis
dosa yang ada merajalela di Israel. Demikian juga buruknya perlakuan buruk
orang Gibea terhadap salah seorang gundik orang Levi. Persoalan ini menjadi
sangat luas ketika suku-suku Israel menyerang orang-orang Gibea yang terletak
di Benyamin dan menghancurkan serta membakar kotanya sampai habis. Fenomena ini
mempengaruhi terhadap seluruh bentuk nasionalisme Israel.[16]
            Pada masa zaman
hakim-hakimdan masa transsi kepemimpinan peran kuil sangat penting. Keberadaan
Kuil dijadikan sebagai pusat   berkumpul
bagi marga-marga, suku-suku  dan keluarga
dari  wilayah  sekitar kuil untuk   merayakan  
ketiga  masa raya   pertanian, dan  menghantar persembahan   buah sulung  
dan persembahan korban seabagai tardisdidi keagamaan Israel pada waktu
itu.[17]
            Kuil menadi tempat
untuk mengadakan perjamuan sakral, berkumpul. Kuil  juga 
menjadi tempat berkumpul  pasukan
tentara     sebelum melakukan perang,
dan  masyarakat  juga berkumpul di kuil untuk melakukan
pemilihan atas raja (1 Sam 11:13).  Dalam
cerita 1 Samuel 8-10, Pemilihan  Saul
menjadi raja menunjukkan   pengaruh kuil
semakin besar.[18]
                Munculnya  kerajaan 
di Israel   pada  masa pemerintahan Saul merupakan  permulaan zaman baru. Masa  pemerintah Saul merupakan awal   pembentukan pola-pola    pemerintahan baru namun hanya sedikit
terasa dampkanya dan belum menghasilkan perubahan-perubahan   besar dalam pola kehidupan masyarakat. Hidup
keagamaan Israel masih berlangsung secara 
lokal, dan belum ada pengaruh internasional, wilayah istana raja tidak
dibangun dalam dasar sosi-religi sebab   
tidak ada  kultus    bait 
kerajaan.[19]
5. PESAN TEOLOGI 
                Tema tentang ketaatan merupakan
tema teologi yang termuat dalam Kitab Samuel. Pemilihan  Allah atas 
umat Israel memiliki konsekuensi, dimana kesetiaan dan ketaatan
menimbulkan damai sejahtera, dan sebaliknya 
pemberontakan  menimbulkan
hukuman. Hukuma itu pada dasarnya bukan merupakan  penyangkalan kasih Allah. Namun hukuman
merupakan sarana Allah untuk membei pelajaran kepada umat untuk memahami kasih
Allah yang sejati[20]
dalam hal inilah Penulis  Deutronomis
menekankan teologi tentang  ketaan Tuhan
sebagai interpretasi dan refleksi umat atas pemiliharaan umat atas Israel.[21]
Ketaatan  pada  perintah Allah merupakan  respon atas 
kebaikan dan rahmat Allah atas umat. Penulis  Deutronomis  
menegaskan bahwa ketidaktaatan 
memiliki korelasi sebab akibat pada  
malapetaka nasional. Hal itu secara 
khusus   nampak dalam Kitab
Hakim-Hakim[22]
                Maksud dan tujuan Kitab Samuel
menunjukkan bahwa  sejarah tidak  berjalan dibawah  kehendak dan kendali dunia,  melainkan 
Allah yang  berperan dalam  sejarah. Dalam  pengertian inilah berkat dan kutuk menjadi
sarana   untuk melaksanakan  rencana-Nya 
dengan umat pilihan, dan juga 
bangsa lain. [23]
Pengangkatan raja  bagi Israel dalam
perikop   1 Sam 8 dan  10:17-27, memberikan kesan yang
pesimistis  tentang pengangkatan raja.
Pengangkatan raja   pertama    melalui pengurapan pada hakekatnya adalah
memiliki tujuan supaya  raja  memerintah 
sesuai dengan kehendak Tuhan dan memberikan keadilan kepada umat[24]
 6.
Tafsiran
a. Pembagian 
ANTI RAJA 
v  Pasal 8: 1-3
v  Pasal 8:4-9               
v  Pasal 8:10-18          
v  Pasal 8:19-20
v  Pasal 8:21-22
PRO RAJA 
v  Pasal 9:1-2
v  Pasal 9:3-6              
v  Pasal 9: 15-27         
v  Pasal 10:1-8            
v  Pasal 10:2-6
v  Pasal 10:7-8
v  Pasal 10:9-13
v  Pasal 10:14-16
ANTI RAJA 
v  Pasal 10:17-19
v  Pasal 10:20-21a
v  Pasal 10: 21b-24 
v  Pasal 10:17-27        
Perikop 1 Sam 8-10 mengisyaratkan ketegangan dua teori sumber.
Secara  khusus 1 Sam 1 Sam 8-12
menceritakan pandangan yang berbeda tentang pendirian kerajaan. Pandangan yang
pertama mendukung sitim kerajaan yang 
tertulis dalam 1 Sam 9:1-10, 16-27b; 11:1-15 dan yang kedua kelompok
yang  menolak sitim kerajaan yang
terdapat pada 1 Sam 8:10, 17-27a; 12. Dua 
pandangan tersebut tidak hanya sedikit menyebabkan penyimpangan,
tetapi   menimbulkan masalah teologi satu
dengan yang lain. Pandangan yang satu  
mengganggap bahwa sitim kerajaan sebagai ordinasi dari Allah untuk   memelihara dan menggembalakan umat dari  ancaman musuh.[25]
1 Sam 10:1-16 adalah merupakan satu kesatuan, sedangkan 1 Sam 8
merupakan suatu sisipan yang dilakukan oleh redaktor, untuk mempersiapkan
cerita pada 1 Sam 13:7b-15a, dan akan menyenangkan untuk menghubungkan hal ini
dengan 1 Sam  13:1-16 untuk melanjutkan
cerita pada 1 Sam 9.[26]
b. Tarsiran
1 Sam 8:1-5
Ayat 1:1-3: Dalam ayat ini disebut Samuel sudah tua. Pasal ini merupaan
lanjutan cerita  pasal 7 yang
waktunya  mempunyaia jarang yang jauh
dengn pasal 8. [27]
Ketika Samuel sudah tua, ia  ingin
mewariskan jabatan hakimnya kepada 
anaknya, yang pada waktu itu mereka bertugas di Berseba yakni tempat
kebaktian    diujung selatan Israel.
Namun sikap hidup anak Samuel identik dengan anak-anak Eli yang dulu di Silo.
Kesalahan  anak-anak Samuel adalah mereka
tidak mampu menegakkan hukum dan mengejar laba[28]
Sikap anak-anak Samuel indetik dengan anak-anak imam Eli (Hopni dan pinehas)
yang melakukan tindakan sesuai dengan kehendak nafsunaya sendirinya[29]
Saul berasal dari keluarga berada dari suku
Benjamin. Saul juga disebut sebagai seorang yang berpenampilan menarik dan
memiliki keistimewaan dalam fisik melebihi orang-orang sebangsanya.[30]
Ayat 4-5: Dalam ayat ini diceritakan bawah para tua-tua mendatangi Samuel dan
berkumpul di Rama, dan meminta kepada Samuel untuk mengangkat bagi mereka  seorang raja untuk menghakimi bangsa Israel.
Hal yang menarik adalah mereka  tidak
meminta “hakim namun seorang raja”. Tuntutan meminta raja adalah merupakan
kebutuhan yang mendesak bagi umat agar mereka dipimpin seorang raja yang mampu
berperang melawan musuh mereka[31]
Permintaan Israel tentang seorang raja menunjukkan
bahwa mereka tidak sadar bahwa mereka adalah umat pilihan Allah yang dikepalai
oleh ALLAH  sendiri yang memerintah
melalui imam, nabi dan hakim-hakim.[32]  Permintaan para tua-tua nampaknya kurang
tepat dalam konsep teokrasi karena latar belakang mereka ingin seperti bangsa
lain yang memiliki seorang raja[33]
walaupun  dari sudut politik permintaan para tua-tua Israel dapat dimengerti[34]
1 Sam  8:6-9 
Kedatangan para ua-tua Israel kepada samuel dalam misi meminta seorang
raja adalah suatu penghianatan kepada Samuel seabagai pemimpin yang resmi pada
waktu itu. Namun terlebih pada Allah seabagai sumber yang mengendalikan sejarah
yang telah memberikan kepercayaan kepada Samuel sebagai hakim di tengah-tengah
umat-Nya. Permintaan itulah yang membuat Smuel sangat kesal, namun sebagai
seorang pemimpin yang diurapi oleh Tuhan, dia tidak menunjukkan kekesalahnya
kepada umat Israel. Sebaliknya Samuel mengutarakan isi hatinya dan pergumulanya
sekaligus pendurhakan bangsa itu kepada Allah karena dia tahu Allah akan
memberikan solusi yang terbaik dalam setiap pergumulan  yang dia hadpai sebagai pemimpin dan yang
dihadapai oleh bangsa bangsa Israel.[35]oleh
umat membuat hati Samuel terpukul, namun melalui pergumulan doanya Samuel
menemukan jawaban dari Allah, bahwa penolakan  
umat atas kepemimpinannya adalah penolakan terhadap Allah sendiri.
Dengan demikian pertentangan yang terjadi bukanlah antara Samuel dengan Israel
tapi antara Tuhan dengan Israel. Respon allah untuk menjawab pergumulan Samuel
dikatakan dengan “dengarkanlah perkataan mereka” tetapi kamu harus menjelaskan
bahwa ada hak raja yang harus mereka penuhi bila keinginan mereka telah bulat[36]
Sebab permintaan Israel tersebut menunjukkan 
ketidaksetiaan Israel kepada Allah walaupun sebenarnya mereka
senantiasa  dipelihara Allah.[37]
Meskipun dalam perjalanan sejarahnya Israel selalu memberontak kepada Allah.
Namun Allah tidak melarang Samuel untuk mengangkat raja sesuai dengan keinginan
mereka.[38]
1 Sam  8:10-18:  
Penguarain secar panjang lebar akan konsekuensi sistim monarki yang
harus ditanggung oleh bangsa Israel tidak emmbuat mereka mengundurkan niatnya,
mereka seakan-akan tuli atas apa yang disampaikan oleh Samuel (ayat 11-18).[39]Samuel
menyatakan akibat dari sistim kerajaan: anak-anak muda Israel akan dijadikan
menjadi para pekerja dalam mengolah bidang pertanian, para  pelayan untuk urusan domestik, dan raja akan
mengambil alih hasil dari pertanian, ladang terbaik yang di olah rakyat untuk
keperluan dan  kebutuhan para
pegawai-pegawai raja yang bertugas.[40]
Hasil tanah menjadi wajib diberikan kepada raja untuk kebutuhan istana.
Termasuk budak-budak, dan hewan akan diambil untuk kepentingan raja.[41]
1 Sam  8:19-22
Samul melihat konsekuensi sistim monarki yang disamapaiakn kepada umat
tidak dmembuat israel mengurungkat niatnya untuk mengingkan seorang raja, sebab
hati mereka telah bulat: ingin sama dengan bangsa-bangsa lain. Dengan perdebatan
yang panjang akhirnya Tuhan mengabulkan permintaan bangsa Israel yang
disampakan oleh Samuel.[42]
Pengangkatan  raja yang disebutkan  pada 
bagian akhir  ayat ini agak  lunak untuk menghubungkan  cerita pada 1 Sam 9.[43]  waluapuan pada dasarnya raja  sebagai tuan 
yang diktator  yang menimbulkan
derita bagi umat sendiri.[44]
1 Sam 9:1-2
Melihat cerita dalam bagian ini penulis melakukan pencitraan terhadap
keluarga Kish adai suku Benjamin. Saul berasal dari keluarga yang kaya dan
terpandang dari suku Benjamin, ia anak dari Kish. Ayahnya adalah seseorang
terkemuka dan bangsawan.[45]
Pencitraan terhadap Sauld alam Ayat ini adalah Saul  disebut-sebut 
memiliki penampilan menarik, tanpa dan tinggi, penampilannya sangat
berbeda dengan pemuda-pemuda sezamanya[46]
1 Sam  9:3-8
Saul menyuruh anaknya dan pelayannya untuk mencari keledai betina yang
hilang. Bagi pemelihara keledai betina kehilangan keledai betina dianggap rugi
besar. Saul dan pelayannya pergi ke pegunungan Efraim dan akhirnya tiba diaerah
Zuf, yakni kampung halaman  Samuel.  Dalam pencarian itu Saul sudah putus asa
karena tidak menemukan keledai yang dicarinya. Kemudian Saul menyuruh
pelayannya untuk pulang terlebih dahulu. Namun pelayannya mengusulkan ada
seorang yang abdi Allah yang dapat memberitahukan hal-hal yang tersembunyi
kareana Samuel adalah abdi Allah, ia adalah nabi yang benar (Ul 21-22)[47]
1 Sam  9: 9-14
Ayat  ini merupakan tambahan
dikemudian hari tentang  “pelihat” yang
sebenarnya baru muncul dalam ayat berikut. Pada zaman dahulu ada dua macam  orang yang mempunyai hubungan khusus dengan
Allah, yakni: Pertama, “pelihat”
yakni orang yang diberi kesanggupan oleh ALLAH  
untuk melihat dan mengetahui hal yang tersembunyi. Kedua, terdapat para nabi yang hidup dalam rombongan berrsifat  ekstati (dikuasai oleh Roh ALLAH, seperti
cerita dalam 1 Sam 10:5-6, 10-12). “Pelihat”, para nabi diberi kemampuan oleh
Allah untuk menyatakan hal-hal yang tersembunyi, yang berhubungan dengan Allah
dan umat-Nya.[48]  
Saul dan bujangnya mencoba untuk pergi menjumpai Samuel ke kota, Letak
kota itu biasanya berada di atas bukit yang. dikelilingi tembok-tembok.[49]
Dalam perjalanan menuju kota itu Saul dan bujangnya bertemu dengan para gadis
dan menanyakan keberadaan “pelihat’ itu. Dan para gadis memebrikan informasi
kepada Saul sehingga itu  meyakinkan
mereka untuk meneruskan perjalanan menemui Samuel. Sambil menurut nasihat  gadis, mereka bertemu dengan Samuel yang
justru pada waktu itu keluar dari kota.[50]
1 Sam  9: 15-16
Allah telah memberikan suatu 
penyingkapan Sebelum perjumpaan Samuel dengan Saul, seorang dari
keturunan Benjamin akan datang  menemui
Samuel, dimana Saul akan menjadi raja. Oleh sebab itu pemilihan raja merupakan
kepemilikan dan pemanggilan dari Allah. Samuel  
mengurapi  Saul menjadi raja
karena ia adalah yang dipilih oleh Allah.[51]
1 Sam  9:17-21
Nampaknya redaktor menceritakan bahwa Samuel dan Saul belum saling
mengenal itu dapat diterima  karena pada
waktu itu Saul masih muda dan tinggal di daerah Benjamin sementara Samuel
tinggal di rama ataukeungkinan lain bahwa Samuel belum dikenl oleh seluruh suku
sehingga saul tidak mengenalnya.[52]
Perjumpaan Samuel dengan Saul sudah diketahui oleh Samuel terlebih dahulu, dan
dalam pertemuan itu Samuel tidak hanya mengatakan tentang keledai yang sudah
ditermukan, namun Samuel mengatakan rencana yang lebih penting terhadap Saul.[53]
Dalam perwahyuan dimana Allah menyiapkan Samuel untuk menyambut    kedatangan Saul. Pengurapan sangat istimewa
yang diberikan kepada Saul merupakan petunjuk bahwa kerajaan yang baru adalah
kerajaan bersifat keagamaan.[54]
Saul menolak pujian Samuel dia, mengatakan bahwa  seperti halnya Gideon dulu, keluarganya
adalah yang terkecil  di antara sukunya.[55]
1 Sam 
9:22-27
Ayat 22-24, Setelah percakapan antara Samuel dan Saul, mereka memasuki
pendopo tempat diadakannya perjamuan. Semua undangan telah menunggu kedatangan
Samuel, dan ketika itulah Samuel memberikan penghormatan khusus kepada Saul,
sebab para pelayan telah menyiapkan makanan yang paling enak[56]
bagi mereka. Kondisi ini tentu mengherankan bagi seluruh undangan yang ikut
dalam perjamuan tersebut, namun redaktur tidak memberikan penjelasan apa-apa
tentang mereka. Mungkin tujuan dari sipencerita adalah makna teologis dari
perjamuan itu.[57]
Ayat: 25-27, Setelah turun ke kota, orang-orang
menyediakan tempat tidur untuk Saul di atas Sotoh, di sanalah dia beristirahat
menunggu pagi. Sotoh merupakan tempat yang dianggap paling enak
beristirahat/tidur di waktu musim panas. Pada keesokan harinya ketika fajar
menyingsing, Saul akan pulang ke kampungnya, dan Samuel mengantarkannya sampai
ke batas kota. Karena masih pagi, suasana masih sunyi dan kesempatan itu
digunakan Samuel untuk memberitahukan rencana Tuhan atas dirinya. Samuel juga
tidak membenarkan pembantu Saul mengetahui apa yang akan dilakukannya kepada
Saul, sehingga ia menyuruh Saul agar mengatakan kepada pembantunya berjalan
mendahului mereka.[58]
1 Sam  10:1-4
Penguarapan saul menjadi raja dilakukan secara rahasia sesuai dengan
perintah Tuhan kepada Samuel, walaupun dia ditelorkan oleh keinginan n para
tua-tua Israel namu  pada prinsipya Allah
lah yang berinisitaif memlih Saul 
menjadi raja.[59]Dalam
Perjanjian Lama Saul disebut sebagai orang yang memiliki  karakter yang spesial. Sifat istimewa
bukanlah ditentukan oleh unsur dari 
minyak yang dipakai dalam pengurapan, namun ALLAH sendirilah yang  memperlengkapi seseorang dengan kuasa dan
kewibawaan yang luar biasa. Tindakan Samuel merupakan bukti dari tindakan
ALLAH. Pada pengurapan Saul,  Samuel
mencium Saul, ini merupakan bukti dari kasih sayangnya, sebab dalam PL, ciuman
itu adalah tanda penghormatan dan cinta kepada manusia.[60]
1 sam 10:2-8
Samuel mengatakan kepada Saul tanda-tanda yang akan
saul lihat. Ada  3 tanda mujizat dalam
perjalanannya pulang ke rumahnya. Pertama,
ia akan bertemu dengan dua orang laki-laki yang akan memberitahukan kepadanya
bahwa keledai-keledai yang dicarinya itu telah ditemukan, justru sekarang Saul
yang dicemaskan ayahnya, bukan lagi keledainya. Pertemuan itu terjadi di dekat
kubur Rahel,[61]
di perbatasan Efraim dengan Benjamin. Kedua,
Tidak jauh dari tempat itu, Saul akan bertemu dengan tiga orang laki-laki yang
naik ke tempat suci di Betel untuk mempersembahkan korban kepada Tuhan. Mereka
membawa tiga roti sebagai persembahan, dan dua dari roti itu akan diberikan
kepada Saul. Hati mereka digerakkan oleh Tuhan untuk memberi makanan kepada
Saul dan pemberian itu dipandang sebagai tanda penghormatan kepada raja,
walaupun ketiga orang laki-laki itu belum mengetahui siapa sebenarnya Saul. Ketiga, Mujizat yang terjadi di Gibea,
yaitu sebuah bukit dengan tempat tempat suci di atasnya. Saul akan bertemu
dengan serombongan nabi yang memakai bermacam-macam alat musik yang menimbulkan
ekstase, mereka bernubuat sambil menari-nari sehingga orang-orang menyebut
mereka gila (bnd. 2 Raja 9:11; Yer 29:26). Mereka digerakkan oleh Tuhan untuk
melawan pengaruh agama kafir, dan saat itu Saul pun ikut bernubuat dengan
mereka, di sanalah Saul disebut sebagai nabi.[62]
1 Sam  10:7-16
 Dalam cerita ini peneguhan Saul
diteguhkan melalu pemenuhan Roh Allah atas Saul. Roh Allah berkuasa atas Saul
dan menjadi tanda Allah menyertai dia    
dan memimpin dia. Ayat 8 sebenarnya kontras dengan ayat 7, sebab atas
perintah  Samuel, Saul tidak boleh berbuat
apa-apa atas inisiatifnya sendiri, melainkan harus menunggu perintah dari
Samuel. Ayat 8 ini dapat dipahami sebagai 
tambahan dari redaktor untuk mempersiapkan tempat dari sumber lain yang
terdapat  dalam 1 Sam 13:7dst.
Pengangkatan Saul  mengingatkan pada
posisinya  seperti para hakim Barak,
Gideon, Yepta  dan Simson.[63]
Pada waktu itu kenabian lebih umum daripada di masa-masa sesudahnya. Para nabi
melakukan tugasnya dengan berkeliling secara berkelompok yang dipimpin oleh
seorang “bapa” mereka (ay 12), dan mengalami keadaan ekstase,  atas bantuan musik, Elia dan Elisa termasuk dalam
kelompok ini (1 Raj  17-221; 1 Raj 1-9).
Pengalaman Saul menandaskan kejadian yang serupa dalam 1 Sam  19:22dst. Setelah selesai kepenuhan,
pulanglah ia. Saul tidak menceritakan pengurapannya pada pamanya, hal ini
kurang  jelas diketahui apa alasan mengapa
Saul tidak menceritakan. Walapun demikian  
pengakuan itu akhirnya terjadi di Mizpa (20-24). Saul sebenarnya belum
menjadi raja sampai ia membuktikan diri mampu mengalahkan orang Filistin.[64]
1 Sam  10:17-27
Dalam rangka memenuhi keinginan bangsa Israel sesuai dengan petunjuk
tuhan amuel mengumpulkan bangsa Israel di Mizpa. Tempat ini dihunjuk sebagai
tempat pemilihan Saul sebagai raja karena Mizpa sudah merupakn tempat
perkumpulan sejak zaman dahulu.[65]
Biarpun pemilihan raja itu atas    dasar
kehendak Israel, namun pemilihan itu adalah merupakan pilihan ALLAH karena
pemilihan dengan cara  undi..[66]
Pemilihan Saul dinyatakan menjadi raja, Saul adalah orang yang ditentukan oleh
ALLAH, untuk tugas untuk memimpin bangsa Israel walaupun dalam
pemilihannya  ada orang-orang durssila
yang mengejeknya[67]
TAFSIRAN  1 
SAMUEL 8-10
SECARA NARATIF
1. Pembagian Adegan
v  Adegan  I (1 Sam 
8:1-3). 
1. Plot :                   Cerita
menunjukkan alur maju
2. Tokoh :                Samuel,
Yoel, Abia. 
3. Karakter              Samuel
memikirkan kepemipinan di Israel. Yoel dan Abia, tidak menuruti sikap ayahnya
yang telah mengangkat mereka  menjadi
hakim, mereka menyalahgunakan tugas dan tanggungjawab mereka.
4. Setting :               Bersyeba.
5. Masalah 
:           Yoel, Abia melakukan yang tidak benar dihadapan Tuhan.  Mereka mengejar laba, menerima suap, dan
membelokkan keadilan dan hukum. 
6. eEfek                   
Merebaknya ketidakadilan karena lemahnya supremasi hukum tidak ditegakkan.
v   Adegan II 
(1 Sam 8:4-9)
1. Plot :                   Cerita
adalah alur  maju
2. Tokoh :                Allah,
Tua-tua Israel, Samuel, anak-anak Samuel, Umat Israel
3. Setting:                Rama
, Mesir.
4. Masalah :            Tua-tua
berkumpul dan meminta kepada Samuel untuk mengangkat seorang raja bangsa
Israel.Tua-tua Israel menuntut Samuel untuk mengangkat seorang raja atas bangsa
Israel, karena Samuel sudah tua. Yoel dan Abia tidak mampu melaksanakan
fungsinya sebagai hakim. 
v   Adegan III (1 Sam 8:10-18:)
1. Plot :                   Cerita
alur maju 
2. Tokoh :                Allah,  Samuel, 
Umat Israel.
3. Karakter              Samuel
seorang yang taat pada firman Allah, dan umat Israel sebagai umat yang suka memberontak.
4. Setting :               Istana  raja, di kota, desa, diladang, diseluruh
wilayah umat Israel.
5. Masalah :            Tuntutan
kerajaan, 
v   Adegan IV (1 Sam 8:19-22:)
1. Plot :                   Cerita
ini alur maju.
2. Tokoh :                ALLAH,  Samuel, Umat Israel, bangsa-bangsa lain, 
3. Karakter              Samuel
seorang hakim yang taat kepada ALLAH.
4. Setting :               Di
Kota.
4. Masalah :  
Bangsa Israel menolak perkataan Samuel, dan menuntut harus ada  raja. Oleh tuntutan umat, maka Samuel
mengurapi Saul sebagai raja yang pertama bagi umat Israel.
v  Adegan V (1 Sam 9:1-2:)
1. Plot :                   Cerita  alur maju
2. Tokoh :                Kish
bin Abiel, Saul. 
3. Karakter              Dalam
cerita ini disebut Kish adalah merupakan keturunan  Benjamin yang kaya dan terpandang, atau dari
kalangan sukunya. Saul sebagai anak yang hormat dan patuh pada perintah
orangtuanya.
3. Setting  :              Di rumah, tempat tinggal, di
sebelah Utara Israel.   
v   Adegan VI (1 Sam 9:3-14:)
1. Plot :                   Cerita
alur  maju.
2. Tokoh :                Allah,  Kish, Saul, pelayannya gadis-gadis, Samuel,
orang banyak. 
3. Karakter              Saul
menunjukkan sikap sebagai  seorang anak
yang taat. 
4. Setting :               Pegunungan
Efraim, Tanah Salisa, tanah Sahalim, tanah Benjamin, tanah Zuf. Sebuah Kota:
kuil mempersembahkan kurban. 
5. Masalah :  
Pencarian keledai yang hilang.
6. Narator :             Narator
dalam cerita menampilkan sebuah sarana dengan maksud dan tujuan yang bersifat
simbolis dan teologis. Pencarian keledai yang tidak berhasil memiliki makna
tersendiri dalam cerita ini karena pada akhirnya narator menjadikan
ketidakberhasilan untuk menemukan keledai.
v   Adegan VII (1 
Sam 9: 15-21:)
1. Plot :                   Alur
cerita maju.
2. Tokoh :                Allah
Samuel, Saul, Orang Filistin. 
3. Karakter              Saul
menunjukkan sikap orang yang rendah hati 
4. Setting :               Pintu
gerbang, sebuah bukit penyembahan.
5. Masalah :            Saul
mengelak diangkat menjadi raja, ia merasa 
dirinya belum layak. Samuel memberitahukan Saul tentang panggilannya
sebagai raja, dan merupakan pilihan Allah.
v   Adegan VIII (1 Sam 9: 22-27)
1. Plot :                   Cerita
bersifat alur maju.
2. Tokoh :                Samuel,
Saul, pelayannya, para  undangan, juru
masak. 
3. Karakter              Saul
memperlihatkan sikap ketaatan kepada perintah Samuel.
4. Setting :               Di
atas sotoh, tempat perjamuan di bukit penyembahan, dalam suasana  keramaian, kota.
5. Masalah :            Cerita
menunjukkan keraguan Saul atas panggilan Allah untuk menjadi raja, kemudian
Samuel menyuruh Saul agar pergi lebih dahulu sebab Samuel akan
menyampaikan  firman Allah kepadanya.
6. Efek                     Saul
menerima firman Allah melalui Samuel.
v  Adegan IX (1 Sam 10: 1-8)
1. Plot :                   Cerita
alur maju.
2. Tokoh :                Samuel,
Saul, para nabi, orang Filistin. 
3. Karakter              Saul
bersedia diurapi oleh Samuel.
4. Setting :               Zelzah,
Gibea Allah, Gilga.
5. Masalah :            Saul
harus sabar menunggu perintah Samuel, ketika Samuel akan menyampaikan firman
Allah terhadap dirinya.
6.Efeknya                Cerita
ini menunjukkan Saul diurapi dengan minyak dari buli-buli dan Samuel menciumnya
sebagai tanda penghormatan kepada Saul.
v  Adegan X (1 Sam 10:9-16)
1. Plot :                   Cerita  Alur maju.
2. Tokoh :                Allah,
Samuel, paman Saul, serombongan nabi, orang banyak.
3. Karakter              Paman
Saul sebagai seorang yang perduli terhadap keberadaan Saul.
4. Setting :               Gibea.
5. Masalah :            Dalam
cerita ini Saul tidak memberitahukan kepada pamannya masalah pengangkatannya
sebagai raja. 
6. Efek                     Samuel
mengangkat Saul menjadi raja  melalui
undi di hadapan seluruh bangsa Israel.
v  Adegan XI (1 Sam 10:17-27)
1. Plot :                   Cerita  alur 
maju-mundur. 
2. Tokoh :                Allah,
Samuel suku-suku Israel, orang-orang dursila.
3. Karakter              Samuel digambarkan sebagai seorang
yang tegas dan yang setia menyampaikan firman Allah.
4. Setting :               Mizpa,
Gibea.
5. Masalah :            Dalam
cerita ditunjukkan bahwa pengangkatan Saul menjadi raja mendapat kritikan dan
penghinaan melalui perkataan orang-orang dursila yang menggap Saul tidak layak
menjadi raja, dan menganggap Saul tidak mampu untuk  memerintah dan menyelamatkan bangsa Israel
dari musuh-musuh mereka. 
6. Efek                     Setelah
Saul diangkat menjadi raja, ada beberapa orang pengawalnya mendampingi dan
mengawal dia, sebagai pertanda sebuah kekuasaan.
2. Tafsiran Naratif
Redaktur dalam pengangkatan cerita Israel yang menginginkan seorang raja
dalam 1  Samuel 8-10 menggambarkan
bagaimana bangsa Israel dengan ketidakpeduliannya terhadap perasaan Samuel
sebagai pemimpin yang resmi pada saat itu tidak mereka hiraukan. Bangsa Israel
melalui utusannya para tua-tua datang menghadap Samuel untuk meminta seorang
pemimpin (raja). Kondisi ini merupakan pelajaran yang sangat berharga tentang
pentingnya memiliki seorang pemimpin yang harus takut akan Allah, jadi bukan
motivasi yang digerakkan oleh karena mengadopsi tradisi bangsa-bangsa lain di
sekitarnya. Namun  pada akhirnya umat
Israel menuntut seorang raja merupakan penolakan terhadap keabsolutan Allah
sebagai raja atas mereka. Perikop 1 Samul 8-10 menggambarkan perubahan pemerintahan
teokrasi ke sistim pemerintahan kerajaan (monarki). Kebutuhan akan seorang
pemimpin merupakan tuntutan politis dalam rangka menjawab tantangan pada
zamannya, sekaligus mampu untuk memberi jaminan bagi umat Israel dalam
kehidupan ekonomi, sosial dan politik. Kehadiran Samuel sebagai seorang hakim
yang terakhir bagi bangsa Israel adalah langkah yang dipergunakan oleh tua-tua
Israel dalam menuju pemerintahan seorang raja. Alasan menginginkan seorang raja
karena Samuel sudah tua dan juga didukung oleh perlakuan anak-anaknya yang
tidak memberikan jaminan pada pemerintahan yang baik membuat bangsa itu semakin
bersekukuh untuk menerusakn permintaan mereka untuk mendapatkan seorang raja.
Oleh sebab itu para tua-tua mengadakan pertemuan di Rama dalam rangka menjawab
persoalan bangsa yang saat itu menjadi priorias yang sangat penting bagi
kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, sekaligus memberikan jaminan
keamanan dari ancaman pihak asing khususnya bangsa Filistin dan Amori.
Dengan demikian  tuntuan untuk
meminta  raja dipahami sebagai salah satu
cara terbaik untuk memberikan jaminan keamanan bagi umat Israel yang pada waktu
itu juga  menghadapai pergolakan politik,
ekonomi dan keagamaan. Raja yang diharapkan mampu membawa kehidupan umat Israel
ke dalam situasi yang lebih baik. Tuntutan umat untuk meminta raja pada awalnya
tidak dapat diteriman oleh Samuel, sebagai bangsa pilihan Allah, sebab
raja  Israel adalah Allah sendiri yang
memerintah dan menuntun mereka dari perbudakan Mesir. Namun khotbah  yang disampaikan oleh Samuel kepada umat
tentang bahaya dari sistim monarki  tidak
digubris oleh umat Israel. Oleh sebab itu tuntutan umat akhirnya dijawab oleh
Allah melalui petunjuk yang diterima Samuel. Allah dalam penyataanNya  kepada Samuel 
mengatakan supaya Samuel mendengarkan apa yang dimintakan oleh umat.
Secara teologis permintaan umat tentang raja 
merupakan penolakan  umat terhadap
Allah sebagai raja dalam dimensi teokrasi. 
Redaktor dalam cerita ini merangkai ceritan delam bingaki cerita yang
sangat menarik. Cerita yang diawali dari tuntutan, kemudian cerita yang
mempertemukan Samuel dengan Saul dengan hilangnya keledai ayah Saul merupakn
cerita yang memiliki aakna  simbolis  dalam rangkan mempersiapkan proses pemilihan
raja.  Walaupun dalam cerita ini umat
yang menuntut raja namun pada akhirnya 
pemilihan Saul menjadi raja 
mengisyaratkan inisitaif Allah yang memilih  Saul. 
Pengurapan Saul oleh Samuel 
menunjukkan bahwa  pemilihan saul
dalam dimensi politis dirangkai menjadi dimensi yang bersifat religisu. Hal ini
berarti pemelihan Saul menjadi raja merupakan perwujudan rencana Allah terhadap
umatnya. Peneguhan Saul kemudian dikuatkan melalui pemenuhan Roh Allah yang
memperbaharui hidupnya. Pembaharuan oleh Roh Allah dalam cerita ini memiliki
makna teologis dala dimensi yang bersifat universal.  Dengan demikian peneguhan melalui Roh Allah
sekaligus penguatan Saul untuk melakukat mandat yang diberikan oleh Allah
kepada-Nya agara Saul dapat menjadi raja bagi Israel.
3. Skopus: 
“Allah adalah pemimpin bagi umat yang mengendalikan
sejarah”
4. Refleksi 
Cerita  1  Sam 8-10 menggambarkan makna refleksi kuasa
politik   dan tujuan teologis. Allah
Israel adalah Allah yang menyatakan diri-Nya dalam aspek dan dimensi sejarah
perjalanan  umat Israel dari perbudakan
dan pembebasan dari Mesir hingga masa hakim-hakim dan raja-raja. Dalam
pemilihan  umat Israel, mereka terikat
didalam perjanjian Allah. Dalam perjanjian itu 
umat Israel dipanggil untuk setia, dan 
taat kepada  Allah yang memilihara
dan menjadi jaminan masa depan mereka. Namun umat Israel senantiasa  mengingkari dan menolak  penyataan akan kehadiran Allah
ditengah-tengah  mereka. 
Pemberontakan umat Israel terhadap Allah dengan menuntut raja adalah
merupakan gambaran sikap hidup manusia pada saat ini.  Ketaatan kontras dengan pemberontakan. Ketidaktaan
manusia akan melahirkan sikap hidup yang egosenstris, dan konsekuensi sikap
egosentris akan melahirkan hubungan yang tidak sehat baik secara vertikal dan
horizontal dalam hidup manusia.  Oleh
sebab itu ketika hubungan manusia dengan Tuhan tidak selaran maka akan
melahirkan krisis morala dan iman.   Maka
krisis  iman adan moral akan menjadikan
manusia cenderung pada sikap mengabaikan kebajikan dan kebenaran.
Kebajikan dan kebenaran adalah tolak ukur dalam membangun hidup yang
harmonis dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam cerita ini figur Saul
merupakan figur  yang patut untuk
ditelaadani sebagai pemimpin. Sikap hidup yang ditunjukkan oleh Samuel
merupakan pelajaran yang berharga dalam cerita ini, karena dalam seriap
tindakan Samuel, ia selalu  lebih dahulu
bergumul dalam doanya untuk mendengarkan apa yang dikatakan Allah
kepadanya.Ketaatan adalah merupakan sikap hidup orang yang takut akan Tuhan.
Orang yang takut akan Tuhan pasti bertindak dan berpikir dengan benar sesuai
dengan kehendak Allah. 
Dalam dimensi politik cerita ini dapat menjadi refleksi poilitis.  Sehubungan dalam pesta demokasi yang  akan 
berlangsung di negara kita pada bulan juli mendatang, maka siapapun yang
terpilih nanti, maka sebagai warga negara yang baik dan orang percaya, pemimpin
yang terpilih itu  kita akui sebagai
pemimpin yang dipilih oleh Allah. Karena dengan demikian dukungan moral adan
spiritual menjadi tanggungjawab seluruh warga negara, karena dalam iman Kristen
tidak ada pemimpin yang tidak berasal dari Allah sebagaimana yang disebut oleh
Paulus “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab
tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah
yang ada, ditetapkan oleh Allah (Rom 13:1). Sehubungan engan itu maka pemiimpin
yang berasal dari Allah adalah pemimpin yang melayani untuk kepentingan dan
kesejahteraan rakyat (teologi politik).
DAFTAR PUSTAKA
W.S Lasor (dkk), Pengantar
Perjanjian Lama I, Jakarata: BPK
Gunung Mulia, 1995
Joseph  P .Free, Arkeologi  Dan  
Sejarah Alkitab, Malang: Gandum Mas, 1997
A. S. Geden, “Samuel, Books of” Dalam Bibelworks, ISBE
Bible Dictionry
W.R.F.
Browning, Kamus Alkitab, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2007
Dennis
Green, Pembimbing Kedalam perjanjian lama, malang, gandum Mas, 2004
William
Mckane, I & II Samuel,
Introduction  anad  Commentary, , SCM Press LTD,
Bloommsbury  Street  London, 1963
H.
Rothlisberger, Tafsiran  1 Samuel, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1969
John
Baright, Histori of Israel, Philadelphia. Published of The Wesminster, 1960
S.
Wismoady wahoni, Disini Kutermukan, jakarta, BPK gunung Mulia, 2000
Bonar  Lumbantobing. Materi Kuliah Sejarah Israel, Pematang Siantar, 12  September 
2007
Joseph
P. Free, Arkeologi dan Sejarah Alkitab,
Malang, YP. Gandum Mas, 1997.
Calin
Brown, Zondervan, The New Internasional
Dictionary Of New Testament Teologi Vol 3 Michigan, 1981
Th.C.
Vriezen, Agama Israel Kuno, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2000
Dianne  Bergant & Robert  J Karris, Tafsiran Alkitab  Perjanjian Lama,  Yokyakarta: Kanisius, 2002
William  Mckane, I & II Samuel, Intoduction  and 
Commetary, SCM Press LTD, 1963
Walter
Bueggman, Firt And  Secon Samuel
Interpreter, john Kbnoc Press 1990
[1] W.S Lasor (dkk), Pengantar Perjanjian Lama I, Jakarata: BPK Gunung Mulia, 1995,
hlm, 325
[2] Joseph  P .Free, Arkeologi  Dan  
Sejarah Alkitab, Malang: Gandum Mas, 1997, hlm, 185
[4] Ibid, hlm, 399
[5] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2007,  hlm, 399
[6] Dennis Green,
Pembimbing Kedalam perjanjian lama, malang, gandum Mas, 2004, hlm, 84
[7] Dianne  Bergant & Robert  J Karris, Tafsiran Alkitab  Perjanjian Lama,  Yokyakarta: Kanisius, 2002, hlm,  276 
[8] William Mckane, I & II Samuel, Introduction  anad 
Commentary, , SCM Press LTD, Bloommsbury  Street 
London, 1963, hlm, 27-28
[9] H. Rothlisberger, Tafsiran 
1 Samuel, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1969, 11
[10]H. Rothlisberger Op.
Cit,  hlm, 9
[11] John Baright,
Histori of Israel, Philadelphia. Published of The Wesminster, 1960, hlm,
183-184
[12] S. Wismoady wahoni,
Disini Kutermukan, jakarta, BPK gunung Mulia, 2000, hlm, 129
[13] S. Wismody Wahono. Op. Cit, hlm, 130
[14] Bonar  Lumbantobing. Materi Kuliah Sejarah Israel, Pematang Siantar, 12  September 
2007
[15] Robert  B Coote & Mary  Coote, Op.
Cit, hlm, 30
[16] Joseph P. Free, Arkeologi dan Sejarah Alkitab, Malang,
YP. Gandum Mas, 1997. hlm. 183-184
[17] Calin Brown,
Zondervan, The New Internasional
Dictionary Of New Testament Teologi Vol 3 Michigan, 1981,  419-420
[18] Th.C. Vriezen, Agama Israel Kuno, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2000, hlm,  186
[19]Th.C. Vriezen, Op. Cit , hlm, 189 
[20] Dianne  Bergant & Robert  J Karris, Tafsiran Alkitab  Perjanjian Lama,  Yokyakarta: Kanisius, 2002, hlm,  276
[21] S. Wismody Wahono, Op. Cit, hlm, 121
[22] Ibid, hlm,  121
[23] H. Rothlisberger, Op. Cit, 10
[24] Ibid, hlm, 11
[25] Williwm  Mckane, I & II Samuel, Intoduction  and 
Commetary, SCM Press LTD, Bloomsbury 
Street London, 1963, hlm, 22
[26] Ibid, hlm,  77
[27] Walter Bueggman,
Firt And  Secon Samuel Interpreter, john
Kbnoc Press 1990, hlm, 61
[28] H. Rothlisberger,
Op. Cit, 61
[29] William  Mckane, Op. Cit, hlm,  64
[30] H. Rothlis Berger, Op.Cit, hlm. 69
[31] Ibid, hlm, 62
[32]H. Rothlisberger,
Op. Cit, hlm, 62 
[33] William  Mckane, Op. Cit, hlm,  65
[34] D.F. Payne, Op.
Cit, hlm, 450
[35] H. Rothlisberger,
Op. Cit, hlm, 62
[36] William  Mckane, Op. Cit, hlm,  64-65
[37] Dianne  Bergant & Robert  J Karris, Op. Cit, hlm,  284
[38] H. Rothlisberger,
Op. Cit, hlm, 62
[39]Ibid, hlm, 62
[40] William  Mckane, Op. Cit, hlm,  64-65
[41] H. Rothlisberger,
Op. Cit, hlm, 63
[42] Dianne  Bergant & Robert  J Karris, Op. Cit, hlm,  283
[43] H. Rothlisberger,
Op. Cit, hlm, 63
[44] Ibid, hlm, 63-64
[45] H. Rothlisberger,
Op. Cit, hlm, 69
[46]Ibid, hlm, 68
[47] Hans  Wilhem Herzberg, Op. Cit, hlm,  81
[48] Ibid, hlm, 70
[49] Hans  Wilhem Hertzberg, Op.Cit, 82
[50] H. Rothlisberger,
Op. Cit, hlm, 71
[51] Hans  Wilhem Hertzberg, Op.Cit, 82
[52] Dianne  Bergant & Robert  J Karris, Op. Cit, hlm,  284
[53] H. Rothlisberger,
Op. Cit, hlm, 72
[54] Dianne  Bergant & Robert  J Karris, Op. Cit, hlm,  284
[55]  Hans 
Wilhem Hertzberg, Op.Cit, 83
[56] H. Rothlis Berger, Op.
Cit,  hlm. 72-73).
[57], Ibid, hlm. 72
[58] Ibid, hlm. 73
[59] Ibid, hlm. 73[59]
[60] Hans  Wilhem Hertzberg, Op.Cit, 84
[61]. H. Rothlis Berger,
Ibid, hlm. 74)
[62] Hans Wilhem
Hertzberg, Op.Cit, hlm. 85
[63] H. Rothlisberger,
Op. Cit, hlm, 73
[64] Ibid, hlm, ,  284
[65] Ibid, hlm. 74
[66]Ibid, , hlm, 78
[67] Ibid, hlm, 78
Tidak ada komentar:
Posting Komentar