DIMENSI
BARU DALAM PERSEKUTUAN DENGAN TUHAN
Berdirilah
teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu,
bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia (1 Kor 15:58)
Pdt.Remanto
Tumanggor,M.Div
Salah satu hakikat dan
eksistensi gereja adalah panggilan untuk membangun persekutuan (koinonia).
Namun implementasi koinonia sering dipahami
secara keliru, diartikan sempit, karena dibatasi ruang dan waktu. Artinya,
persekutuan dengan Tuhan hanya ada jika ada kegiatan bersama memuji Tuhan, doa
dan baca firman. Sebaliknya jika tidak, meski sedang berkumpul bersama,
tidaklah menunjukkan adanya persekutuan dengan Tuhan. Benarkah demikian? Paulus
menunjukkan suatu dimensi baru dalam memandang persekutuan dengan Tuhan, yakni
dimensi kekekalan.
Paulus mendorong orang Kristen
untuk memegang kebenaran akan kebangkitan dan hidup benar dalam hubungannya
dengan aspek persekutuan kekal dengan Tuhan. Usaha Paulus ini tentu saja
dibarengi dengan alasan-alasan logis. Pertama, orang mati dalam Tuhan akan
dibangkitkan pada waktu bunyi nafiri terakhir dalam keadaan tidak binasa dan
telah diubahkan ( 1Kor 15:51-53). Nabi-nabi Perjanjian Lama seringkali memiliki
bayangan tentang terompet, yang digunakan untuk mengumpulkan umat untuk perang;
di sini merujuk kepada kumpulan umat Allah pada zaman akhir (Yes 27:13). Paulus
mengambil bayangan dari khotbah Yesus tentang akhir zaman (Mat 24:31). Kedua,
peristiwa itu merupakan penggenapan firman Tuhan: (Hos 13:14;Yes 25:8*) bahwa
maut telah dilenyapkan oleh kebangkitan Yesus Kristus (1Kor 15:54-56). Paulus
mengutip Yesaya yang merujuk ke kemenangan Allah atas kematian zaman akhir,
pada pemulihan terakhir Israel.
Ulasan Paulus mengenai
persekutuan kekal, memberikan kepada kita, orang-orang Kristen pada masa kini hendaknya
megimplementasikan dua hal pelajaran penting: Pertama, bahwa umat yang gigih mempertahankan persekutuan dengan
Tuhan tidak akan sia-sia; kedua,
bahwa selain dipertahankan dengan kegigihan, persekutuan dengan Tuhan harus
dipelihara agar tidak goyah dan tetap berdiri teguh (1Kor 15:57-58). Jika kita
mengkaji pernyataan Paulus dalam teks ini, ada 4 hal sikap untuk membangun
persekutuan yang hidup dalam Tuhan yakni:
1.
Memiliki komitment dalam persekutuan: berdirilah TEGUH ..."Kata asli bahasa Yunani yang
digunakan untuk "teguh" adalah ἑδραῖοι (hedraios, hed-rah'-yos). Arti harafiah dari kata
hedraios adalah, tetap berada dalam satu
posisi terus menerus, tetap berada dalam satu posisi yang tenang, tetap berada
dalam satu posisi yang setia, tetap berada dalam satu posisi yang tabah
2.
Selalu
Konsisten dalam persekutuan: JANGAN GOYAH ... "Kata
asli bahasa Yunani yang digunakan untuk "jangan goyah" adalah ἀμετακίνητοι (ametakinetos, am-et-ak-in'-ay-tos). Arti
harafiah dari kata ametakinetos adalah, tidak dapat digerakkan, teguh, tidak
bergeser
3.
Memiliki Spirit dan semangat yang kuat dalam persekutuan: GIATLAH selalu ..." Kata asli bahasa Yunani yang
digunakan untuk "giatlah" adalah περισσεύοντες (perisseuo,
per-is-syoo'-o). Arti harafiah dari kata perisseuo adalah, sangat berlimpah
dalam kualitas dan kuantitas (mungkin artinya mengarah pada ajakan untuk tetap
bersemangat)
4.
Memiliki etos kerja dalam pelayanan Tuhan: JERIH PAYAH ..." Kata asli bahasa Yunani yang
digunakan untuk "jerih payah" adalah κόπος ( kopos, kop'-os). Arti
harafiah dari kata kopos adalah,bekerja keras membanting tulang, bekerja sampai
kelelahan dan keletihan, bekerja sampai
susah payah
Dari empat hal sikap tersebut pada hakikatnya
akan membuahkan hasil yang signifikan dan berkualitas dalam membangun dimensi
koinonia dalam hidup bermasyarakat dan berjemaat yakni membawa hidup
dalam Pembaharuan, Perdamaian dan Pemberdayaan (3P). Tuhan menjanjikan bahwa orang-orang yang hidup dalam
panggilan pelayanan Tuhan tidak akan “sia-sia”. Panggilan hidup dalam
persekutuan pada dasarnya memiliki dimensi eskatologis, yakni berkat Tuhan yang
tidak berkesudahan (abadi). Buah dari persekutuan itu tentunya akan membawa
transformasi social, moral dan spititual dalam kehidpan manusia yang lebih baik
di dunia ini baik dalam aspek ekonomi, social politik, hukum, dan sebagainya.
Jika persekutuan umat telah terbangun dalam relasi social yang harmoni maka
akan terbangun pulalah kehidupan umat yang hidup dalam damai sejahtera
(syalom).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar