Dewasa ini masih bayak
orang Kristen yang keliru dalam memahami arti kata “Berkat dan Kutuk”. Terkadang
“berkat” menjadi “kutuk” dan “kutuk” menjadi “berkat”. Sehingga tidak heran
jika ada banyak hakim yang bermunculan seperti jamur di dunia ciptaan-Nya.
Kekayaan, kemakmuran dan sejenisnya dijadikan standar penilaian untuk “berkat”.
Sedangkan malapetaka, kemiskinan, penderitaan atau jenis bencana lainnya
dijadikan standar penilaian untuk “kutuk”. Kenapa? Karena ketidakpahaman tadi.
Maka dari itu dalam paper ini penulis berusaha menyoroti atau memberikan
pemahaman yang benar mengenai “berkat” dan “kutuk” yang dilihat berdasarkan
kitab Ulangan pasal 28 dan Imamat pasal 26.
Pembahasan
A. Pemahaman umum mengenai berkat dan kutuk.
Berkat dan kutuk adalah suatu kuasa yang terkubur dalam
perkataan. Menurut para ahli, bahwa orang Israel meyakini bahwa kata-kata yang
keluar atau yang diungkapkan seseorang tidak hanya sebatas untuk menyampaikan
pesan kemudian berlalu begitu saja. Tetapi memuat suatu kuasa yang bekerja
seperti sebuah alat yang berada di tangan manusia. Selain itu, “berkat” dan
“kutuk” juga erat kaitannya dengan “perjanjian”, yaitu menyangkut ketaatan dan
ketidaktaatan (Kej. 48:14-15; 1 Sam. 14:24).[1] Selain
itu “kutuk” juga berkaitan dengan hukuman “mati”
(lht. Matthews Viktor H. And Don C. Benjamin, Social
World Of Ancient Israel 1250-587 BCE (USA:
Hendrickson Publishers, Inc. 1993) 11.
1. Berkat
Terminologi
Kata berkat berasal dari kata benda “brkh” bentuk
aktifnya adalah kata kerja “brk”yang diucapkan untuk memberkati dengan menyebut nama
Yahweh. Bentuk pasifnya adalah dari kata kerja “bruk” yang
digunakan untuk Yahwe. Ibrani Lexicon[2]memperlihatkan
dua ciri kata berkat, yaitu “brk”dalam
bentuk. qal: “to knell” (Maz. 95:6; 2Taw. 6:13), dalam bentuk
hiphil: “to make (camels)
kneel” (Kej. 24:11). Yang
kedua dari kata benda “berekh”: “knee” (Yes.45:23); dalam bentuk dual muncul
24 kali dalam bitab Tawarikh; dan “brk” II Lexsicons mengikuti
terjemahan dari bentuk qal pass. Ptcp.barukh: “blessed”, “praised”; bentuk
niphal: “to be blessed, to
bless oneself” (Kej. 12:3;
18:18; 28:14), bentuk piel: “to
bless, greet, praise”, bentuk pual: “to
be blessed”. Kata benda “berakh” sejajar dengan bahasa Aram: “arkhubbah” : “knee”. Bentuk yang lain:“bryk”
’lh’ “dryr” wbryk qdm ‘lh’, “brktk”, “ybrk’k’’lh’, yang menunjuk pada relasi
antara manusia dan dewa[3]. Selain
itu, kata ini juga digunakan untuk mengambarkan relasi antara atasan dan
bawahan, yaitu ketika bertemu dengan atasannya maka bawahan harus berlutut.
Dalam bahasa Semitic juga diterjemahkan: “knee”,
“blessing”. Dalam bahasa Akkad hanya kata benda “birku” atau “burku”: “knee”, dan kata “karabu” : “knee”dan “blessing”. Dalam bahasa Ugarit
berasal dari kata “mrr” yang disejajarkan dengan kata “brk”: to be strong, give power.
Meskipun demikian kita harus kembali pada konteks dan penggunaannya dalam
komunitas umat Israel saat itu. Pemahaman tentang berkat dan kutuk memiliki
kemiripan dengan bangsa-bangsa sekitar Israel yang ada di Asia Barat Daya Kuno
atau diambil alih dari kodeks-kodeks atau bahan-bahan hukum dari kalangan
Kanaani[4].
Menurut Browning, dalam PL berkat adalah kemurahan yang
dikaruniakan Allah kepada umat-Nya, seperti pada waktu panen (Ul. 28:8). Berkat
juga merupakan salah satu dari kata-kata pujian bagi Allah atau kata-kata untuk
membuat seseorang atau sesuatu menjadi kudus”[5]. Kata “berakah”
sering dihubungkan dengan karunia benda, seperti material (Ul. 11:26; Amsl.
10:22; 28:20; Yes. 19:24dll)[6], berkat
adalah karya Allah (Kej. 1:22), penyembahan dan pujian kepada-Nya (Kej. 24:48),
pemilihan Tuhan (Ul. 19:2, 7; 10:8)[7], berkaitan
dengan kesetiaan pada perjanjian Tuhan (Ul. 28:15-46). Menurut Chr. Barth, Vol.
1, 1981: 57, berkat adalah ketika manusia berada dalam lembaga persekutuan yang
diciptakan Allah. Namun tidak berarti Allah menutup berkat kepada yang lain
(bukan pilihan-Nya), tetapi dilimpahkan juga bagi segala yang hidup.
2. Kutuk
Terminologi
Dalam bahasa Ibrani yang diterjemahkan dengan “kutuk”
adalah “qlalah
alah arar” dalam LXX diterjemahkan dengan “kitara, kataraomai,
epikataratos, kataraomai”.Di luar PL kutuk berasal dari akar kata “lh” asli
dari bahasa Arab. Bentuk kata yang lainnya adalah “lw” dan “alwe”
dan benuk konstruknya adalah “lt” yang berarti “kutuk’ dan “janji” [8]. Dalam
bahasa Srmitic, berasal dari akar kata “qll” arti dasarnya adalah “be
small, light“, Aram: “qll”: be
small, light, young, curse, Akkad: qalalu(m):
“light, small, curse” yang diterjemahkan dengan “kutuk” adalah kata “alah” (Hak.
17:2; Hos. 4:2; 10:4; 1 Sam. 14:24), “ta’alah” (Ratatpan. 3:65), selain
itu kata arar, qalal, dan ala” [9]. Jika kita
perhatikan kata “lh” dan “lt”, kedua kata ini tidak hanya
ditemukan dalam bahasa Arab, tapi karena kata ini sudah lazim digunakan di
Timur Tengah Kuno saat itu, terutama sebagai kata pengesahan “perjanjian”
antara dewa dan manusia.
B. “Berkat” dan “Kutuk” menurut kitab Ulangan
dan 28 Imamat 26:
1. Kitab Ulangan 28
Kitab Ulangan disebut “Deuteronomiy”, yaitu terjemahan
dari LXX, dari kata“deuteronomion” (Ul. 17:18), dan dari situlah dikenal sumber D.[10] Inilah
alasan para ahli mengatakan bahwa kitab ini berasal dari sumber D yang
ditulis kira-kira pada abad ke-7 atau tahun 622/621 sM. Kitab ini juga
dihubungkan dengan reformasi Yosia yang bersifat anti-sinkretisme, maka yang
menjadi pusat sinkretisme harus dimusnahkan yaitu kuil-kuil dewa-dewi Kanaani
ditutup.[11] Karena
kehidupan yang demikianlah yang menyebabkan umat Israel mengalami kemerosotan
iman. Menurut Hans Walter Wolff, penulis Deuteronomy sangat menekankan tradisi
“perjanjian Sinai”, hal itu dapat diperhatikan melalui penggunaan frasa “hayyom” (“today : hari ini”.[12] Kata “hayyom”
ingin menegasankan kepada umat Israel bahwa mereka adalah kepunyaan-Nya.
Artinya Allah akan murka jika mereka tidak taat atau hidup bersinkretisme
dengan ilah-ilah yang sebenarnya bukan Allah. Israel Utara telah jatuh tahun
722 sM. dan penduduknya dibuang ke Asyur karena tidak setia pada “perjanjian
Sinai”. Sedangkan Israel Selatan (Yerusalem) mengalami krisis yang sangat
hebat, yaitu adanya ancaman kekafiran dan penyembahyan berhala yang dibawa oleh
raja Manase. Untuk menjaga supaya Israel tetap eksis sebagai umat pilihan Allah
atau sebagai umat yang kudus, maka penulis Deuteronomy menganjurkan pentingnya
pengadaan reformasi atau pembaharuan hidup bagi umat pilihan Allah (lht.
Wahono, 2004:69). Hanya mereka yang hidup setia menurut hukum dan
ketetapan-ketetapan Allah sajalah yang terjamin masa depan hidupnya (Ul. 28).
Dengan kata lain adalah bahwa relasi itu sangat penting. Karena relasi umat
Israel dengan Allah akan memberi jawaban apakah itu berkat atau kutuk. Kedua
pernyataan ini merupakan suatu pilihan hidup, yaitu hidup dan mati atau berkat
dan kutuk[13].
Konteks kitab Ulangan memperlihatkan bahwa umat Israel
tidak lagi setia pada “Perjanjian Sinai”. Mereka hidup bersinkretisme dengan
dewa-dewa Asyur/ Kanaan. Oleh sebab itu penulis kitab Ulangan mempeerbaharui
kembali hukum-hukum yang terabaikan, kemudian diungkapkannya menurut caranya
sendiri, supaya umat Israel mengingat kembali perjanjian dan kasih Allah yang
membawa mereka keluar dari tanah Mesir, Allah yang memberkati dan menuntun
mereka selama di padang gurun. John Goldingay mengutip Von Rad, yang mengatakan “Blessing is also a central theme
in Deuteronomy, where it is set before Israel as a prospect to enjoy in the
promised land”[14] Memelihara
janji-Nya berarti berusaha mendengarkan kembali suara Yahwe yang memanggil
umat-Nya keluar dari penyembahan berhala atau kutuk, kemudian masuk ke Bait-Nya
untuk menikmati berkat-berkat-Nya sesuai dengan janji-Nya. Adalah tepat
perkataan,
Kemungkinan besar pemahaman penulis Deuteronomis
dipengaruhi oleh kerangka atau struktur dari tradisi-tradisi yang ada di Asia
Barat Daya Kuno, yaitu ketika umat Israel memasuki tanah Kanaan. Atau
dipengaruhi oleh konsep “perjanjian maharaja dengan raja taklukannya” dan ini
menyangkut kuasa-politik Asyur-Babel. Misalnya Esahardon raja Asyur (681-699)
menerapkan “perjanjian” ini terhadap daerah-daerah atau bangsa-bangsa
taklukannya[15] Perjanjian
seperti itu merupakan masalah aktual saat itu, karena menyangkut kesejahteraan
atau keamanan bagi bangsa-bangsa taklukan.
Penekanan penulis Deuteronomis memiliki kemiripan tentang
konsep “perjanjian”. Satu-satunya jalan untuk menjamin masa depan bagi umat
Israel adalah mendengarkan suara Yahwe atau menaati hukum-hukum dan tetap setia
pada perjanjian-Nya seperti yang tertulis dalam Ul. 6:4.[16] Mendengarkan
suara Yahwe berarti mengakui-Nya sebagai Allah yang berdaulat, mutlak, Allah
yang Esa. Menurut Fohrer, Ul. 6:4, juga ingin mengatakan bahwa Yahwe adalah
adalah unik (Yahwe is unique), Allah Israel tidak sama dengan ilah-ilah
atau dewa-dewa yang disembah bangsa-bangsa sekitar Israel. karena diakui
sebagai Allah yang Esa.[17] Karena Yahwe
adalah Esa adanya, maka hanya Dialah yang menjadi sumber berkat bagi umat-Nya
Israel. Dengan demikian mereka harus mendengarkan suara-Nya. Mendengarkan suara
Yahwe berarti melakukan ketetapan-ketetapan dan perintah-perintah-Nya. Jika
umat Israel menutup telinga berarti sama juga dengan mengeraskan hati serta
menjauhkan diri dari berkat-Nya. Jadi segala sesuatu yang membuat Israel jauh
dari Yahwe adalah kutuk, demikian sebaliknya.[18]. Hanya
ranting yang masih melekat pada pohonnya yang masih bisa hidup dan menghasilkan
buah. Artinya berkat itu tidak akan pernah ada ketika umat-Nya terpisah/
terlepas dari sumbernya (Yahwe).
Demikianlah juga yang ingin disampaikan oleh penulis
Deutronomis, bahwa tanpa ketaatan pada perjanjian Sinai maka berkat itu tidak
akan ada. Karena ketidaktaatan menyebabkan terjadinya penyembahan berhala
(sinkretisme), ketidakadilan, penindasan, pemerasan dan sebagainya. Sehingga
semuanya itu mendatangkan kutuk bagi orang Israel.
Berikut adalah struktur
berkat dan kutuk dalam kitab Ulangan 28:3-19[19]
Ulangan 28:3-6
Ulangan 28:16-19
· di ladang.
di ladang
4 Diberkatilah:
Terkutuklah:
· buah kandunganmu,
buah kandunganmu,
· hasil bumimu dan
hasil
bumimu
· hasil ternakmu, yakni
18 anak lembu sapimu dan
dombamu.
5 Diberkatilah:
17 Terkutuklah:
· bakulmu dan
bakulmu dan
· tempat adonanmu.
tempat adonanmu.
6 Diberkatilah engkau:
19 Terkutuklah
engkau:
· pada waktu masuk dan
· pada waktu masuk dan
1. Kitab Imamat 26
Dalam tradisi teks synagoge kitab Imamat disebut “wayyiqra”
artinya ‘dan dia memanggil’,
ini merupakan perkataan pertama dalam kitab itu, yaitu sesuai dengan atau
mengikuti kebiasaan-kebiasaan kuno yang sudah lazim di Timur Tengah saat itu.
Dalam Septuaginta (LXX) terjemahan lama dari Perjanjian Lama ke dalam Bahasa
Yunani kitab ini disebut “Leuitikon”; dalam bahasa Latin Vulgata disebut “Liber
Liviticus”, ‘the Leviticus (Book)’ dan dalam bahasa Inggris mengikuti bahasa
Latin, yaitu “Liviticus” (the Latin Bible)[20]. Dalam
bahasa Misynah, kitab ini disebut dengan berbagai nama, yaitu disebut dengan
hukum imam-imam (torat kohanim), buku imam-imam (sefer kohamim),
hukum persembahan (torat haqqorbanim), nama-nama ini menunjuk kepada isi
kitab itu[21], yang mana
menunjuk kepada atau mengenai hukum-hukum korban persembahan. Dengan demikian
hukum-hukum itu berfungsi untuk menjaga kekudusan bangsa Israel dan hukum-hukum
kesucian. Dalam bahasa Indonesia sepertinya sebutan Imamat lebih tepat, seabab
bagian terbesar dalam kitab ini adalah mengenai para imam umat Israel, tugas
dan kewajiban-kewajibannya[22].
Blommendaal (1996:52) mengatakan bahwa hukum-hukum yang
muda, yang berasal dari sumber priester (P),
yang ditulis pada masa pembuangan di Babilonia khususnya pada abad ke-5 atau
tahun 500 sM.[23]. Pembuangan
di Babilonia memperlihatkan situasi atau keadaan yang sangat berbeda sebelum
bait Allah dihancurkan. Bahaya sinkretisme merajalela yang dapat menyebabkan
terjadinya kemerosotan iman. Supaya tradisi-tradisi kultus tetap terpelihara
maka para imam terdorong untuk menuliskannya untuk mengingatkan dan
mempertahankan bahwa bangsa Israel adalah bangsa yang kudus umat pilihan Allah.
Oleh sebab itu, mereka harus hidup kudus di hadapan-Nya, hidup kudus juga bisa
diterapkan melalui kultus-kultus yang adalah sarana untuk memelihara atau
memperbaiki hubungan persekutuan dengan Allah. Fohrer mengatakan bahwa ini
adalah kontribusi yang sangat mendasar dari sumber P.[24] Sumber P sama dengan sumber Yahwist dan Elohist
yaitu menuturkan sejarah keselamatan Israel (Wahono, 2002, hal 79-71).
Perhatikan pasal 26:3 “Jika
kamu berjalan dalam ketetapan-ketetapan-Ku
dan memperhatikan perintah-perintah-Ku dan melakukannya”,[25]. Dari ayat
di atas memperlihatkan bahwa relasi dengan Yahwe itu sangat penting, karena
menjalin relasi dengan Allah berarti masuk dalam lingkaran berkat (Im.
26:1-13), sedangkan di luar lingkaran itu adalah kutuk (Im. 26:14-45).
Memelihara relasi tidak hanya sebatas mempersembahkan korban, melainkan “berjalan dalam
ketetapan-ketetapan-Nya, dan memperhatikan perintah-perintah-Nya
(firman-firman-Nya) dan melakukan-Nya” dan
inilah esensi hidup sebagai umat pilihan Allah.
Penulis P ingin mengatakan, bahwa “segala
kebaikan yang dijanjikan Allah seakan-akan memuncak dengan janji, yaitu Allah
“akan menjadi Allah” Abraham dan keturunannya di masa depan (lht. Kej. 17:7-8;
Kel. 6:7)[26]. Hal ini
ingin mengatakan bahwa kehidupan umat Israel tidak pernah terlepas dari
“perjanjian Allah” yang dimulai dari Abraham dan seterusnya. Hidup dalam
lingkaran perjanjian Allah berarti ada syarat-syarat yang harus taati, yaitu
berjalan dalam ketetapan-ketetapan Allah dan memperhatikan firman-firman-Nya
dan melakukannya, maka Allah akan memberi
hujan pada masanya, sehingga membasahi tanah dan tanah menjadi subur sehingga
menghasilkan panen yang berlimpah-limpah, umat Allah akan hidup damai
sejahtera, mereka dijauhkan dari beinatang buas, Tuhan akan membebaskan mereka
dari musuh, Tuhan akan menempatkan kemah suci-Nya ditengah-tengah mereka supaya
umat-Nya beribadah kepada-Nya (Im. 26:4-13). Namun “janji” yang sangat menonjol
dari semuanya itu adalah tentang pemberian “tanah perjanjian”.
Berkat 26:3-13
Akibat ketaatan pada perjanjian Allah
1. ayat
4-5 : hujan turun pada masanya
2. ayat
6a : damai sejahtera dalam negeri
3. ayat
6b. : kebebasan dari serangan musuh, pedang (7-8).
4. ayat
9-10 : keturunan-keturunan umat Allah akan melanjutkan untuk hidup taat pada
perjanjian-Nya.
5. ayat
11-13 : Tuhan hadir ditengah-tengah umat-Nya yang setia pada perjanjian-Nya
sehingga mereka hidup dalam kasih karena Tuhan telah membebaskan mereka dari
tanah Mesir.
Kutuk : 26:14-39
Akibat ketidaktaatan pada perjanjian Allah
1. kekalahan
terhadap peperangan (15-17)
2. hujan
tidak turun pada masanya (18-20)
3. binatang
liar berkeliaran sehingga memakan anak-anak ternak mereka (21-22).
4. perang
dan pengepungan akan terjadi sehingga banyak orang akan pergi mencari
perlindungan ke kota berkubu (23-26)
hukuman Tuhan atas umat-Nya yang tidak mendengarkan
suara-Nya dan mengabaikan hukum-hukum-Nya, terutama hukum-hukum untuk hidup
kudus sebagai umat kepunyaan-Nya dan mereka menjadi milik-Nya.
Kesimpulan
a. Berkat dan kutuk menurut kitab Ulangan 28
Konsep berkat dan kutuk dalam kitab Ulangan tidak bisa
dipisahkan dari pemahaman “perjanjian Sinai.” Menurut sumber Deuteronomis
hubungan perjanjian Sinai sangatlah menentukan bagi kehidupan umat Allah pada
masa itu dan “setia pada perjanjian Sinai” itu adalah segala-galanya. Karena
bangsa Israel adalah umat pilihan Allah, maka mereka wajib hidup sebagai umat
pilihan. Yahwe telah berjanji bahwa Ia akan memelihara umat-Nya yang setia pada
perjanjian-Nya atau menuruti ketentuan-ketentuan-Nya atau mendengarkan
suara-Nya, dan melakukan perintah-perintah-Nya. Dengan demikian hidup umat-Nya
akan terjamin baik saat ini maupun di masa yang akan datang. Artinya relasi
perjanjian Allah dengan umat pilihan-Nya itu sangat penting. Karena relasi dengan
Yahwelah yang akan menentukan apakah itu berkat atau kutuk.
b. Berkat dan kutuk menurut kitab Imamat 26:3-26
Dalam pemahaman perjanjian kerajaan di Timur Tengah Kuno,
bahwa ketaatan kepada perjanjian raja, maka kesejahteraan hidupnya atau sebuah
bangsa taklukannya “tidak akan mengalami kekerasan”, tetapi mereka akan “hidup
aman” dan terlindungi dari bangsa lain. Jadi kemungkinan besar konsep seperti
inilah yang dipahami oleh bangsa Israel pada masa itu. Meskipun sebenarnya
sulit untuk dipastikan, karena bagaimana pun ketakutan itu akan tetap ada jika
di bawah jajahan bangsa asing.
Namun yang perlu kita perhatikan adalah bahwa bagi orang
Israel pemahaman tentang janji berarti menyangkut sebuah jaminan jika ditaati
dan tidak ada jaminan ketika menyimpang atau tidak taat. Dari struktur mengenai
berkat dan kutuk di atas khususnya dalam kitab Imamat berasal dari sumber P,
yang memuat hukum-hukum kultus, hukum-hukum korban persembahan, hukum-hukum
kekudusan dan hukum-hukum keudusan lainnya harus ditaati karena menurut penulis
P bahwa umat Israel akan hidup damai, tidak ada kekerasan, saling mengasihi
jika mereka taat, yaitu hidup kudus sebagaimana yang Allah inginkan. Semua
hukum itu bertujuan untuk mengingatkan bahwa Israel adalah bangsa yang kudus.
Oleh sebab itu, mereka harus hidup kudus juga karena Allah adalah kudus.
Demikian juga dalam Imamat 26:3-26 ini memuat mengenai
berkat dan kutuk. Berkat berarti mereka hidup adil, damai, ti sana tidak ada
kekerasan, makmur karena hasil panen yang berlimpah, tidak ada musuh, korupsi.
Jadi kita melihat di sini bahwa relasi adalah segalanya untuk menentukan apakah
itu kutuk atau berkat. Relasi itu bukan abstrak yang tidak terlihat, tetapi
nyata dalam kehidupan yang sejahtera, damai, tidak ada ketakutan, sukacita.
Makna teologis dan relevansinya
1. Relasi
seseorang dengan Tuhan akan memberi penjelasan apakah itu berkat atau dalam
kutuk.
2. Jika
kekayaan membuat seseorang itu menjauhkan diri dari Tuhan, maka itu adalah
kutuk. Artinya kekayaan tidak memberi jaminan orang bisa hidup sejahtera,
sukacita karena sukacita, sejahtera itulah berkat.
3. Demikian
juga pengetahuan, yaitu jika pengetahuan yang dimiliki membuat seseorang itu
menyangkal Tuhan itu juga kutuk.
4. Sedangkan
jika seseorang mengalami masalah dan bahkan ia hampir meninggal karena
penderitaan. Jika ia semakin dekat dengan Tuhan dan bahkan semakin mengenal
bahwa Tuhan adalah pemilik hidup maka itu adalah berkat bagi dia.
5. Seorang
koruptor yang memeras keringat orang miskin, menindas, memperkosa nilai-nilai
kemanusiaan, keadilan dan sebagainya dan itu menjadi kutuk baginya.[28]
Jadi yang menentukan semuanya apakah itu
berkat atau kutuk adalah seperti apa relasinya dengan Tuhan. Jika relasinya
harmonis, yakni apapun yang seseorang alami, entah senang ataupun susah jika ia
semakin dekat dengan Tuhan maka itu berkat bagi dia. Dan jika sebaliknya yang
terjadi, yaitu semakin hari semakin jauh dia dari Tuhan sehingga relasinya
terputus maka itu adalah kutuk.
sumber:http://akudankal-bar.blogspot.com/2012/02/konsep-teologi-berkat-dan-kutuk-dalam.html
KEPUSTAKAAN
ks
7 : Easton Dictionary, hal 606;
Fausset Dictionary hal 656;
ISBE Encyclopedia hal 1545.
Barth, Ch. Theologia
Perjanjian Lama-Vol. 1, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1981.
Barta, Ch. Teologia
Perjanjian Lama-Vol. 2, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2006.
Blommendaal J., Pengantar
Kepada Perjanjian Lama, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1996.
Brown Raymond, The
Message Of Deuteronomy- The Bible Speaks Today,(Editor: J.A. Motyer), 1993.
Browning, W. R. F., Kamus
Alkitab (A Dictionary of the Bible) terj.
Dr, Lim Khiem Yang, Jakarta: (BPK Gunung Mulia), 2007.
Budd Philip J., New
Century Bible Commentary-Leviticus, USA:
Marshall Pickering, Wm. B. Eerdmans Publishing Co, Grand Rapids, Michigan, 1996.
Cairns I. J., Tafsiran
Alkitab-Ualangan Fasal 12-34, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1986.
Collins John J. Preverbs-Ecclesiastes, Atlanta: John Knox Press, 1980.
Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (An
English-Indonesian Dictionary, Jakarta:
PT. Gramedia, 2005.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini – jilid 1 (A-L), Jakarta: (Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF), 2004.
Fohrer - Sellin, Introduction
To The Old Testament, Abigdon Press, 1978.
Fohrer G., History
Of Israelite Religion, (translited
by: David E. Green), London: S.P.C.K, 1981.
Goldingay John, Theological Diversity And The
Authority Of The Old Testament,William B. Eerdmans Publishing Company Grand
Rapids, Michigan, 1995.
Groenen C. Pengantar
Ke Dalam Perjanjian Lama, Yogyakarta:
Kanisius, 2005.
Hartley, John E., Word
Biblical Commentary, Volume 4: Leviticus, General editor: David A. Hubbard,
Glenn W. Barker; Old Testament editor: John D. W. Watts; New Testemant editor:
Ralph P. Martin (Dallas, Texas: Word Books, Publisher) 1998.
Hinson David F., Sejarah
Israel Pada Zaman Alkitab, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2004.
House Paul R., Old
Testament Theology, USA:
IntterVarsity Press, 1998.
Interpreter’s Bible-Vol. II, New York: Abingdon Cokesbury Press, 1953.
Kaiser Otto, Introduction
To The Old Testament-A Presentation of its Results and Problem, Basil Blackwell Oxford, 1984.
Koch Klaus, The
Prophets, Vol. 2 (The
Babylonian and Persian Priods), Fortress Press Philadelphia, 1984.
Lembaga Biblika Indonesia-Tafsiran Alkitab Perjanjian
Lama, Yogyakatra: Kanisius,
2002.
Ludji Barnabas, Sejarah Israel Pada Zaman Perjanjian
Lama, Cipanas.
Matthews Viktor H. And Don C. Benjamin, Social World Of Ancient Israel
1250-587 BCE (USA:
Hendrickson Publishers, Inc.) 1993.
McConville J. G., Apollos Old Testament Commentary
Deuteronomy, (series Editors:
David W. Baker and Gardon J. Wenham, Englend: InterVersity Press, 2002.
New Bible Dictionary – Third Edition, Consulting Editors: I H. Marshall, A.R. Millard, J.I.
Packer, and D.J. Wiseman, (Leicester-England: Inter-Versity Press), 1996.
Noth Martin, The
History Of Israel, London,
1960.
Noth Martin, Leviticus
– A Commentary – The Old Testament Library,Philadelphia: The Westminster,
1965.
Rad, Gerhard Von, Old
Testament Theology-The Theology Of Israel’s Historical Traditions, Vol.1 (Translated by: D.M.G. Stalker),
Edinburgh and London, 1962.
Soggin, Alberto F. Introduction
To The Old Testament, Blommsbury
Street London: SCM Press LTD, 1976.
The Interpreter’s Dictionary Of The Bible – An
Illustrated Encyclopedia A-D / Vol. 1, (New York: Abingdon Press), 1962.
Theological Dictionary Of The Old Testament,
Vol. I,(ba - dd'B') 1977.
Theological Dictionary Of The Old Testam ent- Vol. II (ldb - hl'G'), (Edited by: G. Johannes Batterweck and Helmer Ringgren,
Translator: John T. Willis), W.B.Eerdmans Publishing Company Grand Rapids,
Michigan, 1977.
Vaux Roland de, Ancient
Israel-Its Life and Institutions, (Translated
by: John McHUGH), London: Darton Longman & TODD, 1968.
Vriezen, Th. C., Agama
Israel Kuno, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2004.
Wahono Wismoady, Di Sini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
Wolff Hans Walter, Antropology
Of The Old Testament, USA: Fortress Proess-Philadelphia, 1975.
Weiden, Wim Van der, MSF. Mgr. I. Suharyo, Pengantar Kitab Suci Perjanjian
Lama – LBI, Yogyakarta:
Kanisius, 2000.
Bible W
Catatan kaki:
[1] Lht. The
Interpreter’s Dictionary Of The Bible – An Illustrated Encyclopedia A-D / Vol.
1, (New York: Abingdon
Press), 1962 hal 445-446; Theological
Dictionary Of The Old Testament- Vol. II (nalah-brl'), (Edited
by: G. Johannes Batterweck and Helmer Ringgren, Translator: John T. Willis),
W.B.Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, Michigan, 1977, hal 279-308; Theological Dictionary Of The Old
Testament- Vol. I (barar-ab), 1977; Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini – Jilid 1, Jakarta:
Yayasan Bina Kasih/ OMF, 2004, hal 624; New
Bible Dictionary, Third Edition, (Consulting
Editors: I.H. Marshall, A.R. Millard, J.I. Packer, D.J. Wiseman), England:
Inter-Varsity Press, 1996, hal 142-143.
[5] W. R. F. Browning, Kamus
Alkitab (A Dictionary of the Bible) terj.
Dr, Lim Khiem Yang, Jakarta: (BPK Gunung Mulia), 2007, hal 56-57.
[6] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini – jilid 1,..., 2004 hal 184. (Band. New
Bible Dictionary,..., 1996, hal 143).
[7] Bible Works7: ISBE
Encyclopedia hal 1545; lht. Easton
Dictionary, hal 606;
Fausset Dictionary hal 656.
[8] Kata “lh” ‘lw”, “alwe” dan “lt”
adalah bahasa Arab,sudah lazim digunakan di dunia Timur Tengan Kuno saat itu,
khususnya sebagai “pengikat
perjanjian” antara manusia
dan dewa. Tapi dilain sisi kata itu juga digunakan untuk mengutuk dan berjanji
atau memberkati (Lht. Theological
Dictionary Of The Old Testament Vol. II (barar-ar)Groenen OFM dalam Pengantarnya, 2005, hal 130 mengatakan,
bahwa sejak dahulu kala di kawasan Timur Tengah surat perjanjian ada susunannya
sendiri, terutama mengenai surat perjanjian antara seorang maharaja dan raja-raja
bawahannya. Jika bawahan setia melaksanakan maka ia akan mendapat banyak
anugerah, sebaliknya jika tidak maka hukuman = kutuk. Tidak jauh dengan
pemehaman umat Israel, yaitu setia pada “perjanjian Sinai” berarti hidup
menurut ketetapan-ketetapan Allah. Kemungkinan pemahan seperti ini diambilalih
dari agama-agama suku Arabia kuno yang hidup sebagai suku gurun. Kemudian
diberi pemahaman yang baru oleh umat Israel (Band. Vriezen, 2006:57-62).
[10] Theological Dictionary,..,1977, hal 831; Lht. J. G. McConville, 2002, hal 17; bnd.
Wahono, 2004 hal 68.
[11] Bnd. Klaus Koch, Vol.
2, 1984 hal 1; Blommendaal, 1996 hal 19, 60-61; Vriezen, 2006:245-246
mengatakan bahwa singkritesme merajalela. Naskah kitab Ulangan 12-26 yang
ditemukan di Yerusalem tahun 622 sM. sangat mempengaruhi reformasi Yosia dalam
bidang agama Lht. Weiden, (2000 :59). Reformasi Yosia tidak hanya meliputi
daerah Yehuda, tetapi juga sampai ke Betel (2 Raj. 23:14, 15) dan kota samaria
(2 Raj. 23:8, 19; 2Taw. 34:6) bahkan juga kekuasaan Israel Utara yang
ditaklukan oleh Asyur (2Raj. 23:4; 2Taw. 34:6, 7). Pada masa kekuasaan Asyur,
baik Israel Utara maupun Selatan sudah terkontaminasi oleh racun-racun
kekafiran. Ketika Manasye menjadi raja atas Yehuda, ia sama dengan raja-raja
sesudahnya, yaitu tunduk kepada Asyur serta mengajak masyarakat Yehuda untuk
menyembah dewa-dewa Asyur (band. G. Fohrer, 1981:292-293; Roland de Vaux,
1968:337-338; David F. Hinson, 2004:171-172). Tapi raja Yosia berbeda dengan
raja-raja sebelumnya yang memelihara dewa-dewa Asyur. Dengan demikian bisa
dikatakan bahwa reformasi ini adalah sebagai tanda bahwa Israel akan melepaskan
diri dari tangan Asyur (bnd. Martin Noth, 1960:172). Saat Asyur menjadi lemah
dan bangsa-bangsa tahanan membrontak untuk melepaskan diri, sedangkan Babel
menjadi bangsa yang kuat. Jangkauan reformasi Yosia cukup luas itu juga
kemungkinan untuk memperkuat hubungan antara wilayah-wilayah dan kota-kota
propinsi dengan pemerintah pusat di Yerusalem. Kitab 2Taw. 34:6 dst juga
memberikan informasi bahwa Yosia telah memperluas kekuasaannya ke Utara menuju
Galilea. Keberhasilan Yosia juga didukung situasi politik Internasional, yaitu
munculnya Babel sebagai negara yang kuat (Lht. G. Von Rad, 1962, hal 75; bnd.
Barnabas Ludj, Cipanas, hal 50-51).
[12] Hans Walter Wolff, Antropology
Of The Old Testament, USA: Fortress Proess-Philadelphia, 1975, hal 86-88.
[13] The Interpreter’s Bible-Vol. II, New York: Abingdon Cokesbury Press, 1953, hal 494; band.
Lembaga Biblika Indonesia-Tafsiran Alkitab Perjanjian Lama, Yogyakatra: Kanisius, 2002, hal
197-198.
[14] John Goldingay, Theological
Diversity And The Authority Of The Old Testament,William B. Eerdmans
Publishing Company Grand Rapids, Michigan, 1995, hal 206.
[15] Lht. Browning,..,2007 hal 96; bnd. J. Cairns,..,1986, hal
250; John Goldingay, 1995, hal 206 yang mengatakan bahwa berkat itu tidak hanya
berkaitan dengan “perjanjian”, melainkan lebih dalam lagi yaitu menyangkut visi
karya keselamatan yang dilakukan Allah, yang disampaikan lewat paera nabi-Nya.
[16] Å¡ema`
yiSrä´Ã«l yhwh(´Ã¤dönäy) ´Ã©löhêºnû yhwh(´Ã¤dönäy) ´ehäd WTT (Ul. 6:4). TS: “Dengarlah hai Israel, Yahwe itu Allah kita, Yahwe itu
satu”. Perkataan ini mengantung pengertian yang
sangat besar dalah kehiduapan rohani umat Israel. Perhatikan kata “shama” dalam
bentuk “imperative” yang menandakan bahwa itu “penting sekali atau tidak
boleh diabaikan (harus)”. Kalimat ini menjadi pengakuan iman bagi umat Israel,
bahwa Yahwe itu satu. Tidak ada yang lebih besar dari Yahwe. Siapa yang tidak
mau mendengar maka itu adalah kutuk. Oleh sebab itu, umat Israel dituntut untuk
setia pada perjanjian Sinai yang diberikan Yahwe kepada Musa (bnd. Paul R.
House, Old Testament Theology, USA: IntterVarsity Press, 1998, hal
191-192.
[17] G. Fohrer, History
Of Israelite Religion, (translited
by: David E. Green), London: S.P.C.K 1981 hal 373.
[18] ûb亴û
`äleºkä Kol-habberäkôt hä´Ã«Âºllè wehissîgùºkä kî tiÅ¡ma` beqôl yhwh(´Ã¤dönäy)
´Ã©löheºkäWTT (Ul. 28:2) Perhatikan kata “kol’haberakot ( Analisis : noun common masculine singular construct particle article “brakah” noun
common feminine plural absolute homonym 1). Bentuk construct di sini lebih
memberi penekanan bahwa Yahwe adalah sumber berkat (bukan dewa-dewa kafir).
Dari mana kita tahu bahwa hanya Yahwelah sumber berkat itu? Perhatikan kembali
kata selanjutnya, yaitu tiÅ¡ma` beqôl yhwh(´Ã¤dönäy)
´Ã©löheºkä RSV: (if you
obey the voice of the LORD your God) LAI: (jika engkau mendengarkan suara
TUHAN, Allahmu). Mematuhi atau menaati dan mendengarkan suara Yahwe berarti
berkat, jika sebaliknya maka itu kutuk (liht. Ul. 7:12-16).
[19] Struktur dari I. J.Cairns, dalam Tafsiran
Alkitab Ulangan fasal 12-34, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986, hal
251. ia membuat struktur ini berdasarkan struktur “perjanjian maharaja
Eshardon” raja Asyur. Struktur ini adalah sangat kuno sekali yang kemudian.
Kemudian dipakai oleh penulis Deuteronomis dan dikaitkan oleh penyusunan pasal
28 dengan perjanjian/ kodeks Yahwe yang berlaku di kalangan Orang Israel,
khususnya dalam hal perjainjian yang bersyarat, yaitu hidup sebagaimana
mestinya yang diinginkan Allah. Dengan kata lain bahwa itu menjadi bukti bahwa
Israel mendengarkan suara Yahwe.
[20] Martin Noth, Leviticus – A Commentary – The
Old Testament Library, Philadelphia: The Westminster, 1965, hal
9; band. Philip J. Budd, New Century Bible Commentary-Leviticus, USA:
Marshall Pickering, Wm. B. Eerdmans Publishing Co, Grand Rapids, Michigan,
1996, hal 1
[23] Lht. Otto Kaiser dalam pengantarnya 1984:103-104;
Wahono, 2004:70-74. Pada masa pembuangan di Babilonia, umat Israel di tempatkan
di daerah Tel-Aviv yang teletak di Ibu kota Babilonia. Mereka hidup dengan
otonomi yang terbatas, namun ada juga yang hidup berdagang atau bekerja sebagai
tukang dengan keahlian-keahlian yang mereka miliki. Sehingga lewat
keahlian-keahlian itu ada yang mendapat kedudukan yang terpandang atau
terhormat dalam masyarakat Babilonia. Mereka terus menjalin relasi dengan
orang-orang sekitar termasuk dalam kehidupan keagamaan, meskipun masih ada yang
menolak penyesuaian itu untuk mempertahankan keyakinan mereka kepada Allah.
Namun pada umumnya penyesuaian itu terus berlangsung. Weiden mengatakan dalam
pengantarnya (2000:69-71) bahwa penyembahan kepada dewa-dewa Kanaan waktu di
Palestina itu tidak pernah berhenti. Sehingga tidak heran jika mereka kembali
kepada penyambahan dewa-dewa kafir karena menganggap bahwa Yahwe telah
dikalahkan oleh dewa-dewa Marduk (lht. Fohrer 1967:311; Soggin, 1976:263 ).
[24] Sellin-Fohrer, Introduction To The Old
Testament, (translited by: David E. Green), Abingdon-Nashville, 1978,
hal 181.
[25] WTT im-behuqqotay tëlëºkû
we´et-miswötay tiÅ¡merû we`ásîtem ´Ã¶täm. Dalam ayat
ini terj. LAI kurang tepat menurut saya, karena tidak
memperhatikan bentuk-bentuknya. LAI menterjemahkan kata im-behuqqotay dan we´et-miswötay dalam
bentuk tunggal, yaitu “Jikalau kamu hidup menurut ketetapan-Ku dan
tetap berpegang pada perintah-Ku serta melakukannya,“
sedangkan jika kita perhatikan kedua kata benda itu dalam bentuk jamak, bukan
tunggal. Lht. BGT: prostagmasin dan entolaz: RSV: “statutes” dan “commandments”; KJV
sama dengan RSV: “statutes” dan “commandments” NIV: “decrees” dan “commands”. Selain
bentuk jamak kedua kata benda itu juga dalam bentuk partisif yang sifatnya
sedang dan terus-menerus. Kata pertama dalam ayat ini dimulai dengan “jika”.
Kata ini menunjuk pada suatu kondisi tertentu, yaitu seharusnya umat pilihan
Allah “tetap berjalan dalam ketetapan-ketetapan-Nya dan memperhatikan
perintah-perintah-Nya (firman-firman-Nya) dan melakukannya”. Kata “jika”
juga mengandung janji Allah, yaitu “berkat” bagi mereka yang tetap setia
melakukan perintah-perintah-Nya. Sebaliknya, “kutuk” akan menjadi bagian bagi
mereka yang mengabaikan atau tidak setia melakukan
perintah-perintah-Nya. Kata memperhatikan di situ tidak hanya
sekedar tahu tetapi mengerti. Hanya orang yang mengerti perintah/firmanlah yang
mau melakukan/ menerapkannya.
[27] Struktur ini disusun berdasarkan jumlah berkat dan
kutuk yang tercantum dalam pasal 26 ini. Menurut beberapa ahli, bahwa biasanya
struktur perjanjian di Timur Tengah Kuno yang berisi kasih sejajar dengan
hukuman yang disebut juga sebagai kutuk. Maksudnya adalah jika syarat-syarat
penghukuman itu ada 5 baris seperti di asas, maka yang tidak menerima hukuman
pun (yang menerima berkat, dalam arti tidak terjadi kekerasan, pembunuhan dll
tidak lebih banyak dari jumlah butiran hukum itu sendiri.
[28] Band. Collins
John J. Preverbs-Ecclesiastes, Atlanta: John Knox Press, 1980,
hal 43 mengatakan bahwa bagi orang yang ditindas itu adalah berkat jika ia
tetap hidup takut akan Tuhan. Perlu diketahui penulis kitab Amsal juga
mengatakan bahwa mereka yang menindas orang miskin, anak yatim, para janda, masyarakat
lemah berarti ia sudah menghina sesamanya dan terlebih menghina Sang Pencipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar