Rabu, 29 September 2021

ESENSI DAN EKSISTENSI GEREJA ADALAH IBADAH


Kotbah Minggu, 05 April 2020

Oleh. Pdt. Remanto Tumanggor, M.Div


Lewat Firman Tuhan  dari Yohannes 12:12-19 mengajak kita untuk hidup dalam iman yang benar dalam mengikut Yesus bukan dalam motivasi yang salah. Bagaimana kita mewujudkan dan menunjukkan bahwa Tuhan adalah “Raja” dalam kehidupan kita? 

  1. Hiduplah dalam iman yang teguh dan motivasi  yang baik, benar dan tepat.

Beriman kepada Yesus bukan ditentukan seberapa banyak kita berkumpul, namun bagaimana iman kita secara pribadi terhubung dengan Tuhan. Dampak virus corona yang melanda hampir melanda lebih kurang 202 negara telah membuat dunia (negara, pemerintah) melakukan kebijakan Lock down (menutup supaya tidak ada keluar masuk, tidak masuk ketempat darurat) dan sosial distancing (menjaga jarak fisik antar manusia, menghurangi jumlah aktivitas diluar rumah). Himbauan pemerintah supaya seluruh masyarakat indonesia tidak melakukan pertemuan pertemuan massa, bahkan membatasi diri untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial dan  kegamaan untuk tidak dilakukan dalam kerumunan massa, dan akhirnya gereja kita menghimbau kebaktian di gereja dialihkan dilakukan dirumah masing-masing.

Dalam sejarah gereja “tradisi” persekutuan dalam gereja biasanya melibatkan orang banyak. Namun oleh dampak Virus Corona,  tidak boleh tidak harus bergeser menjadi ibadah keluarga untuk sementara waktu. Apakah dengan melakukan kebaktian keluarga mengurangi makna ibadah? Ukuran jumlah yang banyak bukan penentu bahwa itulah ibadah yang benar. Dalam konteks nats ini pada waktu Yesus memasuki Yerusalem begitu banyak dan antusias orang yahudi mengikuti dan menyambut Yesus. Ribuan penziarah telah datang ke Yerusalem menjelang acara Paskah dalam tradisi Yahudi. Kerumunan massa yang begitu antusias menyambut Yesus karena mereka telah melihat tanda mujizat yang diperbuat oleh Yesus. Salah satu yang paling menggemparkan adalah Yesus membangkitkan Lazarus dari kematian. (Yoh 12:17-18). Kerumunan massa yang begitu banyak mengikut Yesus bukan penentu bahwa mereka percaya kepada Yesus, namun mereka memiliki motivasi politis dan harapan bahwa Yesuslah raja yang dinantikan untuk mendirikan kerajaan Daud, untuk membebaskan orang Yahudi dari pemerintah Romawi. Tujuan utama Yesus bukan untuk kepentingan politis, tapi pembebasan dari perbudakan dosa. Orang banyak segera menyambut Yesus dengan meriah. Seruan mereka mengandung makna pengharapan. “Hosana” secara harfiah berarti selamatkanlah atau “tolong”. Mereka melambai-lambaikan daun palem, menandakan bahwa mereka sedang menyambut raja yang datang dalam kemenangan. Mungkin seruan Hosana dan lambaian daun palem tidak begitu jelas, namun seruan mereka selanjutnya jelas menunjukkan bahwa mereka menyambut Yesus sebagai raja Israel (ayat 13). Seruan orang banyak itu mengacu pada firman Tuhan dalam PL, Mazmur 118:26, yang menunjuk pada kehadiran Mesias yang dijanjikan oleh Allah, yaitu Juruselamat yang diurapi, Raja bagi bangsa Israel dan bangsa-bangsa lain. Namun demikian, konsep mereka politis sifatnya dan itu berbeda dari maksud Tuhan sesungguhnya. Motivasi yang salah karena iman yang salah. Hendaknya dampak virus corona ini kita jadikan menjadi moment berharga untuk membangun ibadah keluarga yang semakin kuat. Yesus berkata: Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka."( Mat 18:20). Oleh sebab itu, Ibadah yang kuat dalam keluarga akan membangun persekutuan yang hidup (kualitas dan kuantitas) di dalam gereja.

  1. Sambutlah Yesus melalui Hidup dalam kerendahan hati dan kelemahlembutan.

Yesus adalah teladan hidup dalam kerendahan hati dan kelemahlembutan. Kedatangan Yesus memasuki Yerusalem telah di nubuatkan dalam  Zakaria 9:9. Simbol “Anak keledai” tidak hanya berbicara tentang ke-raja-an keMesiasan namun juga mengenai kerendahan hati. Yesus tidak datang sebagai tokoh penakluk militer seperti pengharapan orang Yahudi, namun sebagai Hamba yang Menderita (Yesaya 53) menaiki seekor anak keledai. Ini terlihat dari sikap Yesus memasuki kota Yerusalem dengan menaiki seekor keledai muda. Apabila Yesus datang ke Yerusalem dengan maksud menunjukkan bahwa Ia menginginkan kuasa politis, tentu Ia akan mengendarai kuda. Tidak sulit bagi-Nya mendapatkan seekor kuda untuk maksud itu. Tetapi, kini Yesus sengaja mencari seekor keledai muda. Saat menulis Injil ini, Yohanes menjadi paham bahwa kejadian itu menggenapi Zakharia 9:9. Sungguh Yesus adalah Raja dan datang sebagai penggenap nubuat mesianis. Namun, Ia datang dan menggenapi dengan cara lain, dalam cara yang di mata manusia rendah dan lemah. Biasanya Seorang Raja penakluk mengendarai kuda jantan (simbol kemenangan, kekuasaan,) bukan keledai (simbol perdamaian). Tujuan kehadiran dan kedatangan Yesus berbeda dengan orang Yahudi (kaum Zelot) menginginkan perang, revolusi  bukan penebusan dosa, Mereka menginginkan pembebasan dari orang Romawi yanag sangat dibenci bukan kebebasan dari dosa

Yesus dalam melakukan misinya selalu menekankan kerendahann hati bukan untuk mencari pujian dan kehormatan, hak istimewa dan kekuasaan. Yesus menunjukkan bahwa kehidupan yang “sukses” dihadirat Allah adalah melayani dengan rendah hati satu dengan yang lain. Kesuksesan bukan seberapa banyak yang kita miliki namun seberapa banyak yang telah kita berikan. Hidup kita dihadirat Allah bukan bergantung apa yang telah kita lakukan, namun bergantung pada apa yang dilakukan oleh Kristus bagi kita. Cara Yesus mengalahkan “musuh” terbesar kita adalah dengan menunjukkan kerendahan hati dan  kelembutan bukan dengan kekerasan dan pertumpahan darah, itulah simbol keledai.Teladan Yesus mengajarkan supaya semua orang  perlu mengubah hidupnya memiliki kerendahan hati. 

Ditengah pergumulan dampak Virus Corona yang sangat berbahaya, namun dari segi sikap manusia ada “virus” yang paling berbahaya dari diri manusia yakni keserakahan, kemarahan, kejahatan, kebencian, kecemburuan, ketakutan yang datang  dari dalam diri kita sendiri.  Namun musuh terbesar kita yang terakhir adalah kematian itu sendiri, sebagai hukuman atas keserakahan, kebencian, kejahatan, kekerasan,dll. Yesus menaklukkan semua itu dengan kerendahan hati dan kelemahlembutan. Melalui firman Tuhan ini kita diajak untuk: Bergabunglah dalam parade kemenangan (arak arakan perjalanan iman) yang membawa kita pada keabadaian bersama Yesus. Tujuan hidup kita bukan kematian, namun tujuan hidup kita adalah perjalanan menuju keabadian (Yerusalam yang baru), merayakan kemenangan bersama orang yang telah ditebus. 

Marilah kita jadikan dampak virus corona yang melanda dunia menjadi “ujian” untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan, beriman dengan tulus dan hidup dalam kerendahan hati. Marilah kita patuhi himbauan dari pemerintah dengan sikap rendah hati, sebab kerendahan hati akan membuka pintu jalan keluar daripada kesombongan yang tidak mentaatinya. Sikap sombong akan menimbulkan masalah, namun kerendahan hati akan menemukan jawabannya. Makna ibadah adalah sujud jiwa dalam kerendahan hati dihadirat Tuhan. Ibadah adalah penyerahan totalitas hidup kita kepada Tuhan. Sikap rendah hati adalah kebajikan dan kebijaksanaan yang paling indah dalam kehidupan orang beriman, dan Yesuslah sumber teladan hidup kita. Amin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar