Rabu, 05 Oktober 2011

HKBP DAME-SAITNIHUTA

HKBP DAME SAITNIHUTA
Gereja Napinungka DR IL NOMMENSEN
I. Pendahuluan
 Puji dan syukur atas rahmat dan Anugerah Tuhan Yesus, kasih Allah Bapa dan penyertaan Roh Kudus bagi hambanya, sehingga dimampukan untuk menjalankan pelayanan selama lebih kurang 3 bulan, dan berita tentang pengamatan dan pelayanan penulis selama ini, akan dituliskan dalam laporan ini.
Sesuai dengan Surat Penugasan yang saya terima dari pucuk pimpinan No. 34/SP-BP/Cal-Pdt/SP I/V/2011, terhitung 1 Juni 2011,  saya ditugaskan untuk melayani di HKBP Dame Saitnihuta Ressort Hutabarat. Sehubungan dengan itu, maka pada tanggal 13 Juni 2011, saya resmi ditetapkan untuk mengemban tugas pelayanan sebagai plt. Uluan di HKBP Dame Saitnihuta. Sesuai dengan tugas dan tanggungjawab sebagai calon pelayanan di HKBP, salah satu tugas pokok bagi para calon pelayanan adalah membuat laporan pertanggungjawaban pekerjaan/pelayanan 1x3 bulan kepada Seketaris Jenderal HKBP cq Kepada Biro Pembinaan dan Kepala Biro Personalia HKBP. Maka tulisan ini adalah merupakan deskripsi hasil pengamatan, analisa,  dan pelayanan penulis selama ini.
Dalam kesempatan ini, saya menyampaikan rasa terimakasih kepada Bapak Pdt. S. Manogari Silitonga, MTh, selaku praeses Distrik II Silindung,  dan secara khusus Pendeta Ressort HKBP Hutabarat-Dame Saitnihuta: Pdt. Tumpal Sinaga, STh, selaku pimpinan di Ressort Hutabarat, dan sekaligus menjadi pembimbing bagipenulis dalam menjalani masa praktek sebagai calon Pendeta HKBP. Demikian juga seluruh Parhalado dan jemaat HKBP Dame Saitnihuta yang memberikan dukungan pelayanan selama ini.
II. Gambaran Umum
Gereja HKBP Saitnihuta merupakan gereja pertama dan tertua yang berdiri di rura Silindung melalui buah pelayanan ompui Pdt.Dr.I.L. Nommensen yang datang dari Eropa ke tanah Batak. Kehadiran Nommensen pada awalnya di Saitnihuta menghadapi berbagai tantangan dari penduduk setempat, begitu kuat penolakan akan kehadiran Nommensen pada waktu itu. Cikal bakal berdirinya Gereja Dame adalah berkat pelayanan dan prakarsa Nommensen mendirikan komunitas perkampungan huta Dame pada tanggal 20 Mei 1864 di Saitnihuta Ompusumurung. Selanjutnya pada tanggal 29 Mei 1864, Nommensen melaksanakan kebaktian perdana di godung Hutadame, dan hari itulah yang dijadikan sebagai tanggal berdirinya Huria Dame Saitnihuta dan  Pearaja.
            Secara historis eksistensi pertumbuhan dan perkembangan Gereja Dame mengalami berbagai macam dinamika sosial, tantangan dan permasalahan. Salah satu konflik yang menimbulkan perpecahan adalah lahirnya gereja GKPI, dan dampaknya jemaat HKBP Dame sebahagian besar menjadi jemaat GKPI. Meskipun jemaat telah terbagi dua bagian (HKBP dan GKPI), namun tempat peribadatan adalah satu di gereja Dame. Oleh sebab itu eksistensi gereja Dame menjadi wadah “kepemilikan bersama” dalam  kebaktian/beribadah sejak tahun 1964-2007 oleh kedua pihak baik jemaat HKBP dan jemaat GKPI.
2.1.Letak geografis
Masyarakat Dame Saitnihuta secara administratif pemerintahan termasuk dalam Desa Hutatoruan I (satu), kecamatan tarutung, Kabupaten Taput. Keberadaan Desa Hutatoruan I, sebelah Timur berbatasan dengan desa si Rajahutagalung, sebelah Barat, Desa Aeksiansimun, sebelah Selatan, Desa Parbubu Pea, Sebelah Utara, desa Hutatoruan IV. Huta Dame-Saitnihuta berada di lembah Silindung dan diapit dua gugusan berbukitan yaitu: bukit Siatas Barita di sebelah Timur dan dolok Martimbang di sebelah Barat. Huta Dame-Saitnihuta juga diapit oleh dua aliran sungai: yaitu aek Situmandi di sebelah Timur dan aek Sigeaon di sebelah Barat. Keberadaan jemaat HKBP Dame-Saitnihuta berdomisili dalam dua belas tempat perkampungan kecil (sosor), meliputi:Huta Lumban Hariara, Huta Gereja, Huta Lumban Matio, Huta Ganjang, Huta Banjar na hot, Huta Banjarnahor, Huta Dame I, Huta Godung, Huta Parserahan, Huta Bagasan, Huta Bona ni onan, Huta Sosor Tobing.
2.2.Kehidupan sosial
2.2.1.           Demografis
Jumlah pendududuk masyarakat Desa Hutatoruan I, Kecamatan Tarutung berjumlah 540 KK, dan mencapai 1520 jiwa.
2.2.2.           Sukubangsa
Sukubangsa (etnis) masyarakat Hutatoruan I, adalah Batak,umumnya Batak Toba, marga dominan adalah Lumbantobing, yang sering disebut “raja huta” (tuan tanah), atau “sipungka Huta”,   atau marga yang perdana mendiami perkampungan Dame Saithihuta.
2.2.3.           Budaya
Anggota Jemaat HKBP Dame-Saitnihuta adalah orang Batak, sehingga interaksi sosial dan dinamika kehidupan berlangsung dalam tradisi/kebiasaan orang Batak. Bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa Batak Toba, dan demikian juga pelaksanaan adat. Kehidupan sosial jemaat sangat dipengaruhi oleh kebiasaan adat istiadat setempat. Hukum adat sangat sentral dalam kehidupan sosial jemaat, artinya jemaat terikat dalam dalihan natolu, yaitu Hulahula, Dongan tubu, Boru. Pada dasarnya hubungan ke tiga kelompok tersebut diikat dalam sikap etis yakni “somba marhulahula, manat mardongan tubu, elek marboru”. Namun persoalannya yang dominan terjadi adalah prinsip dalihan natolu tersebut lebih dominan penekanan pada posisi, struktur, daripada fungsi dan tanggungjawab. Dan keberdaan ketiga kelompok tersebut  membentuk sikap dan tindakan baik dalam interkasi sosial dalam kehidupan sehari-hari maupun acara formal dalam adat.  
2.2.4.           Pendidikan
Di Desa Hutatoruan I, terdapat 1 sekolah Dasar Negeri, dan 1 sekolah Dasar Swasta Filadelfia, dan 1 TK Filadelfia, kebanyakan anak-anak masyarakat Dame Saitnihuta bersekolah di SD Negeri. Sedangkan Pendidikan setingka Sekolah Tingkap Pertama (SMP) atau sekolah lanjutan Tingkat atas (SLTA) dan sederajat tidak ada di Desa hutatoruan I.


2.2.5.       Struktur
Secara sosial hubungan masyarakat berjalan dengan baik, tidak tampak kesenjagangan struktural antara kaya dan miskin, sebab dapat dikatakan masyarakat secara umum secara sosial ekonomi, termasuk kategori “masyarakat miskin”.
2.2.6.       Masalah Sosial
Masalah sosial yang paling dominan adalah masih kuat mentalitas “harajaon” atau sikap yang mengandalkan “kuasa”. Pemahaman tentang Dalihan Natolu prinsipnya dan prakteknya masih dipahami secara secara structural, penekanan posisi, bukan fungsi. Pada dasarnya prinsif eksistensi Dalihan Natolu lebih menekankan tanggungjawab sosial dalaminteraksi dan etika adat Batak, bukan semata-mata menekankan posisi atau kuasa. Sikap tersebut tentunya memiliki dampak dalam kehidupan Gerejani.
2.3.Kehidupan ekonomi
2.3.1.       Mata pencaharian
Adapun sumber mata pencaharian jemaat adalah meliputi: Petani: Hasil yang dapat diperoleh dari pekerjaan ini adalah dari hasil menanam Padi, cabe/kacang, jagung, masing-masing 1 kali dalam setahun. Petenun: Menenun ulos batak,  Pedagang, Kariawan/buruh, Warung, Lapo/Kode Tuak: Supir, Wiraswasta: Martonun, Menjahit, Pegawai Negeri (PNS). Jika diklasifikasi persentase mata pencaharian warga jemaat per kepala keluarag (KK) adalah sebagai berikut:
a.       Petani                    : 70 %
b.      Pegawai/PNS        : 10 %
c.       Pedagang              : 08 %
d.      Supir                      : 06 %
e.       Buruh/kariawan     : 06 %
2.3.2.       Situasi ekonomi
Situasi kehidupan ekonomi jemaat dapat dikatakan “sulit” karena mata pencaharian warga jemaat secara umum bergantung dari hasil pertanian (Padi, Cabe, bawang) dan peternakan (beternak Ayam dan Babi). Hasil pertanian terkdang tidak sesuaia dengan keperluan perawatan tanaman, yakni harga pupuk yang mahal, sedangkan harga cabe selalau mengalami pluktuasi (turun naik), dan bahkan pada bulan Juli harga came mencapai 5000/kg.
2.4.Kehidupan politik
2.4.1.       Urusan pemerintahan
Urusan pemerintahan baik pemerintahan tingkat Desa, maupun kecamatan berjalan dengan baik, tidak ada kendala yang menyulitkan masyarakat jika mengurus urusan seperti, KTP (kartu Tanada Penduduk), Kartu Keluarga (KK), atau urusan surat-surat yang dibutuhkan oleh masyarakat.

2.4.2.       Eksistensi dan hubungan antar partai politik
Secara permanen tidak adalah pengurus partai politik di Desa Hutatoruan I. Wacana politik hanya bersifat pragmatis, temporal pada waktu pelaksanaan PEMILU, atau pemilihat Bupati, atau anggota Legislatif. Pilihan politik masyarakat tergantung hubungan emosional dan popularitas calon.
2.4.3.       Hubungan Gereja dan Negara
Hubungan gereja dan Negara (pemerintah Desa) dapat dikatakan berjalan dengan baik.  Baik dalam arti Gereja dan pemerintah Desa saling mendukung satu dengan yang lain dalam pelayanan terhadap jemaat dan dalam pelayanan terhadap masyarakat. Bila Pemerintah Desa memilki kegiatan yang bersifat umum, maka gereja dapat membantu dalam memberikan informasi kepada jemaatnya sebagai warga masyarakat melalui kebaktian Minggu atau partangiangan.
2.4.4.       Kondisi kepemimpinan formal
Huta Dame masuk dalam wilayah pemerintahan Desa Hutatoruan I, dipimpin oleh kepala Desa St. Ruben Tobing. Secara umum kondisi kepemimpinan Desa dan aparatnya berjalan dengan baik. Penulis dapat mengetahui segala urusan warga masyarakat yang menyangkut hal-hal administrative tidak ada kendalah atau masalah. Contoh yang lain, pada bulan Juli 2011, misalnya pemerintahan Desa dapat memberikan pembagian Tabung GAS dan Elpiji secara gratis kepada warga masyarakat semuanya dapat bagian tanpa ada punguatan biaya apapun.
2.4.5.       Kondisi kepemimpinan informal
Huta Dame Saitnihuta merupakan komunitas mayoritas adalah marga tobing keturunan ompu sumurung, dan ompu sumuntul. Peranan tokoh adat sangat berperan, keturunan ompu sumurung memiliki kesatuan yang dihimpun dalam “Parsadaan Ompu Sumurung” (POS), di Huta Dame, namun keberadaan POS tersebut tidak hanya di Dame, namun ada juga diperantauan (Jakarta). Keberadaan POS memiliki peranan penting dalam setiap acara-acara adat. Kebijakan-kebijakan adat yang bersifat prinsipil diputuskan dalam rapat POS.
2.4.6.       Pengaruh factor nonpolitis pada kehidupan politik
Secara politis tidak ada pengaruh factor nonpolitis terhadap kehidupan politik, khususnya dari aspek agama. Gereja tidak pernah menjadi alat untuk berpolitik praksis. Namun dari aspek pendidikan, sedikit banyaknya gereja memberikan kontribusi dalam pendidikan politik bagi warganya melalui, khotbah, dll. Wacana politik hanya menjadi komsumsi informasi bagi Gereja dan tidak pernah diakomodir dalam mempengaruhi warga dan pelayanan gereja.
2.4.7.       Masalah-masalah khusus
Selama penulis melayani hampir 3 bulan di HKBP Dame, tidak ada masalah-masalah yang hangat (urgen atau krusial), yang perlu disikapi oleh Gereja. Secara normatif dinamika kehidupan berjalan dengan baik dan kondusif.

2.5.Kehidupan Gereja
2.5.1.       Realitas hidup beragama
Ada dua Gereja Protestan di Huta Dame yakni GKPI, dan HKBP. Keberdaan Jemaat GKPI lebih mayoritas dibandingkan dengan HKBP. Sebelum gereja GKPI dibangun, hampir lebih 40 tahun kedua jemaat tersebut (GKPI dan HKBP) beribadah dalam satu tempat gereja, dimana GKPI menggunakan gedung Gereja kebaktian pada pagi hari, sedangkan HKBP menggunakan gedung Gereja pada siang hari atau pukul 14.00 wib,  barulah pada tahun 2007, jemaat GKPI resmi beribadah di gedung gereja baru yang dibangun setelah melalui proses yang sangat panjang akibat konflik masa lalu. Meskipun demikian secara normative hubungan kedua jemaat tersebut pada masa kini berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dalam setiap kegiatan  kedua Gereja tersebut baik dalam acara sukacita, maupun dukacita, masing-masing Gereja tetap mengundang satu dengan yang lainnya. Jemaat GKPI mayoritas tinggal di Huta Dame, sebab dahulu mereka adalah jemaat HKBP. Terkadang ada juga warga jemaat GKPI yang kebaktian di HKBP.
2.5.2.       Kerjasama oikumenis
Secara terorganisir tidak ada kerjasama yang bersifat oikumenis, yang ada nampak kerjasama yang bersifat oikumenis adalah masing-masing kedua Gereja selalu menghadiri setiap acara yang ada dari kedua jemaat tersebut seperti yang telah dipaparkan di atas. Demikian juga pada acara Natal pada bulan Desember, masing-masing gereja selalu mengundang satu dengan yang lain, baik HKBP maupun GKPI.
2.5.3.       Kepatuhan pada ajaran agama
Secara khusus jemaat HKBP, kepatuhan pada ajaran agama dapat dikatakan belum optimal, indicator yang bisa diukur adalah: kuantitas jemaat dalam mengikuti kebaktian Minggu dan partangiangan masih relatif kecil jika disbanding dari jumlah jemaat. Hal tersebut dipengaruhi oleh motivasi dan kualitas iman jemaat yang masih pragmatis. Pemahaman jemaat tentang Kebaktian Minggu dan partangiangan belum dipahami secara benar. Hal ini terbukti ketika penulis melakukan kunjungan dan diskusi dengan warga jemaat yang malas ke gereja atau menolak partangiangan di rumah mereka, penulis mendengar bagaimana warja jemaat memberikan respon terhadap kemalasan dan penolakan mereka. Ada banyak jemaat menyatakan alasan mereka tidak datang ke gereja dan partangiangan disebabkan karena ketidakpuasaan terhadap sikap dan pelayanan majelis, ada yang mengatakan karena sakit hati, ada yang mengatakan tidak ada waktu karena kelelahan dan kesibukan kerja. Akan tetapi alas an yang paling mendasar adalah jemaat tidak memahami kebaktian di Gereja adalah merupakan panggilan bagi setiap jemaat untuk bersekutu.





III. Deksripsi HKBP Dame-Saitnihuta Ressort Hutabarat-Saitnihuta
3.1. Data Statistik Jemaat HKBP Dame Saitnihuta 2011
Lingk
Huta
Ruas
Naposo
Dakdanak
Jumlah
Ama
Ina
Baoa
Borua
Baoa
Borua




I
-          Gereja
-          Parserahan
-          Julu ni Onan
-          Hutabagaan
-          Sosor jae Hutagalung
-          Huta ganjang


19


20


8


4


14


13


76


II
-          Huta godung II
-          Sosor tobing
-          Huta Dame I
-          Bona ni Onan
-          Topi aek



13


17


20


16


12


11


89

III
-          Siamaungmaung
-          Pea raja
-          Aek siasimun
-          Kota

12

16

9

10

8

5

60

Jumlah total
44
52
37
30
34
29
225 Jiwa
Jumlah Rumah tangga/ripe: 54 KK

3.2. Data Majelis/Parhalado HKBP Dame Saitnihuta
No
Nama-Marga
Tempat
Keterangan
O1
c.Pdt.Remanto Tumanggor, M.Div
Gereja
Plt, Uluan Huria
02
St. Elza br Tobing
Kota
Bendahara Huria
03
St. B.M. Hutahaean
Huta Gereja
Seketaris
Utusan Sinode Distrik
04
St. Hermanto Tobing
Sosortobing
Bestur
Utusan Sinode Godang
05
St. Dahlia br Sihombing
Topi aek
Ketua Dewan Koinonia
06
St. Parlindungan Tobing
Huta Gereja
Ketua Dewan Marturia
07
St. Helena. Manurung
Huta Gereja
Ketua Dewan Diakonia
08
Pdt. Simon Nainggolan STh
Aekristop
Majelis/Parhalado
09
St. Herman Aritonang
Pearaja
Parhalado
10
c.St. Paris Tobing
Huta Dame I
Calon sintua
11
Samri Tumanggor
Kota
Guru Sekolah Minggu
12
Hesti Tobing
Dame I
Guru Sekolah Minggu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar