Matius 7:1-12. Menarik
untuk diperhatikan bahwa khotbah di bukit ini merupakan rangkaian khotbah yang
sangat terstruktur. Di pasal 5 dan 6, Yesus berbicara mengenai diri pribadi
atau jati diri orang Kristen, bagaimana orang Kristen harus memiliki watak
seperti Kristus. Yesus menetapkan standar karakter yang tinggi bagi
pengikut-pengikut-Nya. Orang Kristen harus memiliki karakter yang lebih unggul
dari dunia, sehingga terlihat perbedaan antara pengikut Kristus dan yang bukan.
Kemudian di pasal 7, Yesus berbicara tentang hubungan orang Kristen dengan
orang lain dan Bapa Surgawi. Jika kita memiliki karakter Kristus maka kita
harus mempraktekkannya. Dalam
teks pembacaan ini ada 3 sikap yang perlu dilakukan seorang pengikut Kristus.
1. Sikap terhadap Saudara Seiman (ayat 1-5,12)
a. Jangan menghakimi (1-5)
Yesus secara khusus mengangkat hal ini karena sikap ini sering kali kita
lakukan dan sering kali pula kita tidak sadar bahwa kita sudah melakukannya.
Seringkali kita lebih melihat kesalahan atau kekurangan saudara kita yang cuma
sedikit namun tidak menyadari kesalahan/kekurangan kita yang banyak.
Pelarangan Yesus untuk menghakimi tidak berarti menutup mata terhadap
kesalahan dan kekurangan saudara-saudara kita. Yesus tidak sedang bermaksud
menghilangkan sikap kritis kita untuk menyatakan kesalahan orang lain.
Pelarangan ini jangan membuat kita menjadi takut untuk menyatakan kesalahan
atau memberikan kritikan kepada orang lain jika memang itu perlu untuk
dilakukan. Sebaliknya, arti menghakimi
adalah:
· Berusaha mencari-cari kesalahan orang lain untuk menjatuhkannya.
· Memberikan cap atau label atau julukan pada seseorang padahal orang itu
tidaklah seperti itu. Mungkin memang orang
itu pernah melakukan suatu kesalahan, namun
tidak menjadi kebiasaannya.
· Menyalahkan atau menuduh seseorang sebelum tahu persoalan yang sebenarnya,
lalu memberi hukuman terhadap orang tersebut.
· Menganggap diri selalu benar sedangkan orang lain selalu salah. Sikap-sikap seperti itulah yang dikatakan oleh Yesus sebagai sikap
menghakimi.
b. Perlakukan orang lain seperti kita mau diperlakukan (ayat 12)
Pada ayat 1-5, Yesus melarang kita untuk menghakimi dengan mencari-cari
kesalahan, menuduh, memberi cap pada orang lain karena kita tidak lebih baik
dari orang lain. Kita masih manusia yang masih bisa bersalah karena itu Yesus
menasihatkan supaya kita menghargai dan menjaga perasaan sesama kita. Kita
tentu mau diperlakukan dengan baik, maka kita harus lebih dahulu bersikap baik
dan memperlakukan orang lain dengan baik. Jika kita mau dihargai, kita harus
menghargai orang lain. Jika kita mau orang tersenyum kepada kita, tersenyumlah
lebih dulu. Jika kita tidak mau dibenci, janganlah membenci orang lain.
Yesus mengatakan bahwa ayat ini merupakan inti dari hukum Taurat. Jika kita
sudah melakukan dan mempraktekkannya maka kita sudah melakukan hukum Taurat.
Jadi marilah kita memperlakukan saudara-saudara kira sebagaimana kita mau
diperlakukan.
2. Sikap terhadap ”anjing” dan ”babi”
Sepintas mendengar ucapan ini kita bisa kaget karena terkesan sangat kasar,
padahal sebelumnya Yesus menganjurkan kita untuk bersikap baik terhadap orang
lain. Tentu ada alasan Yesus mengatakan hal demikian. Salah satu alasannya
adalah karena Yesus adalah pribadi yang jujur dan tidak suka kompromi. Jika ya,
dikatakan ’ya’, jika tidak dikatakan ’tidak’. Yesus bersikap baik terhadap
orang lain namun dalam kasus-kasus tertentu yang bersifat prinsipil dalam
hubungannya dengan kebenaran, Yesus bersikap tegas tanpa kompromi. Di beberapa
bagian Injil terdapat perkataan Yesus yang keras. Yesus dengan berani
mengatakan Herodes Antipas sebagai ’serigala’ karena kejahatannya (Lukas
13:32), Yesus menyebut ahli Taurat dan orang Farisi ’kuburan yang dilabur
putih’ dan ’keturunan ular beludak’ (Mat. 23:27,33) karena kemunafikan mereka.
Kita memang tidak boleh menghakimi, menuduh, mencari-cari kesalahan orang
lain tetapi jika ada terjadi kesalahan janganlah disembunyikan atau kompromi. Lalu siapakah yang disebut Yesus
sebagai ’anjing’ dan ’babi’?
Kata ’anjing’ ini tidak sama dalam Matius 15:26 (perempuan Kanaan). Anjing
dalam Mat 15:26 adalah sejenis anjing peliharaan yang disayangi tuannya, tetapi
dalam teks ini, anjing yang dimaksudkan adalah anjing liar yang jorok yang
berkeliaran di jalan dan hidup dengan makan sampah. Babi adalah binatang haram
bagi orang Yahudi dan juga binatang yang senang mengorek-ngorek tanah dengan
mulutnya. Kedua binatang ini menggambarkan orang yang menolak dan melecehkan
Firman Tuhan, lalu menghina dan mengejek Tuhan. Sedangkan mutiara menggambarkan
berita Injil. Kedua kata ini tidaklah ditujukan kepada seorang pencuri atau
perampok atau penjahat lainnya, namun ditujukan kepada seorang yang dengan
sadar memandang remeh Injil atau Firman Tuhan. Bisa jadi dia adalah seorang
yang terhormat dalam masyarakat, orang yang kaya, namun tidak mau menerima
Firman, malah menolak dan menghina Allah terang-terangan. Kepada orang seperti
inilah Yesus melarang kita untuk terus memberitakan Injil.
Jadi sikap kita terhadap orang seperti ini adalah jika kita sudah
memberitakan Injil namun ia terus menolak bahkan melecehkan Injil, maka jangan
lagi beritakan Injil kepadanya karena ia malah akan semakin merendahkan
martabat Injil dan menghina Allah.
3. Sikap terhadap Bapa di Surga (ay. 7-11)
Setelah mengajarkan sikap terhadap sesama, maka Yesus beralih kepada
hubungan dengan Bapa di surga. Dalam teks ini secara khusus menyorot hubungan
dengan Bapa dalam hal pengabulan doa. Frasa ini menunjukkan suatu kedekatan
yang erat antara anak dan Bapa dimana sebagai anak kita harus menjalin hubungan
yang erat dengan Bapa dalam doa supaya kita dimampukan melakukan perintah-Nya.
Ketika kita mengharapkan sesuatu dari Bapa, Yesus mengajarkan untuk
”mintalah..., carilah..., dan ketoklah....” maka Bapa pasti akan memberi yang
terbaik. Hal berdoa ini sangat sederhana tetapi mengandung unsur yang sangat
penting yang harus kita ketahui dan lakukan:
a. Pengetahuan. Bapa akan memberi sesuai dengan
kehendak-Nya karena itu kita harus tahu apa yang menjadi kehendak-Nya agar doa
kita dikabulkan. Cara untuk mengetahui adalah belajar dan merenungkan
Firman-Nya serta bersekutu erat dengan-Nya.
b. Iman. Jika kita sudah mengetahui kehendak Bapa maka unsur lain yang perlu ada
adalah iman. Kita harus mengimani dan sungguh-sungguh percaya maka pasti Dia
akan mengabulkan doa kita sesuai kehendak-Nya.
c. Keinginan. Kita tahu kehendak Bapa, kita mengimani bahwa Bapa pasti memberi, dan
memang itu sangat kita inginkan atau butuhkan, percayalah Bapa pasti akan
memberikannya.
Marilah kita memiliki sikap yang benar dalam berhubungan dengan sesama kita
dan teristimewa dalam hubungan kita dengan Bapa di surga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar